loading...

MODEL KURIKULUM PENDIDIKAN KEJURUAN SMK PROGRAM KEAHLIAN TATA BUSANA


A. Dasar Pemikiran
1. Konsep dasar pendidikan kejuruan
          Pendidikan kejuruan memiliki karakteristik yang berbeda dengan pendidikan umum. Perbedaan tersebut dapat dikaji dari kriteria pendidikan, substansi pelajaran dan lulusannya. Pendidikan kejuruan seyogianya memiliki kriteria sebagai berikut :
a. Orientasi pada kinerja individu dunia kerja
b. Jastifikasi khusus pada kebutuhan nyata di lapangan
c. Fokus kurikulum pada aspek-aspek psikomotor, afektif dan kognitif
d. Tolok ukur keberhasilan tidak hanya terbatas di sekolah
e. Kepekaan terhadap perkembangan dunia kerja
f. Memerlukan saana dan prasarana yang memadai
g. Adanya dukungan masyarakat
(Disarikan dari Finch dan Crunkilton, 1984).
Substansi pelajaran pada pendidikan kejuruan menurut Nolker dan Shoenfel (Sonhadji, 2006) harus selalu mengikuti perkembangan IPTEK, kebutuhan masyarakat, kebutuhan individu, dan lapangan kerja. Lulusan dari pendidikan kejuruan, minimal harus memiliki kecakapan atau kemampuan kerja yang sesuai dengan tuntutan dunia usaha atau industri yang dirumuskan dalam standar kompetensi nasional bidang keahlian.

2. Tinjauan filosofis
            Landasan filosofis yang mendasari pendidikan kejuruan, harus mampu menjawab dua pertanyaan : 1) Apa yang harus diajarkan ? dan 2) Bagaimana harus mengajarkan ? (Calhoun dan Finch, 1982). Chalhoun dan Finch menegaskan bahwa sumber prinsip-prinsip fundamental pendidikan kejuruan adalah individu dan perannya dalam suatu masyarakat demokratik, serta peran pendidikan dalam transmisi standar sosial.
            Secara filosofis, penyusunan kurikulum SMK perlu mempertimbangkan perkembangan psikologis peserta didik dan perkembangan atau kondisi sosial budaya masyarakat.
a. Perkembangan psikologis peserta didik
            Manusia, secara umum mengalami perkembangan psikologis sesuai dengan pertambahan usia dan berbagai faktor lainnya; yaitu latar belakang pendidikan, ekonomi keluarga, dan lingkungan pergaulan, yang mengkibatkan perbedaan dalam dimensi fisik, intelektual, emosional, dan spiritual. Pada kurun usia peserta didik di SMK, mereka memiliki kecenderungan untuk mencari identitas atau jati diri.
            Fondasi kejiwaan yang kuat diperlukan peserta didik agar berani menghadapi, mampu beradaptasi dan mengatasi berbagai masalah kehidupan, baik kehidupan profesional maupun kehidupan keseharian, yang selalu berubah bentuk dan jenisnya serta meningkatkan diri dengan mengikuti pendidikan yang lebih tinggi.

b. Kondisi sosial budaya
            Pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah. Pendidikan yang diterima dari lingkungan keluarga (informal), diserap dari masyarakat (nonformal), maupun yang diperoleh dari sekolah (formal) akan menyatu dalam diri peserta didik, menjadi satu kesatuan yang utuh, saling mengisi dan diharapkan dapat saling memperkaya secara positif.
            Peserta didik SMK berasal dari anggota berbagai lingkungan msyarakat yang memiliki budaya, tata nilai, dan kondisi sosial yang berbeda. Pendidikan kejuruan mempertimbangkan kondisi sosial, maka segala upaya yang dilakukan harus selalu berpegang teguh pada keharmonisan hubungan antar sesama individu dalam masyarakat luas yang dilandasi dengan akhlak dan budi pekerti yang luhur, serta keharmonisan antar sistem pendidikan dengan sosial budaya.

B. Kurikulum SMK Program Keahlian Tata Busana
1. Tujuan program keahlian Tata Busana
            Tujuan program keahlian Tata Busana secara umum mengacu pada isi Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU SPN) pasal 3 mengenai tujuan pendidikan nasional dan penjelasan pasal 15 yang menyebutkan bahwa pendidikan kejuruan merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu. Secara spesifik tujuan program keahlian Tata Busana adalah membekali peserta didik dengan keterampilan, pengetahuan, dan sikap agar kompeten dalam :
a. Mengukur, membuat pola, menjahit dan menyelesaikan busana
b. Memilih bahan tekstil dan bahan pembantu secara tepat
c. Menggambar macam-macam busana sesuai kesempatan
d. Menghias busana sesuai desain
e. Mengelola usaha di bidang busana
(Disarikan dari Kurikulum SMK Program Keahlian Tata Busana, 2004).

