Ketika orang akan mengerjakan sesuatu, maka orang tersebut
mestinya menetapkan sasaran yang hendak dicapai. Untuk mencapai sasaran itu
seseorang memilih pendekatan yang tepat sehingga diperoleh hasil yang optimal,
berhasil guna dan tepat guna. Sejalan dengan hal tersebut makna pendekatan
adalah cara yang ditempuh guru dalam pelaksanaan pembelajaran agar konsep yang
disajikan bisa beradaptasi dengan siswa.
Pendekatan induktif-deduktif adalah pendekatan yang
memadukan proses berfikir induktif dengan deduktif. Suherman (2002: 5):
Menyatakan bahwa penyajian bahan pelajaran dari contoh-contoh yang bersifat
khusus, kemudian siswa dituntun untuk membuat kesimpulan disebut pendekatan
induktif. Sebaliknya, dari suatu aturan (definisi, teorema) yang bersifat umum
dilanjutkan dengan contoh disebut pendekatan deduktif.
Walaupun matematika itu menggunakan penalaran deduktif,
proses kreatif penemuan konsep-konsep baru juga terjadi kadang-kadang
menggunakan penalaran induktif, intuisi, bahkan dengan coba-coba (trial
and error). Namun pada akhirnya penemuan dari proses tersebut harus
diorganisasikan dengan pembuktian secara deduktif (Hudoyo, 2001: 48).
Mengenai hal di atas, Chapman (dalam Utari, 1987: 35)
menuturkan bahwa pada dasarnya berfikir induktif tidak mengurangi kemampuan
deduksi seseorang. Karena meskipun hampir sebagian besar semula orang berfikir
induktif, begitu data ditemukan, mereka cenderung segera mengungkapkannya dalam
bentuk yang deduktif. Sejalan dengan itu Utari (1987: 35): Menegaskan bahwa
dalam pengembangan matematika, induksi dan deduksi merupakan kegiatan yang
saling melengkapi.
Salah satu teori atau pandangan yang sangat terkenal
berkaitan dengan teori belajar konstruktivisme adalah teori perkembangan mental
Piaget. Teori ini biasa juga disebut teori perkembangan intelektual atau teori
perkembangan kognitif. Teori yang dikembangkan oleh Piaget berkenaan dengan
kesiapan anak untuk belajar yang dikemas dalam tahap-tahap perkembangan
intelektual anak dari lahir hingga dewasa. Setiap tahapannya memiliki karakteristik
tertentu dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan.
Selanjutnya, Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis
pertama (1989: 159): Menegaskan bahwa pengetahuan tersebut dibangun dalam
pikiran anak melalm asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah proses mengabsorbsi
pengalaman-pengalaman baru ke dalam skema yang sudah dimiliki. Sedangkan
akomodasi adalah proses mengabsobrsi pengalaman-pengalaman baru dengan jalan
mengadakan modifikasi skema yang ada atau bahkan membentuk pengalaman yang
benar-benar baru (Hudoyo, 2001: 67).
Suparno (2001): Mengemukakan pengertian akomodasi, yaitu
proses mental yang meliputi pembentukan skema baru yang cocok dengan rangsangan
baru, atau memodifikasi skema yang sudah ada sehingga cocok dengan rangsangan
tersebut. Proses akomodasi ini secara tidak langsung mengasah kreativitas
siswa.
Hudoyo ( 2001: 71): Mendefinisikan belajar matematika
sebagai proses di mana siswa secara aktif mengkonstruksi pengetahuan
matematika. Belajar matematika bukanlah suatu proses 'pengepakan' pengetahuan
secara hati-hati, melainkan hal mengorganisir aktivitas, di mana kegiatan ini
diinterpretasikan secara luas termasuk aktivitas dan berfikir konseptual.
Yager (2001): Mengajukan pentahapan yang lebih
lengkap dalam pembelajaran yang didasari teori belajar konstruktivisme antara
lain: tahap eksplorasi pengetahuan awal siswa, tahap penemuan dan penyelidikan
konsep, tahap penguatan, dan tahap aplikasi konsep. Hal ini dapat menjadi
pedoman dalam pembelajaran secara umum, pembelajaran dalam Ilmu Pengetahuan
Alam dan pembelajaran Matematika. Cakupan tersebut didasarkan pada tugas guru
yang tidak mengajarkan mata pelajaran pendidikan agama dan olah raga merupakan
guru kelas.
Tahapan-tahapan tersebut dijelaskan secara ringkas sebagai berikut.
