Banyak teori dan pemikiran
yang berkembang tentang profesionalisme guru. Beberapa pemikiran dari negara
maju, seperti dari Australia dan beragam pandangan dari negara-negara bagian di
Amerika Serikat, seperti yang dipaparkan dalam Sudarsono (2004), dapat
dicermati sebagai berikut.
Australia misalnya, melalui The National Project on the Quality of Teaching and Learning (NPQTL) pada tahun 1992, menyarankan lima hal tentang kompetensi profesional guru, yaitu (a) mampu mempergunakan dan mengembangkan nilai dan pengetahuan profesional (b) mampu berkomunikasi, berinteraksi dan bekerja dengan siswa dan yang lain, (c) mampu merencanakan dan mengelola proses pembelajaran, (d) mampu memantau kemajuan dan hasil belajar siswa, dan (e) mampu merefleksi, mengevaluasi serta merencanakan program untuk melakukan peningkatan secara berkelanjutan.
Australia misalnya, melalui The National Project on the Quality of Teaching and Learning (NPQTL) pada tahun 1992, menyarankan lima hal tentang kompetensi profesional guru, yaitu (a) mampu mempergunakan dan mengembangkan nilai dan pengetahuan profesional (b) mampu berkomunikasi, berinteraksi dan bekerja dengan siswa dan yang lain, (c) mampu merencanakan dan mengelola proses pembelajaran, (d) mampu memantau kemajuan dan hasil belajar siswa, dan (e) mampu merefleksi, mengevaluasi serta merencanakan program untuk melakukan peningkatan secara berkelanjutan.
Di Amerika terdapat banyak
variasi antara negara bagian yang satu dengan yang lainya, tentang pemikiran
dimensi profesionalitas guru. Penilaian
dimensi profesionalisme guru seperti berikut.
Florida Education Standards
Commission 1994
merumuskan 10 macam kompetensi utama guru, yaitu (a) mendemontrasikan
keterampilan profesional dalam mengintegrasikan strategi pembelajaran untuk
semua siswa yang merefleksikan kultur, gaya belajar, kebutuhan khusus dan latar
belakang sosial - ekonomi siswa; (b) mendemonstrasikan keterampilan profesional
dalam menggunakan strategi pemebelajaran untuk membantu perkembangan
intelektual, sosial, dan pifir siswa; (c) mendemonstrasikan keterampilan
profesional dalam menjalin hubungan antar pribadi untuk melaksanakan
pembelajaran; (d) mendemonstrasikan pemahaman tentang belajar dan perkembangan
peserta didik dengan menyediakan lingkungan belajar yang positif untuk
mendukung pertumbuhan intelektual, pribadi, dan sosial siswa; (e)
mendemonstrasikan keterampilan profesional yang meliputi kemampuan
mengidentifikasi dan memilih kebutuhan siswa serta dalam merencanakan,
mengimplementasikan dan mengevaluasi efektivitas pembelajaran dalam suatu
lingkungan belajar yang bervariasi; (f) mendemonstrasikan keterampilan dalam
mempergunakan tehnik dan strategi yang tepat untuk meningkatkan dan
mengembangkan kemampuan berfikir kritis, kreatif, dan kemampuan berfikir
evaluatif siswa; (g) mendemonstrasikan keterampilan profesional sebagai
praktisioner dalam memprakarsai dan merencanakan serta mengelola peningkatan
kualitas secara berkelanjutan dengan tepat, baik untuk siswa ataupun sekolah;
(h) mendemonstrasikan keterampilan profesional dalam menciptakan lingkungan
belajar yang positif yang mampu menjaga interaksi sosial, belajar secara
kooperatif, dan giat dalam pembelajaran, serta motivasi belajar; (i)
mendemonstrasikan keterampilan profesional dalam bekerja dengan berbagai jenis
profesi bidang pendidikan, orangtua siswa, dan stakeholder lainnya dalam
menyediakan pengalaman pendidikan siswa; (j) mendemonstrasikan keterampilan
profesional dalam mempergunakan teknologi sebagai alat untuk merncapai
produktivitas yang tinggi baik untuk guru ataupun siswa.