2. Isi Kurikulum SMK Program Keahlian Tata Busana
Di dalam penyusunan kurikulum atau substansi pembelajaran SMK program kehalian Tata Busana; mata pelajaran dibagi ke dalam tiga kelompok, yaitu : kelompok normatif, adaptif dan produktif.
Kelompok normatif adalah mata pelajaran yang berfungsi membentuk peesrta didik menjadi pribadi yang utuh, pribadi yang memiliki norma-norma kehidupan sebagai makhluk individu maupun makhluk sosial (anggota masyarakat), sebagai warga negara Indonesia maupun sebagai warga nagara dunia. Dalam kelompok normatif, mata pelajaran dialokasikan secara tetap  meliputi :
1)      Pendidikan Agama
2)      Pendidikan Kewarganegaraan
3)      Bahasa Indonesia
4)      Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan
5)      Seni Budaya.
Kelompok adaptif adalah mata pelajaran yang berfungsi membentuk peserta didik sebagai individu agar memiliki dasar pengetahuan yang luas dan kuat untuk menyesuaikan diri atau beradaptasi dengan perubahan yang terjadi di lingkungan sosial, lingkungan kerja, serta mampu mengembangkan diri sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Kelompok adaptif terdiri atas mata pelajaran :
1) Bahasa Inggris
2)      Matematika
3)      IPA
4)      IPS
5)      Keterampilan Komputer dan Pengelolaan Informasi
6)      Kewirausahaan.
Kelompok produktif adalah kelompok mata diklat yang berfungsi membekali peserta didik agar memiliki kompetensi kerja sesuai Standar Kompetensi Nasional (SKN). Kelompok produktif program keahlian Tata Busana terdiri dari kompetensi :
1) Memberikan pelayanan prima
2) Melakukan pekerjaan dalam lingkungan sosial
3) Mengikuti prosedur K3
4) Mengukut tubuh
5) Menggambar busana
6) Memilih/membeli bahan baku busana
7) Membuat pola busana teknik konstruksi
8) Melakukan pengepresan
9) Menjahit dengan mesin
10) Menyelesaikan busana dengan jahitan tangan
11) Membuat hiasan busana
12) Melakukan penyelesaian akhir busana
13) Memelihara alat jahit
14) Memotong bahan
15) Membuat pola busana konstruksi di atas kain
16) Membuat pola busana teknik kombinasi
17) Membuat pola dasar teknik drapping
            Dari kompetensi di atas, sebagai mata diklat pada kelompok produktif (Kurikulum SMK Program Keahlian Tata Busana, 2004), kemudian dirinci menjadi sub-sub kompetensi sebagai berikut :
Level Kualifikasi
Kompetensi
Sub Kompetensi
Operator jahit (penjahit)
Memberikan layanan secara prima kepada pelanggan (Customer care)
·    Melakukan komunikasi di tempat kerja
·    Memberikan bantuan untuk pelanggan internal dan eksternal
·    Menjaga standar prestasi personal
·    Melakukan pekerjaan secara rutin

Melakukan pekerjaan dalam lingkungan sosial yang beragam (Customer care)
·    Melakukan komunikasi dengan pelanggan dan kolega dari latar belakang yang berbeda
·    Menangani kesalah fahaman antar budaya

Mengikuti prosedur kesehatan, keselamatan dan keamanan dalam bekerja
·    Mengikuti prosedur tempat kerja dan memberikan umpan balik tentang kesehatan, keselamatan dan keamanan
·    Menangani situasi darurat
·    Menjaga standar presentasi perorangan yang aman

Mengukur tubuh pelanggan sesuai dengan desain (Pattern Making)
·    Menganalisis desain
·    Menganalisis bentuk tubuh
·    Mengukur

Menggambar busana (Fashion drawing)
·    Menyiapkan tempat kerja (meja, alat dan lain-lain
·    Menggambar busana
·    Menyelesaikan gambar busana

Memilih/membeli bahan baku busana sesuai desain (material)
·    Merencanakan persiapan dan waktu pemilihan/pembelian bahan baku
·    Mengidentifikasi jenis bahan utama (fashion fabric)
·    Mengidentifikasi jenis bahan pelapis
·    Menentukan bahan pelengkap
·    Menyusun rencana belanja
·    Menyediakan bahan utama dan pelengkap

Membuat pola busana sesuai dengan teknik konstruksi (Pattern Making)
·    Menggambar pola dasar
·    Mengubah pola dasar sesuai desain
·    Memeriksa pola
·    Menggunting pola
·    Melakukan uji coba pola
·    Menyimpan pola
Level Kualifikasi
Kompetensi
Sub Kompetensi
Operator jahit (penjahit)
Melakukan pengepresan (pressing)
·    Menyiapkan tempat dan alat press
·    Mengerjakan pengepresan
·    Menyerahkan pekerjaan pengepresan
·    Menerapkan praktik keselamatan dan kesehatan kerja

Menjahit dengan mesin (Sewing)
·    Menyiapkan tempat kerja dan alat
·    Menyiapkan mesin jahit
·    Mengoperasikan mesin jahit
·    Menjahit bagian-bagian busana

