loading...

PENINGKATAN APRESIASI BUDAYA DALAM PROSES PENDIDIKAN DENGAN KEBUDAYAAN DALAM PRADIGMA BARU PENDIDIKAN NASIONAL


Semangat reformasi memberikan banyak harapan bagi seluruh rakyat  Indonesia. Salah satu harapan yang paling besar dari keberadaan reformasi adalah bidang pendidikan. Betapa pada era orde baru, pendidikan kerap kali dijadikan sebagai alat hegernoni kekuasaan pada saat itu, upaya melakukan pembunuhan daya kritik masyarakat, atau dalam pandangan Ivan Illich yaitu pendidikan pembodohan, karena peserta didik dibawa pada kesadaran nisbi/naif yaitu kesadaran yang tidak berbasis pada nilai kritis yang rnendalam terhadap pengetahuan yang diperoleh.

Salah satu tekad yang selalu di paparkan dalam berbagai gerakan reformasi yaitu, membangun suatu karakter masyarakat Indonesia baru, yaitu masyarakat yang demokratis. Masyarakat yang dimaksud dalam pandangan ini berupa masyarakat yang cerdas, kritis dan memiliki karakter yang baik. Manusia yang cerdas bukan saja  cerdas intelektual, tetapi juga memiliki berbagai kecerdasan, yaitu: kecerdasan emosional, kecerdasan etika, dan estetika. 

Dengan demikian,  masyarakat yang cerdas sebagai harapan Indonesia baru adalah manusia yang terdidik dan berbudaya, educated and civilized human being, yaitu Proses mengernbangkan rnanusia yang terdidik dan memiliki budaya dan menjaga peradaban manusia yang lebih baik (Tilaar ,2004:197). bagaimana paradigma baru reforrnasi pendidikan nasional itu? Menjawab pertanyaan mendasar tersebut, merujuk pada konsep yang ditawarkan oleh Tilaar (2004:209), bahwa paradigma baru reformasi pendidikan nasional harus didasarkan kepada:
  1. Kebudayaan Indonesia yang bhirrneka dan merupakan suatu totaritas milik bangsa lndonesia.
  2. Kebhinekaan budaya Nusantara yang menuntut eksistensi, artinya menuntut pemeliharaan dan komitmen untuk menyumbang sebagai sumbangan unsur-unsur budaya lokar bagi terwujudnya budaya nasional.
Apa yang diutarakan oleh Tiraar tersebut, rnendapat dukungan dari pakar pendidikan lainnya. Kornaruddin (2009: 51), menuturkan bahwa pendidikan yang baik adarah pendidikan yang berorientasi dan  berbasis pada kondisi kebudayaan nasional. Artinya bagaimanapun arus perkembangan teknologi dan informasi sebagai tuntutan zaman bagi perubahan pendidikan untuk mengejar ketertinggalan bangsa kita, tidak bisa dipisahkan dari nilai – nilai budaya yang telah merekat pada masyarakat. 

Perbedaan suku, agama dan bahasa, begitu pula dengan kondisi negara yang terdiri dari ribuan pulau, tetapi sampai saat ini  masih tetap utuh dalam satu kesatuan yaitu bangsa Indonesia. Fakta ini tidak terlepas dari pemahaman dan implernentasi yang utuh dalam kehidupan berbangsa. jika pernahaman dan kesatuan budaya nasional tidak lagi menjadi pilar dalam pendidikan nasional maka ancaman perpecahan dan disintegrasi bangsa semakin terbuka. oleh karena itu, arah baru bagi pendidikan di era reforrnasi adalah rnelakukan revitalisasi dan reposisi budaya nasional dan budaya lokal dalam proses pendidikan nasional. 

Paradigrna baru reformasi pendidikan nasional yang berdasarkan kebudayaan nasional, harus dirurnuskan dalarn bentuk visi dan misi serta program pendidikan nasional yang selanjutnya perlu dijabarkan dalam berbagai program lembaga kehidupan bermasyarakat termasuk lembaga pendidikan. Pendidikan harus marnpu menerjemahkan dalam aspek operasional teknis yang berbasis pada kebudayaan masyarakat. salah satu diantaranya penguatan fungsi lembaga-lembaga pendidikan baik dalam skala nasional, propinsi, kabupaten maupun di pedesaan yang lebih dekat dan berhubungan langsung dengan masyarakat.

Pemahaman tentang lembaga-lernbaga pendidikan adalah lembaga pendidikan informal (keluarga), lembaga pendidikan formal (sekolah), dan lembaga pendidikan nonformal (di lingkungan masyarakat), semuanya satu kesatuan lembaga pendidikan yang tidak boleh dipisahkan (Hasbullah, 2009). Keseluruhan lembaga tersebut dipandang sebagai satu kesatuan sistem, bagian dari pranata social yang menjadi tumpuan kesinambungan hidup bersarna yang diikat oleh nilai-nilai kebudayaan. Menurut Tilaar (2004), pendidikan tanpa nilai-nilai kebudayaan maka seyogyanya katanya lembaga tersebut perlu diberi hak hidup di negeri ini. singkatnya, lembaga pendidikan berbasis pada kebudayaan adalah suatu keharusan.

Keberadaan lernbaga-lembaga pendidikan, jika dilihat dari segi fungsinya ada 3, yaitu: 
(1) melestarikan budaya, 
(2) melakukan formulasi budaya, dan 
(3) mengembangkan budaya baru. proses pelestarian dilakukan dalam bentuk transformasi budaya dari leluhur baik melalui bahasa tulisan maupun bahasa lisan kepada generasi muda. 

Proses transformasi nilai-nilai budaya dilakukan melalui dua prinsip, yaitu : Pertama, pengakuan adanya kenyataan budaya yang dirniliki oleh masyarakat indonesia, Kedua, nilai-nitai budaya yang ada di dalam masyarakat Indonesia yang bhinneka perlu dipilah-pilah untuk memilih nilai-nilai yang luhur yang perlu dipertahankan serta meninggalkan nilai-nilai yang tidak berfungsi lagi dalam menghadapi perubahan. 

Tilaar (2004: 201) menuturkan bahwa asumsi transformasi budaya berupa adanya fungsi-fungsi imanen dan transenden. Fungsi imanen yaitu memelihara nilai-nilai luhur di dalam kebudayaan. Fungsi ini dalam pandangan Padit (2007) menyebutnya dengan fungsi transmisi budaya yaitu rnernelihara atau pendidikan sebagai pewaris budaya. 

Sedangkan fungsi transenden yaitu memilah – milah nilai-nilai yang ada untuk disesuaikan dengan perkembangan zaman dan tuntutan perubahan kehidupan masyarakat modern.
Proses pengembangan budaya baru, dilakukan melalui pengembangan inovasi dalam bentuk produk baru, aturan baru, dan aktivitas baru. Contoh: Disain pakaiary disain rumah, penemuan jenis pupuk, sistem panenan padi rnemakai alat perontok rnenggantikan ani – ani.

0 Response to "PENINGKATAN APRESIASI BUDAYA DALAM PROSES PENDIDIKAN DENGAN KEBUDAYAAN DALAM PRADIGMA BARU PENDIDIKAN NASIONAL"

Posting Komentar