• Tahap pertama,
siswa didorong agar mengemukakan pengetahuan awalnya tentang konsep yang akan
dibahas. Bila perlu, guru memancing dengan pertanyaan problematis tentang
fenomena yang sering dijumpai sehari-hari oleh siswa dan mengaitkannya dengan
konsep yang akan dibahas. Selanjutnya, siswa diberi kesempatan untuk
mengkomunikasikan dan mengillustrasikan pemahamannya tentang konsep tersebut.
• Tahap kedua,
siswa diberi kesempatan untuk menyelediki dan menemukan konsep melalui
pengumpulan, pengorganisasian, dan penginterprestasian data dalam suatu
kegiatan yang telah dirancang oleh guru. Secara keseluruhan pada tahap ini akan
terpenuhi rasa keingintahuan siswa tentang fenomena dalam lingkungannya.
• Tahap ketiga,
siswa memikirkan penjelasan dan solusi yang didasarkan pada hasil observasi
siswa, ditambah dengan penguatan guru. Selanjutnya, siswa membangun pemahaman
baru tentang konsep yang sedang dipelajari.
• Tahap keempat,
guru berusaha menciptakan iklim pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat
mengaplikasikan pemahaman konseptualnya, baik melalui kegiatan maupun melalui
pemunculan masalah-masalah yang berkaitan dengan isu-isu dalam lingkungan
tersebut.
Teori berikutnya yang menjadi dasar dari pendekatan induktif
– deduktif adalah teori Bruner. Jerome Bruner dalam teorinya menyatakan bahwa
belajar matematika akan lebih berhasil jika proses pengajaran diarahkan kepada
konsep-konsep dan struktur-struktur yang termuat dalam pokok bahasan yang
diajarkan, disamping hubungan yang terkait antara konsep-konsep dan
struktur-struktur yang termuat dalam pokok bahasan yang diajarkan, di samping
hubungan yang terkait antara konsep-konsep dan struktur-struktur.
Dengan mengenal konsep dan struktur dalam bahan yang sedang
dibicarakan, anak akan memahami materi yang harus dikuasainya itu. Ini
menunjukkan bahwa materi yang memiliki pola tertentu akan lebih mudah dipahami
dan diingat oleh anak.
Dari hasil pengamatan-pengamatan di lapangan, Bruner (dalam
Tim MKPBM Jurusan Pendidikan Matematika, 2001: 45) mengemukakan empat dalil
yang disebut dalil Bruner yang menjadi dasar dari pendekatan induktif-deduktif,
yaitu dalil penyusunan, dalil notasi, dalil pengontrasan dan keanekaragaman,
serta dalil pengaitan. Keempat dalil tersebut dijelaskan secara ringkas seperti
berikut ini.
a. Dalil penyusunan
Dalil ini menyatakan bahwa jika anak ingin mempunyai
kemampuan dalam hal menguasai konsep, teorema, definisi dan semacamnya. anak harus
dilatih untuk melakukan penyusunan representasinya. Maksudnya, anak belajar
menyusun masalah yang dikemukakan, data-data yang diketahui, bagaimana menjawab
permasalahan dengan konsep yang sudah ada.
b. Dalil notasi
Dalil notasi mengungkapkan bahwa dalam penyajian konsep,
notasi memegang peranan penting. Menurut dalil ini, pada waktu konsep disajikan
hendaklah menggunakan notasi konsep yang sesuai dengan tingkat perkembangan
mental anak.
c. Dalil
pengontrasan dan keanekaragaman
Untuk dipahami dengan mendalam diperlukan contoh-contoh yang
banyak, sehingga anak mampu mengetahui karakteristik konsep tersebut. Anak
diberikan contoh-contoh yang memenuhi rumusan, teorema atau sifat dan
contoh-contoh yang tidak memenuhi konsep rumusan, teorema atau sifat yang
diberikan. Pemberian contoh-contoh yang demikian adalah upaya pengontrasan.
d. Dalil pengaitan
Menurut dalil ini siswa hendaknya diberi kesempatan untuk
melihat kaitan-kaitan antara konsep dengan konsep lain, antara topik dengan
topik lain, antara cabang matematika dengan cabang matematika lain.