Menyelesaikan busana dengan jahitan tangan (Embroidery)
·    Menyiapkan tempat kerja dan alat
·    Membuat desain hiasan busana
·    Memindahkan desain hiasan pada busana/kain
·    Mengemas busana/kain yang sudah dihias
·    Menyimpan

Melakukan penyelesaian akhir busana (Finishing)
·    Menyeterika busana
·    Mengemas busana
·    Menyimpan

Memelihara alat jahit (Maintenance & Repair)
·    Menyiapkan alat dan tempat kerja
·    Memelihara dan memperbaiki alat jahit dan alat Bantu jahit
Operator Potong (Tukang potong)
Memotong bahan (cutting)
·    Menyiapkan tempat kerja (meja, alat dan lain-lain)
·    Menyiapkan bahan
·    Meletakkan pola di atas bahan
·    Memotong
·    Memindahkan tanda-tanda pola pada bahan
·    Mengemas
Operator Pola (Pembuat pola)
Membuat pola busana dengan teknik konstruksi di atas kain (Pattern Making)
·    Melakukan persiapan pembuatan pola di atas kain/bahan
·    Membuat pola di atas kain/bahan
·    Memeriksa pola

Membuat pola busana dengan teknik kombinasi (Pattern Making)
·    Melakukan persiapan tempat dan alat
·    Membuat pola dengan teknik kombinasi
·    Memeriksa pola
·    Menggunting pola
·    Melakukan uji coba pola
·    Menyimpan pola

Membuat pola dasar busana dengan teknik drapping
·    Melakukan persiapan drapping
·    Memulir/drapping bahan sesuai ukuran
·    Menyelesaikan pola dasar drapping sesuai ukuran
·    Menyimpan pola
3. Strategi pembelajaran
            Strategi pembelajaran ini berkaitan dengan cara atau sistem penyampaian isi kurikulum dalam upaya pencapaian tujuan yang telah dirumuskan. Keberhasilan aktivitas belajar peserta didik banyak dipengaruhi oleh strategi mengajar yang digunakan oleh guru.
            Pendekatan pembelajaran yang diterapkan di SMK adalah pembelajaran berbasis kompetensi. Pendekatan pembelajaran ini harus menganut pembelajaran tuntas (mastery learning) untuk dapat menguasai sikap (attitude), ilmu pengetahuan (knowledge) dan keterampilan (skills) agar dapat bekerja sesuai profesinya seperti yang dituntut suatu kompetensi. Untuk dapat belajar secara tuntas, dikembangkan prinsip pembelajaran sebagai berikut :
a. Learning by doing (belajar melalui aktivitas/kegiatan nyata, yang memberikan pengalaman belajar bermakna), dikembangkan menjadi pembelajaran berbasis produksi
b. Individualized learning (pembelajaran dengan memperhatikan keunikan setiap individu) dilaksanakan dengan sistem modular.

4. Evaluasi
            Komponen evaluasi ini ditujukan untuk menilai pencapaian tujuan yang telah ditetapkan dan menilai proses implementasi kurikulum secara keseluruhan termasuk juga menilai kegiatan evaluasi itu sendiri. Hasil dari evaluasi ini dapat dijadikan umpan balik untuk mengadakan perbaikan dan penyempurnaan pengembangan komponen-komponen kurikulum. Pada akhirnya evaluasi ini dapat dijadikan sebagai masukan bagi penentuan kebijakan pengambilan keputusan kurikulum khususnya dan pendidikan umumnya, baik bagi para pengembang kurikulum, para pemegang kebijakan pedidikan maupun bagi para pelaksana kurikulum pada tingkat lembaga pendidikan atau sekolah.
            Evaluasi hasil belajar peserta didik di SMK pada dasarnya merupakan bagian integral dari proses pembelajaran, yang diarahkan untuk menilai kinerja peserta didik (memantau proses, kemajuan dan perbaikan hasil belajar) secara berkesinambungan. Pelaksanaan penilaian dapat dilakukan secara langsung pada saat peserta didik melakukan aktivitas belajar, maupun secara tidak langsung melalui bukti hasil belajar sesuai dengan kriteria kinerja (performance criteria). Oleh karena itu sistem penilaian untuk program produktif menitikberatkan pada penilaian hasil belajar berbasis kompetensi (competency based assessment).

