Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabbarakatuh
Selamat Siang
sinarberita.com - Sebagaimana yang kita ketahui bersama bahwa kompetensi guru khusus guru sertifikasi tengah disorot oleh Pemerintah saat ini, pasalnya tunjangan profesi yang diberikan Pemerintah belum begitu membuahkan hasil yang maksimal bagi guru dalam meningkatkan kompetensi dan skill mengajar.
Berkaitan dengan hal itu, pada kesempatan kali ini kami akan membagikan informasi berupa hasil penelitian hubungan antara sertifikasi guru dan kinerja guru dengan harapan bisa menjadi bahan masukan bagi bapak ibu guru sekalian.
A. Pengertian Sertifikasi Guru
Undang-Undang Republik Indonesia No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen memberikan pemahaman tentang sertifikasi sebagai berikut (Muslich, 2007:2)
1. Pasal 1 butir II: sertifikasi adalah proses pemberian sertifikasi pendidik kepada Guru dan Dosen.
2. Pasal 8: Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi sertifikasi pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
3. Pasal 11 butir I: Sertifikasi pendidikan sebagai mana dalam pasal 8 diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan.
4. Pasal 16: Guru memiliki sertifikasi pendidik memperoleh tunjangan profesi sebesar satu kali gaji, guru negri maupun swasta dibayar pemerintah.
Adapun sertifikasi pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen sebagai tenaga profesional (Hanafiah dan Suhana, 2009:14). Menurut Surakhmad dalam bukunya Payong bahwa sertifikasi merupakan sebuah gagasan yang baik ditinjau dari birokrasi. Selain pemahaman sertifikasi di atas, National Co mmission on Educational Survices tahun 2000 memberikan pengertian sertifikasi secara lebih umum bahwa sertifikasi merupakan prosedur untuk menentukan apakah seorang calon guru layak diberikan izin dan kewenangan untuk mengajar. Hal ini diperlukan karena lulusan lembaga pendidikan tenaga keguruan sangat bervariasi, baik dikalangan perguruan tinggi negeri maupun swastamerupakan sebuah gagasan yang baik ditinjau dari sudut birokrasi. Hal ini karena sertifikasi sedikitnya terkait dengan sistem manajemen kinerja, yang diterapkan dalam birokrasi. Sertifikasi guru merupakan cara untuk memonitor kinerja guru dengan pendekatan-pendekatan birokrasi (Payong, 2011:69).
Dari pengertian sertifikasi guru di atas penulis menyimpulkan bahwa sertifikasi guru merupakan sebuah proses mendidik, membina dan memberikan latihan kepada guru dalam rangka mendapatkan sertifikat pendidik. Selanjutnya, guru yang sudah mendapatkan sertifikat, akan disebut sebagai guru yang professional yang mendapatkan tunjangan profesi.
(Baca Juga : TINGKATKAN KESEJAHTERAAN, GAJI GURU HONORER K2 DINAIKAN)
B. Faktor-Faktor Pendorong Sertifikasi Guru
Upaya peningkatan profesionalisme guru di Indonesia melalui sertifikasi guru sebenarnya bertolak dari beberapa kondisi dalam dunia pendidikan. Kondisi tersebut dapat dilihat dari beberapa aspek berikut (Suyatno, 2007:4-8).
a. Mutu guru
Mutu guru di Indonesia dapat dilihat dari kualifikasi dan juga kompetensi yang dimiliki. Data terakhir menunjukkan bahwa kualifikasi guru di Indonesia sebagian besar masih berada dibawah kualifikasi S1/D-IV sesuai tuntutan Undang-undang Guru dan Dosen (No.14/2005).
Rendahnya kemampuan siswa dapat diduga juga berasal dari rendahnya mutu proses pembelajaran yang diselenggarakan disekolah dimana guru sebagai kunci keberhasilan. Karna itu, selain faktor-faktor siswa dan faktor lainnya guru patut diduga memberikan andil bagi rendahnya prestesi siswa. Jadi, guru memiliki peran yang sangat strategis dalam bidang pendidikan, bahkan sumber daya pendidikan lain yang memadai sering kali kurang berarti apabila tidak disertai dengan kualitas guru yang memadai. Sebaliknya apabila guru yang berkualitas kurang ditunjangi oleh sumber daya pendukung lain yang memadai, juga dapat mengakibatkan kurang optimal kinerjanya. Dengan kata lain, guru merupakan ujung tombak dalam upaya meningkatkan kualitas layanan dan hasil pendidikan (Muslich, 2007:6)
b. Prestasi Siswa
Prestasi siswa di Indonesia baik secara nasional yang diukur melalui ujian akhir nasional maupun survei-survei skala besarditingkat internasional memperlihatkan hasil yang kurang menggembirakan. Rata-rata nilai UN di Indonesia dilihat dari standar pencapaian ketuntasan belumlah memuaskan. Dengan standar kelulusan 5 saja, masih banyak siswa yang tidak lulus (Payong, 2012:19).