Sementa Salt Lake City (1982)
mengembangkan kompetensi guru, yang (a) mampu menentukan standar harapan
kinerja siswa dengan melakukan, evaluasi diagnostik, menetapkan standar harapan
sesuai dengan jenjangnya, menentukan kebutuhan individual siswa, tujuan harapan
untuk pencapaian prestasi siswa, dan melakukan evaluasi, (b) mampu menyediakan
lingkungan belajar sesuai dengan ketersediaan sumber personel, ketersediaan
berbagai ragam sumber dan materi belajar, organisasi dalam proses belajar,
sikap positif terhadap siswa, memberikan contoh sikap bahwa semua siswa dapat
belajar, guru menunjukkan sikap antusias dan komitmennya untuk mata pelajaran
yang diampunya, dan perilaku siswa yang menggambarkan penerimaan pengalaman
belajar, (c) mendemonstrasikan pengawasan siswa dengan tepat dengan memberikan
bukti bahwa siswa mengetahui apa yang harus dilakukan, bukti bahwa siswa bekerja
melakukan tugasnya, menunjukkan kejujuran, penerimaan, respek dan keluwesan,
melakukan pengawasan secara tepat dalam situasi sulit, dan mengantisipasi serta
menghindarkan dari krisis, (d) mendemonstrasikan secara tepat strategi
pembelajaran dengan tehnik yang tepat, sesuai dengan taraf belajar,
menyesuaikan tehnik untuk berbagai gaya belajar, mempergunakan tehnik untuk
mengajarkan konsep atau keterampilan khusus, memberikan arahan dengan jelas,
padat berisi, dan tepat untuk berbagai taraf belajar, membangun komunikasi dua
arah dengan siswa dan mempergunakan umpan-balik untuk menentukan strategi
belajar, menunjukkan maksud tujuan yang telah ditentukan dan memberikan bukti
efektivitas pembelajaran.
Negara bagian Texas,
mengembangkan indikator kompetensi yang mencakup, yakni (a) strategi
pembelajaran dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpartisipasi
aktif dan berhasil, mengevaluasi dan menyediakan umpan-balik tentang kemajuan
siswa selama pembelajaran, (b) organisasi dan manajemen kelas dalam mengorganisasi
materi pelajaran dan siswa, memaksimalkan waktu yang tersedia untk
pembelajaran, dan mengelola perilaku siswa, (c) penyajian mata pelajaran dengan
mengajarkan dan mentransfer pengetahuan, afektif dan psikomotor dalam
pembelajaran, (d) menciptakan lingkungan belajar dengan mempergunakan strategi
guna memotivasi siswa untuk belajar , dan menjaga lingkungan yang mendukung,
(e) mengembangkan profesionalisme dan tanggung jawab dengan merencanakan dan
terlibat dalam pengembangan profesionalisme, berkomunikasi dan berinteraksi
dengan orangtua siswa, melaksanakan kebijakan, prosedur operasi, dan ketentuan
persyaratan, dan meningkatkan serta mengevaluasi pertumbuhan siswa.
Di Indonesia pun terdapat variasi rumusan
tentang profesionalisme guru, misalnya; Komisi Kurikulum IKIP/FKg/FIP bersama
P3G tahun 1982 merumuskan 10 kompetensi guru yang meliputi; (a) menguasai bahan
bidang studi dalam kurikulum sekolah dan bahan pendalaman materi, (b) mengelola
program belajar-mengajar dengan merumuskan tujuan instruksional, mengenal dan
dapat menggunakan metode mengajar, memilih dan menyusun prosedur instruksioanl
yang tepat, melaksanakan program belajar-mengajar, mengenal kemampuan awal anak
didik, merencanakan dan melaksanakan pengajaran remidial, (c) mengelola kelas,
mengatur tata ruang kelas untuk pengajaran dan menciptakan iklim
belajar-mengajar yang sesuai, (d) menggunakan media/sumber dengan mengenal,
memilih dan menggunakan media, membuat alat-alat bantu pelajaran sederhana,
menggunakan dan mengelola laboratorium dalam rangka proses belajar-mengajar,
mengembangkan laboratorium, menggunakan perpustakaan dalam PBM dan menggunakan
unit pengajaran mikro dalam program pengalaman lapangan, (e) menguasai landasan
kependidikan, (f) mengelola interaksi belajar-mengajar, (g) menilai prestasi
siswa untuk kepentingan pengajaran, (h) mengenal fungsi dan program bimbingan
penyuluhan dengan mengenali fungsi dan program pelayanan bimbingan di sekolah
dan menyelenggarakan program pelayanan bimbingan di sekolah, (j) mengenal dan menyelenggarakan
administrasi sekolah, dan (k) memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil
penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran.