C. Model Konsep Kurikulum SMK Program Keahlian Tata Busana
            Model konsep kurikulum yang dapat dijadikan dasar di dalam pengembangan kurikulum terdiri dari empat model. Sesuai dengan yang dikemukakan Syaodih (2001), yaitu : Model konsep kurikulum dari teori pendidikan klasik disebut kurikulum subjek akademis, pendidikan pribadi disebut kurikulum humanistik, teknologi pendidikan disebut kurikulum teknologis dan pendidikan interaksionis disebut kurikulum rekonstruksi sosial.
            Kurikulum subjek akademis bersumber dari pendidikan klasik (perenialisme dan esensialisme) yang berorientasi pada masa lalu. Kurikulum ini lebih mengutamakan isi pendidikan, sehingga belajar menekankan untuk berusaha menguasai ilmu sebanyak-banyaknya. Dalam model konsep kurikulum ini, pendidikan berfungsi untuk memelihara dan mewariskan hasil-hasil budaya masa lalu. Dalam perkembangan kurikulum Subjek Akademis terdapat tiga pendekatan, yaitu : Pendekatan pertama, melanjutkan pendekatan struktur pengetahuan. Pendekatan kedua, adalah studi yang bersifat integratif. Pendekatan ketiga, adalah pendekatan yang dilaksanakan pada sekolah-sekolah fundamentalis.
            Kurikulum humanistik dikembangkan oleh para ahli pendidikan humanistik, berdasarkan konsep aliran pendidikan pribadi (personalized education) oleh Dewey (Progressive Education) dan oleh Rousseau (Romantic Education). Para ahli pendidikan humanistik bertolak dari asumsi bahwa anak atau siswa adalah yang pertama dan utama dalam pendidikan, sehingga kurikulum humanistik lebih memberikan tempat utama kepada siswa. Siswa dipandang sebagai subjek yang menjadi pusat kegiatan pendidikan, siswa memiliki potensi, kemampuan dan kekuatan untuk berkembang.
            Kurikulum rekonstruksi sosial lebih memusatkan perhatian pada problema-problema yang dihadapinya dalam masyarakat, karena tujuan utama dari kurikulum rekonstruksi sosial adalah menghadapkan para siswa pada tantangan, ancaman, hambatan-hambatan atau gangguan yang dihadapi manusia.
            Kurikulum teknologis ada persamaannya dengan aliran pendidikan klasik, yaitu menekankan isi kurikulum, tetapi diarahkan bukan pada pemeliharaan dan pengawetan ilmu tetapi pada penguasaan kompetensi.  Suatu kompetensi yang besar diuraikan menjadi kompetensi yang lebih sempit atau khusus dan akhirnya menjadi perilaku-perilaku yang dapat diamati dan diukur.
            Dari penjelasan keempat model konsep kurikulum di atas, maka dapat dikategorikan bahwa kurikulum pendidikan kejuruan diantaranya Kurikulum SMK program keahlian Tata Busana menganut model konsep kurikulum teknologis. Karena apabila dikaji dari tujuan, isi kurikulum, strategi pembelajaran dan evaluasi yang dilaksanakan di SMK program keahlian Tata Busana sejalan dengan ciri-ciri kurikulum yang dikembangkan dari konsep teknologi pendidikan (Syaodih, 2001), sebagai berikut :
1. Tujuan diarahkan pada penguasaan kompetensi, yang dirumuskan dalam bentuk perilaku. Tujuan yang bersifat umum yaitu kompetensi dirinci menjadi tujuan-tujuan khusus, yang disebut objektif (tujuan instruksional). Objektif ini menggambarkan perilaku, perbuatan atau kecakapan-keterampilan yang dapat diamati atau diukur.
2. Metode yang merupakan kegiatan pembelajaran sering dipandang sebagai proses mereaksi terhadap perangsang-perangsang yang diberikan dan apabila terjadi respon yang diharapkan, maka respons tersebut diperkuat.
3. Bahan ajar atau kurikulum banyak diambil dari disiplin ilmu, tetapi telah diramu sedemikian rupa sehingga mendukung penguasaan sesuatu kompetensi. Bahan ajar atau kompetensi yang luas/besar dirinci menjadi bagian-bagian atau sub kompetensi yang lebih kecil, yang menggambarkan objektif. Urutan dari objektif ini pada dasarnya menjadi inti organisasi bahan
4. Kegiatan evaluasi dilakukan pada setiap saat, pada akhir suatu pelajaran, suatu unit ataupun semester. Fungsi evaluasi ini bermacam-macam, sebagai umpan balik bagi siswa dalam penyempurnaan penguasaan suatu satuan pelajaran (evaluasi formatif), umpan balik bagi siswa pada akhir suatu program atau semester (evaluasi sumatif). Juga dapat menjadi umpan balik bagi guru dan pengembang kurikulum untuk penyempurnaan kurikulum.
            Sejalan dengan perkembangan ilmu dan teknologi, menunjukkan bahwa pendidikan kejuruan senantiasa berupaya melakukan penyesuaian terhadap perkembangan jaman. Untuk lebih jelasnya, perubahan orientasi kurikulum pendidikan kejuruan dapat ditampilkan pada tabel berikut.