Sementara itu, survey lain melalui program for international student Assesmenttahun 2006 memperlihatkan bahwa, kinerja siswa Indonesia dalam bidang sains, membaca, dan matematika adalah sebagai berikut : untuk sains siswa Indonesia berada pada peringkat ke-52 dari 57 negara yang disurvei. Sedangkan untuk membaca, peringkat siswa Indonesia berada pada urutan ke-48 dari 56 negara yang disurvei. Sementara matematika siswa Indonesia berada pada peringkat ke-51 dari 57 negara yang disurvei.
c. Kesejahteraan Guru
Masalah yang terjadi saat ini, sebagian guru mengakui ada yang mencari pekerjaan diluar tugas mengajar, seperti menjadi guru privat, menjadi tukang ojek,yang lebih seru lagi harus menjadi langganan mengambil kredit di Bank untuk keperluan perbaikan rumah, anak sekolah, kredit sepeda motor dan lain-lain.
Melihat nasib dan kesejahteraan guru yang memperhatinkan itulah, pemerintah Indonesia ingin memberikan reward berupa pemberian tunjangan profesional yang berlipat dari gaji yang diterima. Harapan kedepan adalah tidak ada lagi guru yang bekerja mencari pekerjaan di luar Dinas karena kesejahteraanya sudah terpenuhi. Akan tetapi, syaratnya tentu saja guru harus lulus ujian sertifikasi, baik guru yang mengajar di sekolah TK, SD, SMP maupun SMA (Muslich, 2007:4-5).
d. Manajemen guru pada era otonomi Daerah
Sejak diterbitnya Undang-undang tentang otonomi Daerah pada tahun 2000, pengelolaan pendidikan di Indonesia mengalami perubahan yang sangat dramatis. Dari segi kewenangan pengelolaan terdapat suatu perkembangan maju dimana sumber kebijakan tidak lagi terletak di pusat tetapi di daerah. Bahkan menurut Undang-undang Sistim Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003, bahwa tanggung jawab, kewenangan, dan sumber daya untuk pelayanan pendidikan sudah ditransfer dari tingkat pusat kepada daerah bahkan ke tingkat sekolah.
Menurut Undang-undang otonomi daerah, pemerintah daerah bertanggung jawab untuk merekrut atau mengangkat guru-guru disekolah-sekolah negeri kecuali sekolah-sekolah madrasah dan guru-guru agama. Ini mencakup semua guru PNS baik yang bekerja di sekolah negeri maupun disekolah swasta yang sebelumnya diangkat oleh Pemerintah Pusat. Masalah yang muncul dalam manajemen guru ini adalah pengangkatan guru yang tidak mempertimbangkan kualifikasi, kompetensi dan kebutuhan rill sekolah. Pada era pasca Undang-undang Guru dan Dosen (setelah tahun 2005) masih banyak pemerintah daerah yang merekrut guru dengan kualifikasi dibawah SI/D 4 dan juga pola perekrutan kurang mempertimbangkan kebutuhan rill di sekolah.
e. Beban Keja Guru
Akibat dari perekrutan guru yang tidak mempertimbangkan rasio kebutuhan kongkret sekolah-sekolah maka beban kerja guru juga bervariasi. Secara umum, beban kerja guru di daerah perkotaan relativ lebih ringan karena terdapat kelimpahan Guru. Sebaliknya, beban kerja guru di pedesaan atau di daerah terpencil justru cukup tinggi akibat kekurangan guru. Survei yang dibuat oleh Bank Dunia pada tahun 2005 memperlihatkan bahwa untuk guru SD, beban kerja guru di daerah perkotaan rata-rata 24,9 jam perminggu sedangkan di pedesaan dan daerah terpencil rata-rata 27 jam perminggu (Payong, 2012:21).
Dari uraian faktor–faktor pendorong sertifikasi di atas dapat disimpulkan bahwa sertifikasi guru dipengaruhi oleh mutu guru, kesejahteraan guru, prestasi siswa, manajemen guru pada otonomi daerah dan beban kerja guru. kualitas guru yang rendah, prestasi siswa yang rendah serta beban kerja guru yang terlalu banyak. Sehingga, dengan adanya program sertifikasi sangat membantu dalam meningkatkan kualitas pendidikan yang bermutu.