Konsorsium Ilmu Pendidikan
menuntut kompetensi guru dalam: (a)
memperlihatkan integritas pribadi, (b) memperlihatkan kepemimpinan yang
produktif, (c) memahami konsep dasar keilmuan dan mampu berfikir ilmiah, (d)
bersikap profesional, (e) memahami siswa dan berperilaku empatik, (f) memahami
hakikat dan penyelenggaraan sekolah, (g) memahami proses pengembangan kurikulum,
(h) menguasai bahan ajar, (i) mampu merancang program belajar-mengajar, (j)
mampu mengaktualkan proses belajar-mengajar secara produktif, (k) mampu menilai
proses dan hasil belajar, (l) melaksanakan peranan guru dalam bimbingan, (m)
melaksanakan peranan guru dalam penyelenggaraan administrasi sekolah, (n) mampu
memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar-mengajar, dan (o) melaksanakan
penelitian sederhana untuk mengembangkan dan memperbaiki kemampuannya.
Rumusan kompetensi guru yang
paling baru dari Depdiknas (2004)
dalam
hal ini diwakili oleh Direktorat Pembinaan
Pendidikan Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan Perguruan Tinggi memuat 4
rumpun kompetensi utama, yaitu (1) penguasaan
substansi bidang studi, (2) pemahaman
karakteristik peserta didik, (3)
melaksanakan pembelajaran yang mendidik, dan (4) mengembangkan
kepribadian dan meningkatkan komitmen profesional secara berkelanjutan. Berikut
ini adalah paparan tentang keempat rumpun kompetensi tersebut, dimodifikasi
dari Draf SKGP 2004 oleh Direktorat P2TK dan KPT.
Rumpun Kompetensi
Penguasaan Substansi Bidang Studi. Indikator penguasaan bidang studi ini meliputi pemahaman karakteristik
dan substansi ilmu sumber bahan ajaran, pemahaman disiplin ilmu yang
bersangkutan dalam konteks yang lebih luas, penggunaan metodologi ilmu yang
bersangkutan untuk memverifikasikan dan memantapkan pemahaman konsep yang
dipelajari, dan penyesuaian substansi ilmu yang bersangkutan dengan
tuntutan dan ruang gerak kurikuler, serta pemahaman tata kerja dan cara
pengamanan kegiatan praktik. Hal ini menjadi penting dalam memberikan
dasar-dasar pembentukan kompetensi dan profesionalisme guru di sekolah. Dengan
menguasai isi bidang studi yang diajarkan guru dapat memilih, menetapkan, dan
alternatif strategi berinteraksi dari berbagai sumber belajar yang gayut dengan
kompetensi lulusan yang akan dicapai dalam pembelajaran.
Pemahaman Karakteristik Peserta Didik. Pemahaman tentang karakteristik
peserta didik meliputi pemahaman berbagai ciri peserta didik, pemahaman
tahap-tahap perkembangan peserta didik dalam berbagai aspek dan penerapannya
(aspek kognitif, aspek afektif, aspek psikomotorik) dalam mengoptimalkan
perkembangan dan pembelajaran peserta didik. Guru dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya sihadapkan pada suatu komunitas individu yang memiliki variasi
karakteristik yang sebanding dengan jumlah individu dalam komunitas tersebut.
Komunitas yang dimaksud dapat berupa kelompok pebelajar (kelas). Pemahaman
terhadap aspek ini oleh para guru menjadi prasyarat dapat melakukan strategi
pembimbingan, pelatihan yang sesuai dengan karkateristik individu
pebelajar yang difasilitasi.
Melaksanakan
Pembelajaran yang Mendidik. Penguasaan pembelajaran yang mendidik terdiri atas pemahaman konsep
dasar proses pendidikan dan pembelajaran bidang studi yang bersangkutan, serta
penerapannya dalam pelaksanaan dan pengembangan proses pembelajaran yang
mendidik. Ciri pembelajaran yang mendidik adalah pembelajaran yang dapat mengakomodasi dan
memfasilitasi perbedaan perkembangan dan potensi individu secara optimal
meliputi semua ranah perkembangan (kognitif, afektif, psikomotorik). Upaya
memfasilitasi setiap aspek tersebut dalam pembelajaran selalu mengacu pada
pembentukan kemampuan individu yang utuh dalam kompetensi kecakapan hidup yang
bermartabat, bermoral, dan bertanggung jawab.