Kurikulum
Orientasi
1964 STM
1968 SMEA
Pendekatan kebutuhan masyarakat akan pendidikan (social demand approach) : 1) bertujuan agar siswa dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi sekaligus dipersiapkan untuk memasuki dunia kerja, 2) lebih berorientasi pada isi (subject matter), 3) dokumen kurikulum hanya berbentuk struktur program, dan 4) bobot praktik kejuruan berkisar antara 5 – 20 % dari keseluruhan program pendidikan.
1972 STM
Pembangunan,
1973 SMEA
Pembina
Pendekatan kebutuhan tenaga kerja (manpower demand approach) dilaksanakan secara terbatas, proses mencari bentuk yang tepat untuk pendidikan teknisi industri. Kurikulum 1964 dan 1968 masih diberlakukan
1976
Pendekatan kebutuhan tenaga kerja (untuk sekolah yang belum memperoleh peralatan praktik), mempunyai ciri : 1) bertujuan untuk menyiapkan siswa untuk memasuki dunia kerja (program terminal), 2) lebih berorientasi pada hasil, 3) lebih menekankan pada CBSA, 4) bobot praktik kejuruan berkisar 40 – 50 % dari keseluruhan program pendidikan, 5) Teori kejuruan terpisah dari praktik kejuruan.
1984
Pendekatan humaniora yang memadukan ranah kognitif, afektif, dan psikomotor; teori dan praktik dikemas dalam satu semester; pihak industri terlibat dalam Forum Pendidikan Kejuruan. Berorientasi pada keterampilan proses, menyiapkan lulusan untuk bekerja tapi diberi kebebasan untuk melanjutkan, dapat pindah jurusan/program studi, siswa berpeluang mendapat kredit maksimal. Teori kejuruan diintegrasikan ke dalam praktik kejuruan dan menggunakan sistem kredit.
1994
Pendekatan kurikulum berbasis kompetensi (competence-base curriculum), luas, kuat dan mendasar (broad-based curriculum). Berorientasi pada kebutuhan dunia kerja dan validasi dilakukan bersama-sama dengan dunia kerja untuk mengetahui keterampilan yang diperlukan (aktif). Menerapkan sistem unit produksi dan institusi pasangan (PSG).



Kurikulum
Orientasi
1999
Perubahan orientasi dari supply-driven ke demand/market-driven, dari mata pelajaran/topik pembelajaran ke kompetensi, dari pengukuran tingkat hasil belajar ke pengukuran kompetensi, dari belajar “hanya” di SMK menjadi belajar di SMK dan di industri, dari SMK yang “berdiri sendiri” ke SMK sebagai bagian tak terpisahkan dari Politeknik, BLK, kursus-kursus, dan lembaga Diklat lainnya. Perubahan ke arah ini telah dimulai.
2004
Pemenuhan permintaan pasar, rancangan pendekatan pengembangannya dengan menerapkan : pendekatan akademik, pendekatan kecakapan hidup (life skill), kurikulum berbasis kompetensi (Competency Based Curriculum), kurikulum berbasis luas dan mendasar (Broad Based Curriculum)


D. Model Pengembangan Kurikulum SMK Program Keahlian Tata Busana
            Kurikulum termasuk di dalamnya rancangan program pembelajaran/diklat untuk dapat diimplementasikan di lapangan, perlu dirancang selaras dengan kondisi dan kebutuhan lingkungan khususnya dunia kerja (dunia usaha dan industri). Proses penyelarasan kurikulum sebenarnya merupakan tahapan penentuan model pengembangan kurikulum yang harus sesuai dengan kebutuhan dan tututan IPTEKS.
            Kurikulum yang dberlakukan pada SMK program keahlian Tata Busana saat ini adalah kurikulum tahun 2006 untuk kelompok normatif dan adaptif, sedangkan khusus untuk kelompok produktif masih menggunakan kurikulum tahun 2004 yang dikembangkan oleh sekolah (desentralisasi) dengan mengacu pada Standar Kompetensi Nasional Bidang Keahlian Tata Busana. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa model pengembangan kurikulum SMK adalah grass roots model, karena dalam penyelarasan KTSP SMK diterapkan kolaborasi dengan dunia usaha/industri dan komite sekolah khususnya dalam menyepakati rumusan-rumusan kurikulum yang siap diimplementasikan.
            Dalam model pengembangan kurikulum yang bersifat grass roots; seorang guru, sekelompok guru atau keseluruhan guru di suatu sekolah mengadakan upaya pengembangan kurikulum. Pengembangan atau penyempurnaan ini dapat berkenaan dengan suatu komponen kurikulum, satu atau beberapa bidang studi ataupun seluruh bidang studi dan seluruh komponen kurikulum. Apabila kondisinya telah memungkinkan, baik dilihat dari kemampuan guru-guru, fasilitas, biaya maupun bahan-bahan kepustakaan, pengembangan kurikulum model grass roots akan lebih baik. Kondisi ini didasarkan atas pertimbangan bahwa guru adalah perencana, pelaksana dan penyempurna dari pengajaran di kelas.
            Strategi penerapan model grass roots perlu dipertimbangkan khususnya dalam pengembangan kurikulum program produktif di SMK, karena panduan pengembangan KTSP yang dirumuskan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) untuk kurikulum SMK baru memuat pengembangan kelompok normatif dan adaptif. Sedangkan untuk program produktif diserahkan kepada satuan pendidikan, yang harus disesuaikan dengan karakteristik program keahlian dan potensi dunia usaha.industri yang menjadi institusi pasangan di lapangan dalam kegiatan pembelajaran di dunia kerja (pelatihan berbasis industri). Mulyasa (2006) mengungkapkan bahwa KTSP perlu diterapkan oleh setiap satuan pendidikan, terutama berkaitan dengan aspek-aspek sebagai berikut :
1. Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman bagi dirinya sehingga dia dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya yang tersedia untuk memajukan lembaganya
2. Sekolah lebih mengetahui kebutuhan lembaganya, khususnya input pendidikan yang akan dikembangkan dan didayagunakan dalam proses pendidikan sesuai dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan peserta didik.
3. Pengambilan keputusan yang dilakukan oleh sekolah lebih cocok untuk memenuhi kebutuhan sekolah karena pihak sekolahlah yang paling tahu apa yang terbaik bagi sekolahnya
4. Keterlibatan semua warga sekolah dan masyarakat dalam pengembangan kurikulum menciptakan transparansi dan demokrasi yang sehat, serta lebih efisien dan efektif bilamana dikontrol oleh masyarakat setempat
5. Sekolah dapat bertanggung jawab tentang mutu pendidikan masing-masing kepada pemerintah, orang tua peserta didik, dan masyarakat pada umumnya, sehingga dia akan berupaya semaksimal mungkin untuk melaksanakan dan mencapai sasaran KTSP.
6. Sekolah dapat melakukan persaingan yang sehat dengan sekolah-sekolah lain untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui upaya-upaya inovatif dengan dukungan orang tua peserta didik, masyarakat dan pemerintah daerah setempat
7. Sekolah dapat secara cepat merespon aspirasi masyarakat dan lingkungan yang berubah dengan cepat, serta mengakomodasinya dalam KTSP.