(Baca Juga : ASYIK,,, DOMPET BAPAK IBU GURU BAKAL MAKIN TEBAL)
C. Kinerja Guru
Kinerja merupakan terjemahan dari kata performance. Secara etimologi performance berasal dari kata to perform yang berarti menampilkan atau melaksanakan, sedangkan kata “performance” berarti the act of performing, execution. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa kinerja atau performance berarti tindakan menampilkan atau melaksanakan suatu kegiatan (Suharsaputra, 2010:144-145).
Berikut ini, akan dikemukakan beberapa definisi kinerja untuk lebih memberikan pemahaman akan maknannya.
a. A. Anwar Prabu Mangkunegara (200:67) menyatakan bahwa kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tangung jawab yang diberikan kepadanya.
b. Bernadin dan Johnson (Akdon, 2006:166) mendefinisikan kinerja sebagai outcome hasil kerja organisasi dalam mewujudkan tujuan strategik yang ditetapkan organisasi, kepuasan pelanggan serta kontribusinya terhadap perkembangan.
c. Kirkpatrick dan Nixon (Sagala dan Purba, 2007:179) mengartikan kinerja sebagai ukuran kesuksesan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
d. Westra at.al (Suharsaputra, 2010:145) menjelaskan bahwa performance adalah sebuah hasil pekerjaan, atau pelaksanaan tugas pekerjaan.
e. Fatah (1999:19) menjelaskan bahwa prestasi kerja atau penampilan kerja (performance) diartikan sebagai ungkapan kemampuan yang didasari oleh pengetahuan, sikap, dan keterampilan dan motivasi dalam menghasilkan sesuatu.
Dari beberapa pengertian tentang kinerja di atas, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa kinerja guru merupakan suatu kemampuan kerja atau prestasi kerja yang diperlihatkan oleh seorang pegawai (guru) untuk memperoleh hasil kerja yang optimal.
1. Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Guru
Pentingnya pengembangan sistem pendidikan yang berkualitas perlu lebih ditekakan, karena berbagai indikator menunjukkan bahwa pendidikan yang ada belum mampu menghasilkan sumber daya yang sesuai dengan perkembangan masyarakat yang ada serta kebutuhan pembangunan, dalam hal ini peningkatan kualitas pendidikan dapat dioptimalisasikan melalui kinerja guru. Kinerja guru akan menjadi optimal, jika diintegrasikan dengan komponen sekolah baik kepala sekolah, fasilitas kerja, guru, staf administrasi maupun anak didik.
Gibson et. al (dalam Suharsaputra, 2010:147–148) memberikan gambaran lebih rinci dan komperhensif tentang faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap kinerja, yaitu:
a. Variabel individu, meliputi: kemampuan, keterampilan, mental, fisik, latar belakang, keluarga, tingkat sosial, pengalaman demografi (umur, asal usul, jenis kelamin)
b. Variabel organisasi, meliputi sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur desain
c. Variabel psikologis, meliputi persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan motivasi.
Pendapat di atas menggambarkan tentang hal-hal yang dapat membentuk atau mempengaruhi kinerja seseorang, faktor individu dengan karakteristik psikologis yang khas, serta faktor organisasi berinteraksi dalam suatu proses yang dapat mewujudkan suatu kualitas kinerja yang dilakukan oleh seorang dalam melaksanakan peran dan tugasnya dalam organisasi.
Sementara itu Burhanuddin (2011:172) ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kinerja guru selaku individu, yakni:
a. Kemampuan
Penguasaan terhadap kompetensi kerja mutlak diperlukan guru dalam mencapai sasaran kerja. Kemampuan guru dalam hal ini mampu menguasai empat kompetensi dasar sebagaimana dipersyaratkan undang-undang.
b. Motivasi
Motivasi adalah pemberian suatu insentif yang bisa menarik keinginan seseorang untuk melakukan sesuatu. Motivasi tidak terlepas dari kebutuhan dan dorongan yang ada dalam diri seseorang yang menjadi penggerak energi dan pengaruh segenap tindak manusia.
c. Dukungan yang diterima, merupakan menifestasi kebutuhan sosial terhadap tugas dan tanggung jawab yang telah dilaksanakan.
d. Keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan.
Pada dasarnya pekerjaan guru yang dilakukan harus dapat diakui sehingga, memberikan dampak positif dan menjadi motivasi bagi guru. Sebaik apapun tugas yang dilaksanakan,jika tidak memperoleh pengakuan maka tidak dapat memberikan manfaat baik bagi individu pelaksana tugas maupun orang lain, terutama dalam satuan organisasi kerja.
e. Hubungan mereka dengan organisasi.