Bruner terkenal dengan metode penemuan (1988: 155): Yang
dimaksud dengan menemukan adalah menemukan lagi (discovery), bukan
menemukan yang sama sekali baru(invention). Oleh karena itu mata
pelajaran tidak disajikan dalam bentuk final dan siswa diwajibkan melakukan
aktivitas mental dalam memahami mated tersebut. Di sini guru bertindak sebagai
fasilitator. Dengan partisipasi aktif siswa. maka konsep atau pun teorema yang
dipelajari akan mudah untuk dipahami. Sejalan dengan teori-teori tersebut,
Hudoyo dalam bukunya (2005: 3): Menyatakan bahwa dalam pendekatan
induktif-deduktif konsep yang didefinisikan tidak diberikan dalam bentuk final.
Namun siswa harus mencoba merumuskan sendiri dari hasil pengalamannya dengan
bahasanya sendiri. Sebelum teorema diberikan secara deduktif, terlebih dahulu
disajikan secara induktif.
Dari penuturan di atas jelaslah bahwa pembelajaran yang
diharapkan terjadi adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa. Siswa adalah
subyek utama. Pengetahuan yang akan diperoleh siswa dikonstruksi sendiri oleh
siswa. Dari pengetahuan-pengetahuan awal yang telah siswa dapatkan sebelumnya,
dari obyek-obyek, fenomena-fenomena sederhana diperoleh pengetahuan baru.
Dengan demikian, pendekatan induktif-deduktif adalah proses
penyajian konsep atau prinsip matematika yang diawali dengan pemberian
contoh-contoh menemukan atau mengkonstruksi konsep, mengkonstruksi konjektur,
menelaah konsep, dan memberikan soal-soal sesuai dengan konsep dan prinsip yang
telah diberikan.
Pada dasarnya pembelajaran dengan pendekatan
induktif-deduktif melalui tiga tahapan. yaitu:
1. Fase eksplorasi
Dalam fase ini, siswa menyelidiki suatu fenomena, peristiwa,
karakteristik-karakteristik, pola-pola dengan bimbingan minimal dari guru.
Tujuannya adalah untuk memberikan kesempatan kepada siswa dalam menerapkan
pengetahuan awalnya untuk membentuk minat dan prakarsanya serta tetap menjaga
adanya keingintahuan terhadap topik yang sedang dipelajari. Selama pengalaman
ini, siswa akan memantapkan hubungan-hubungan, mengamati pola-pola,
mengidentifikasi variable-variabel, dan pertanyaan-pertanyaan yang tidak dapat
dipecahkan dengan gagasan atau pola-pola penalaran yang biasa digunakan oleh
siswa. Kemungkinan miskonsepsi dapat tejadi pada tahap ini. Dengan demikian
akan timbul pertentangan dan suatu analisis tentang gagasan yang dikemukakan
sebagai hasil eksplorasi mereka. Siswa diberi kesempatan untuk menjelajahi
ide-ide lama, mengembangkan ide-ide baru, mendeskripsikan fenomena yang mereka
alami menurut bahasa yang paling sederhana yang mereka pahami. Analisis
tersebut mengarahkan siswa pada identifikasi suatu pola keteraturan dari setiap
fenomena yang diselidiki.
2. Fase
pengenalan dan pembentukan konsep
Dalam fase ini guru mengarahkan perhatian siswa pada
aspek-aspek tertentu dari pengalaman eksplorasi. Pada mulanya pelajaran
tersebut harus dijelaskan berdasarkan hasil eksplorasi siswa. Siswa didorong
untuk menemukan pengertian konsep secara tepat. Kunci fase ini adalah
,menampilkan konsep-konsep secara sederhana, jelas, dan langsung. Penjelasan
diberikan dari suatu tindakan atau proses. Setelah siswa dibimbing guru
menemukan konsep yang tepat, siswa diberi kesempatan untuk menyelidiki konsep
lebih lanjut.
3. Fase
aplikasi konsep
Pada fase ini, siswa berlatih menyelesaikan soal-soal yang
berkaitan dengan konsep atau teorema yang telah disepakati oleh seluruh siswa
pada fase sebelumnya. Dalam fase ini pula siswa dapat diberi kesempatan untuk
mengidentifikasi fenomena, pola-pola. problem-problem baru yang dierikan
melalui soal-soal. Selama diskusi dan pertanyaan-pertanyaan. kelompok dan
individu diyakinkan untuk menunjukkan konsep-konsep inti yang diterapkan dalam
konteks yang berbeda. Tujuan pengajaran ini adalah untuk mengasah kemampuan
mentransfer ide-ide. Pada contoh-contoh lain dengan menggunakan konsep inti.
0 Response to "PENGARUH PENDEKATAN INDUKTIF-DEDUKTIF DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA TERHADAP PEMAHAMAN SISWA"
Posting Komentar