E. Model dan Pendekatan Pembelajaran Keahlian Tata Busana di SMK
1. Model Pembelajaran
            Model pembelajaran yang dapat dikembangkan di SMK dapat dipilih dari rumpun yang berhubungan dengan perilaku (behavioral), karena di SMK pada intinya mendasarkan pada teori pembelajaran behaviorism. Teori ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar, yang menjadi prinsip dalam pembelajaran keahlian Tata Busana di SMK. Model mengajar dari rumpun sistem tingkah laku (the behavioral systems family of models, Joyce : 2000) yang dapat diterapkan di SMK diantaranya adalah belajar tuntas.
            Belajar tuntas merupakan suatu kerangka dalam merencanakan pembelajaran yang berurutan, dirumuskan oleh John B. Carroll (1971) dan Benyamin Bloom (1971). Belajar tuntas disajikan secara ringkas dan menarik untuk meningkatkan pencapaian hasil belajar (kinerja) peserta didik. Secara tradisional, kecerdasan dianggap sebagai karakter yang berhubungan dengan hasil belajar peserta didik. Carroll memandang kecerdasan sebagai sejumlah waktu yang digunakan seseorang untuk belajar dibanding kapasitasnya untuk menguasai bahan ajar. Dalam pandangan Carroll, peserta didik yang mempunyai penguasaan bahan ajar dibanding dengan peserta didik yang mempunyai kecerdasan lebih tinggi.
            Bloom mengubah pandangan Carroll ke dalam sebuah sistem dengan mengikuti karakteristik :
a. Penguasaan didefinisikan dalam istilah pencapaian tujuan utama dalam pembelajaran
b. Materi ajar dibagi dalam unit terkecil yang akan dipelajari
c. Penentuan materi ajar dan pemilihan startegi pembelajaran
d. Setiap unit disertai dengan tes diagnostik untuk mengukur kemajuan peserta didik (evaluasi formatif) dan menentukan masalah yang dihadapi masing-masing peserta didik.
e. Hasil tes digunakan untuk memberikan pengajaran pengayaan dan remedial
            Belajar tuntas menurut pembelajaran individual, peserta didik bekerja bebas dengan bahan ajar yang diberikan setiap hari (setiap beberapa hari), tergantung pada kemampuan dan gaya belajarnya. Model belajar tuntas yang dapat diterapkan pada pembelajaran di SMK adalah Individually Prescribed Instructional Program (IPI). Tujuan dari IPI adalah :
1) Memungkinkan setiap peserta didik untuk mempelajari unit bahan ajar yang berurutan
2) Menjadikan setiap peserta didik mencapai derajat penguasaan
3) Mengembangkan inisiatif sendiri dalam belajar
4) Mengembangkan proses problem solving
5) Mendorong evaluasi diri dan motivasi untuk belajar
            Belajar tuntas dapat diterapkan pada pembelajaran di SMK, karena merupakan strategi pembelajaran terstruktur yang bertujuan untuk mengadaptasikan pembelajaran kepada peserta diantara peserta didik. Belajar tuntas dirancang mampu mengatasi kelemahan-kelemahan yang sering melekat pada pembelajaran klasikal, antara lain hanya peserta didik yang pandai yang akan mencapai semua tujuan pembelajaran, sedangkan peserta didik yang kurang pandai hanya mencapai sebagian dari tujuan instruksional. Belajar tuntas juga dirancang untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menguasai pelajaran dan kompetensi yang dipelajarinya sesuai dengan standar, melalui langkah-langkah pembelajaran secara bertahap, utuh, dan tuntas; sehingga memberikan pengalaman belajar yang bermakna (meaningful learning).
            Organisasi pembelajaran tuntas dilakukan dengan tahapan sebagai    berikut :
a) Ditetapkan batas minimal tingkat kompetensi yang harus dikuasai oleh peserta didik
b) Menggunakan pendekatan penilaian acuan patokan (PAP) untuk menilai keberhasilan belajar peserta didik mencapai standar minimal
c) Peserta didik tidak diperkenankan pindah topik atau pekerjaan berikutnya, apabila topik atau pekerjaan yang sedang dipelajarinya belum dikuasai sampai standar minimal
d) Memberikan kemampuan yang utuh, mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap
e) Memberikan kesempatan kepada setiap peserta didik untuk mencapai standar minimal, sesuai dengan irama dan kemampuan belajarnya masing-masing
f) Disediakan program remedial bagi peserta didik yang lambat, dan program pengayaan bagi peserta didik yang lebih cepat menguasai kompetensi
            Penerapan model belajar tuntas pada keahlian Tata Busana di SMK; diperlukan kemampuan dan kreativitas guru di dalam mengkemas kegiatan pembelajaran, baik di sekolah maupun di luar sekolah (industri) sesuai dengan tuntutan standar dunia kerja.