Hubungan antara guru dengan organisasi harus berjalan secara kondusif. Hubungan yang kondusif dapat diciptakan apabila masing-masing anggota arganisasi mengetahui batas-batas tugas, tanggung jawab dan wewenang dalam menjalankan tugas.
Berdasarkan pengertian di atas, penulis menarik kesimpulan bahwa kinerja merupakan kualitas dan kuantitas dari suatu hasil kerja (output) individu maupun kelompok dalam suatu aktivitas tertentu yang diakibatkan oleh kemampuan alami atau kemampuan yang diperoleh dari proses belajar serta keinginan untuk berprestasi.
2. Model Kinerja Guru
Terdapat tiga macam model kinerja guru (Barizi & Idris, 2011:151-153), yaitu:
1. Model Rob Norris
Model Rob Norris menyaratkan akumulasi beberapa komponen kompetensi mengajar yang harus dimiliki oleh seorang guru, yaitu:
a. kualitas-kualitas personal dan profesional
b. persiapan mengajar
c. perumusan tujuan pengajaran
d. penampilan guru dalam mengajar di kelas
e. menampilan siswa dalam belajar
f. evaluasi.
2. Model Oregan
Model oregan mengelompokan kompetensi/kemampuan mengajar kedalam 5 kelompok, yaitu:
a. Perencanaan dan persiapan mengajar
b. Kemampuan guru dalam mengajar dan kemampuan siswa dalam belajar
c. Kemampuan mengumpulkan dan menggunakan informasi hasil belajar
d. Kemampuan hubungan interpersonal yang meliputi hubungan dengan siswa, supervisor dan guru sejawat.
e. Kemampuan hubungan dengan tanggung jawab profosional.
3. Model Stanford
Model Stanford membagi kemampuan mengajar guru ke dalam lima komponen, tiga dari komponen tersebut dapat diobservasi dikelas meliputi komponen tujuan, komponen guru mengajar dan komponen evaluasi.
Dari uraian ketiga model kinerja guru di atas dapat disimpulkan bahwa model kinerja guru bukan hanya di dalam kelas saja tetapi guru juga harus berinteraksi dengan sesama guru dan peserta didik di luar kelas. Kinerja guru di dalam kelas meliputi kegiatan belajar mengajar yang dimulai dari awal pembelajaran hingga akhir pembelajaran, sedangkan kinerja di luar kelas meliputi keaktifan guru dalam bergaul dan berinteraksi dengan guru dan peserta didik.
D. Hubungan Antara Sertifikasi dan Kinerja Guru
Berdasarkan penelitian penulis pada sebuah Gugus/KKG yang Bernama Gugus Mekar berseri di Kecamatan Langke Rembong Kabupaten Manggrai Flores provinsi Nusa Tenggara Timur menunjukkan pada tahun 2013 dengan sampel penelitian adalah guru guru sertifikasi yang berjumlah 46 orang.
Penelitian ini merupakan sebuah persayaratan dalam meraih gelar S-1 PGSD di STKIP Ruteng. Hasil Penelitian menunjukan bahwa ternyata sertifikasi guru dan kinerja guru memiliki hubungan yang positif tetapi tidak signifikan. Hubungan antara sertifikasi guru dengan kinerja guru menunjukan hubungan yang positif, meskipun hubunganya lemah atau rendah (0.20 – 0.399). Dalam hal ini, jika seorang guru suadah disertifikasi maka kInerjanya sedikit meningkat dan hal ini hanya berlaku pada sampel penelitian (tidak digeneralisasikan pada populasi) karena hasil uji t menunjukan thitung < ttabel yaitu 1.200 < 2.056 artinya hubungan yang terjadi tidak signifikan. Dengan demikian hasil penelitian menunjukan bahwa antara sertifikasi guru dan kinerja guru memiliki hubungan yang positif tetapi tidak signifikan. Adapun sumbangan atau kontribusi yang diperoleh dari variabel sertifikasi guru terhadap variabel kinerja guru adalah 5.24%.
*) Ditulis oleh FLORIANUS JONI, S. Pd. Guru SD Negeri Bambbor, Kecamatan Mbeliling Kabupaten Manggarai barat, Flores Nusa Tenggara Timur
(Sumber: sekolahdasar.net)
Demikian hasil penelitian ini kami bagikan, semoga bermanfaat bagi kemajuan kita semua khususnya rekan-rekan sertifikasi
Untuk info terbaru lainya silakan kunjungi laman DISINI
0 Response to " INILAH HUBUNGAN ANTARA SERTIFIKASI GURU DAN KINERJA GURU BERDASARKAN HASIL PENELITIAN"
Posting Komentar