Pengembangan
Kepribadian dan Keprofesionalan. Pengembangan kepribadian dan keprofesionalan mencakup pengembangan
intuisi keagamaan, intuisi kebangsaan yang berkepribadian, sikap dan kemampuan
mengaktualisasi diri, serta sikap dan kemampuan mengembangkan profesionalisme
kependidikan.
Keempat rumpun
kompetensi guru tersebut tertuang dalam SKGP (Standar Kompetensi Guru Pemula)
yang dikembangkan sejak tahun 2003 oleh Depdiknas melalui Direktorat P2TK dan KPT, dengan tujuan:
(1) mewujudkan standar nasional
kompetensi lulusan sebagai guru pemula yang merupakan bagian integral dari
standar nasional pendidikan, (2) memberikan acuan dalam merumuskan kriteria, kerangka
dasar pengendalian dan penjaminan nasional guru pemula, (3) meningkatkan
profesionalisme guru pemula melalui standarisasi secara nasional dengan tetap
memperhatikan tuntutan kontekstual. SKGP ini diharapkan dapat
dijadikan rujukan oleh LPTK dalam
rangka: (1) pengembangan
kurikulum program studi/jurusan, (2) penyediaan
sarana dan prasarana pendukung perkuliahan, (3) pemberian izasah atau
sertifikat kompetensi.
Kompetensi tersebut diperoleh
seseorang melalui program pendidikan yang diselenggarakan secara concurrent (terintegrasi)
bagi mereka yang sejak awal berkeinginan menjadi guru. Mereka yang setelah
lulus dari universitas dalam bidang ilmu murni, kemudian bermaksud menjadi
guru, dapat mengambil program akta mengajar atau program pembentukan kemampuan
mengajar di LPTK. Program semacam itu disebut consecutive
model atau model bersambungan. Kiranya patut direnungkan peringatan yang
diberikan oleh tokoh pendidikan yang tidak asing bagi LPTK, yaitu T. Raka Joni
(2003) tentang uji akhir penguasaan kompetensi lulusan, beliau mengatakan bahwa
tanpa mekanisme uji akhir yang transparan, di negara kita secara dengan
sendirinya (by default) mutu lulusan sudah "disertifikasi’ meskipun
banyak bernuansa administratif, berupa pengakuan oleh BKN. Selanjutnya
dikatakan bahwa sertifikasi formal ini pun sudah menjadi semakin kehilangan
gigi, karena sebagai wali amanat masyarakat, pemerintah daerah apa pun
alasannya secara de facto tidak lagi terlalu menghiraukan pemenuhan
standar mutu itu. Instansi yang menangani kebijakan dan implementasi pembinaan
guru, sampai sekarang ini sepertinya belum sepenuhnya menyadari peranan kunci
dari standar kompetensi guru (SKG – SD/MI 2003 p.3).
Di samping berbagai uraian tentang konsep kompetensi
guru di depan, empat pilar pendidikan yang dianjurkan oleh Komisi Internasional
UNESCO, dapat pula dijadikan cerminan dalam merefleksikan kompetensi guru. Guru hendaknya memiliki kompetensi yang baik dalam
merancang dan melaksanakan segala aktivitas pembelajaran yang dapat memfasilitasi siswa untuk learning
to know, learning to do, learning to be, dan learning to live together. Keempat pilar tersebut menuntut guru untuk bekerja keras dan kreatif,
serta tekun dalam meningkatkan
kemampuannya. Lebih jauh, guru akhirnya dituntut untuk belajar
sepanjang hayat, berperan lebih aktif dan lebih kreatif, terutama untuk (1) tidak hanya
menguasai ilmu pengetahuan sebagai produk, tetapi terutama sebagai proses; (2) memahami disiplin ilmu pengetahuan sebagai ways of knowing. Karena
itu lebih dari sarjana pemakai ilmu pengetahuan tetapi harus menguasai
epistimologi dari disiplin ilmu tersebut;
(3) mengenal peserta didik dalam
karakteristiknya sebagai pribadi yang sedang dalam proses perkembangan, baik
cara pemikirannya, perkembangan sosial dan emosional, ataupun perkembangan
moralnya; dan (4) memahami pendidikan
sebagai proses pembudayaan sehingga mampu memilih model belajar dan sistem
evaluasi yang memungkinkan terjadinya proses sosialisasi berbagai kemampuan,
nilai, sikap, dalam proses memperlajari berbagai disiplin ilmu.
0 Response to "DIMENSI PROFESIONALISME GURU DAN INDIKATORNYA "
Posting Komentar