2. Pendekatan pembelajaran
Dalam upaya penerapan model belajar tuntas pada pembelajaran keahlian Tata Busana di SMK, dapat digunakan berbagai pendekatan sebagai berikut :
a. Pelatihan Berbasis Kompetensi (Competency Based Training)
            Pelatihan berbasis kompetensi merupakan proses pengajaran yang perencanaan, pelaksanaan dan penilaiannya mengacu kepada penguasaan kompetensi peserta didik. Tujuan dari pendekatan ini adalah agar kegiatan yang dilakukan dalam proses pengajaran benar-benar mengacu dan mengarahkan peserta didik untuk mencapai penguasaan kompetensi yang telah diprogramkan bersama antara sekolah dengan dunia usaha dan dunia industri.
            Dengan pendekatan pelatihan berbasis kompetensi ini, pembelajaran pada intinya berisi seperangkat kompetensi yang perlu dimiliki peserta didik melalui proses kegiatan pembelajaran yang memiliki ciri sebagai berikut :
1) Kegiatan pembelajaran adalah penguasaan kompetensi oleh peserta didik
2) Proses pembelajaran harus memiliki kesepadanan dengan kondisi dimana kompetensi tersebut akan digunakan
3) Aktivitas pembelajaran bersifat perseorangan (individualized instruction), antara satu peserta didik dengan peserta didik lainnya tidak ada ketergantungan
4) Harus tersedia program pengayaan (enrichment) bagi peserta didik yang lebih cepat dan program perbaikan (remedial) bagi peserta didik yang lebih lamban
            Strategi pembelajaran ini menekankan penguasaan kompetensi sesuai standar yang ditentukan, melalui kegiatan pembelajaran yang dirancang dan dilaksanakan secara terstruktur serta berfokus pada peserta didik (learner focused) melalui penyelesaian tugas/kompetensi (task focused) secara bertahap. Oleh karena itu, dalam penyelenggaraan pembelajaran dengan pendekatan pelatihan berbasis kompetensi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a) Kurikulum harus dikembangkan mengacu kepada standar kompetensi yang ditetapkan oleh industri/asosiasi profesi, dan memuat isi yang menunjang pencapaian kompetensi
b) Modul/bahan ajar harus dikembangkan berdasarkan kurikulum dan standar kompetensi, serta mampu memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengikuti program sesuai dengan tingkat kecepatan yang dimilikinya
c) Guru atau instruktur harus memiliki kompetensi sesuai dengan bidangnya
d) Peserta didik, telah memiliki pengetahuan dasar yang memadai
e) Kegiatan diklat diorganisasi secara tepat agar dapat dilaksanakan secara fleksibel dan memberikan perlakuan secara adil kepada peserta didik sesuai dengan potensi yang dimilikinya
f) Fasilitas harus memadai untuk seluruh peserta didik, baik dari sisi jenis, jumlah dan kualitas
g) Manajemen institusi perlu dikembangkan sesuai dengan semangat pembaharuan
h) Biaya operasional diklat, memadai sesuai kebutuhan operasional dalam pencapaian kompetensi peserta didik

b. Pelatihan Berbasis Produksi (Production Based Training)
            Pelatihan berbasis produksi adalah proses pembelajaran keahlian atau keterampilan dirancang berdasarkan prosedur dan standar bekerja yang sesungguhnya (real job) untuk menghasilkan barang atau jasa sesuai dengan tuntutan pasar atau konsumen.
            Tujuan dari pelatihan berbasis produksi adalah :
1) Membekali peserta dengan kompetensi yang sepadan dengan tuntutan dunia kerja, sekaligus menghasilkan produk/jasa yang laku dijual.
2) Menanamkan pengalaman produktif dan mengembangkan sikap wirausaha, melalui pengalaman langsung memproduksi barang atau jasa yang berorientasi pasar (konsumen)
            Pelaksanaan pelatihan berbasis produksi di SMK antara lain :
a) Pelatihan berbasis produksi dilaksanakan bekerja sama dengan unit produksi atau institusi pasangan
b) Setiap peserta kelompok, dapat dibagi tugas sesuai dengan jenis pekerjaan dan tingkat kompetensi masing-masing, tetapi tetap dalam prosedur dan standar kerja yang menjamin ketepatan waktu dan mutu hasil pekerjaan yang dituntut oleh konsumen. Jadi setiap peserta/kelompok peserta tidak harus mengerjakan suatu produk/jasa secara keseluruhan
c) Keberhasilan pelatihan berbasis produksi harus didukung oleh : Fasilitas yang siap pakai, Guru/instruktur yang memiliki profesionalisme tinggi, Kesiapan bekerja yang tidak semata-mata bergantung kepada jam kerja sekolah, Sikap menghargai kepada kualitas, dan Sikap komitmen kepada kualitas.
d) Hasil pembelajaran merupakan produk jadi yang layak jual atau bagian-bagian produk (komponen) yang dapat dirakit menjadi produk yang layak jual
            Dengan kriteria pembelajaran tersebut di atas, pada dasarnya desain yang lebih memungkinkan adalah mengintegrasikan pelaksanaan pelatihan berbasis produksi dengan penyelenggaraan unit produksi sekolah. Kondisi ini sejalan dengan tujuan penyelenggaraan unit produksi, yaitu :
(1) Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengerjakan praktik yang berorientasi pasar
(2) Mendorong peserta didik dan guru dalam pengembangan wawasan ekonomi dan kewirausahaan
(3) Memperoleh tambahan dana untuk membantu mengatasi kekurangan biaya operasional sekolah, terutama digunakan untuk perawatan dan perbaikan fasilitas
(4) Meningkatkan pendayagunaan sumber daya pendidikan yang ada di sekolah
(5) Meningkatkan kreativitas peserta didik dan guru
(6) Dapat mengembangkan pengetahuan dan keterampilan peserta didik, terutama menyangkut keterampilan yang diperlukan untuk mengerjakan pesanan masyarakat, sehingga diharapkan dapat lebih cepat menyesuaikan diri terhadap dunia kerja.

c. Pelatihan berbasis industri (Pembelajaran di dunia kerja)
            Pembelajaran di dunia kerja adalah suatu strategi dimana setiap peserta mengalami proses belajar melalui bekerja langsung (learning by doing) pada pekerjaan yang sesungguhnya. Pelaksanaannya dinamakan Pendidikan Sistem Ganda (PSG)/Praktek Industri sesuai dengan bidang keahlian yang dikembangkan. PSG adalah suatu bentuk penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan keahlian kejuruan yang memadukan secara sistematik dan sinkron program pendidikan di sekolah dan program penguasaan keahlian yang diperoleh melalui bekerja langsung di dunia kerja, terarah untuk mencapai suatu tingkat keahlian profesional tertentu.
            Dalam pelaksanaan PSG, kedua belah pihak secara sungguh-sungguh terlibat dan bertanggung jawab mulai dari tahap peencanaan program, tahap penyelenggaraan, sampai pada tahap penilaian dan penentuan kelulusan peserta didik, serta upaya pemasaran tamatannya. Mengingat iklim kerja yang ada di sekolah berbeda dengan yang terjadi di dunia kerja, maka sekolah harus benar-benar menyiapkan peserta sesuai dengan karakteristik dan tuntutan dunia kerja tempat berlatih. Bukan hanya menyangkut dasar-dasar kompetensi, tetapi juga menyangkut kesiapan fisik, mental, wawasan dan orientasi kerja yang benar.
            Pemahaman peraturan ketenagakerjaan secara umum dan tertib (disiplin) pekerja di tempat mereka akan bekerja dan orientasi tempat bekerja, termasuk pengenalan keselamatan kerja dan proses produksi, melalui pendekatan pelatihan berbasis industri ini peserta diharapkan :
1) Mampu menyesuaikan diri dengan lingkkungan dunia kerja yang sesungguhnya
2) Memiliki tingkat kompetensi terstandar sesuai dengan yang dipersyaratkan oleh dunia kerja
3) Menjadi tenaga kerja yang berwawasan mutu ekonomi, bisnis, kewirausahaan dan produktif
            Pelatihan berbasis industri pada dasarnya memiliki nilai kebermaknaan lebih tinggi, terutama dalam memberikan pengalaman secara langsung kepada peserta didik. Pelatihan berbasis industri ini dapat memberikan pengalaman belajar dan bekerja bagi peserta didik sesuai dengan dunia nyata pada dunia kerja sesuai dengan keahlian yang dimiliki, sehingga lulusan pendidikan kejuruan mampu bersaing untuk bekerja pada dunia usaha atau industri sesuai dengan bidang keahlian yang dikuasainya.

0 Response to "MODEL KURIKULUM PENDIDIKAN KEJURUAN SMK PROGRAM KEAHLIAN TATA BUSANA "

Posting Komentar