BAB I
PENDAHULUAN
Di dalam sejarahnya, bahasa Indonesia telah berkembang
cukup menarik. Bahasa Indonesia yang tadinya hanya merupakan bahasa Melayu
dengan pendukung yang sangat kecil telah berkembang menjadi bahasa Indenesia
yang besar. Bahasa ini telah menjadi bahasa lebih dari 200 juta rakyat di
Nusantara Indonesia. Sebagian besar di antaranya juga telah menjadikan bahasa
Indonesia sebagai bahasa pertama. Bahasa Indonesia yang tadinya berkembang dari
bahasa Melayu itu telah “menggusur” sejumlah bahasa local (etnis) yang kecil.
Bahasa Indonesia yng semulanya berasal dari bahasa Melayu itu bahkan juga
menggeser dan menggoyahkan bahasa etnis-etnis yang cukup besar, seperti bahasa
Jawa dan bahasa Sunda. Bahasa Indonesia telah menjadi bahasa dari masyarakat
baru yang bernama masyarakat Indonesia. Di dalam persaingannya untuk merebut
pasar kerja, bahasa Indonesia telah mengalahkan bahasa-bahasa daerah yang ada
di Indonesia. Bahasa Indonesia juga telah tumbuh dan berkembang menjadi bahasa
yang modern pula.
Perkembangan yang demikian akan terus berlanjut.
Perkembangan tersebut akan banyak ditentukan oleh tingkat kemajuan masyarakat
dan peran yang strategis dari masyarakat dan kawasan ini di masa depan.
Diramalkan bahwa masyarakat kawasn ini, yaitu Indonesia, Malaysia, Thailand,
Vietnam, Brunai Darussalam, dan Filipina akan menjadi salah satu global-tribe
yang penting di dunia. Jika itu terjadi, bahasa Indonesia (lebih jauh bahasa
Melayu) juga akan menjadi bahasa yang lebih bersifat global. Proses globalisasi
bahasa Melayu (baru) untu kawasan Nusantara, dan bahasa-bahasa Melayu untuk
kawawsan Asia pasifik (mungkin termasuk Australia) menjadi tak terelakkan.
Peran kawasan ini (termasuk masyarakatnya, tentu saja) sebagai kekuatan
ekonomi, industri dan ilmu pengetahuan yang baru di dunia, akan menentukn pula
bagaimana perkembangan bahasa Indonesia (dan bahasa Melayu) modern. Bahasa dan
sastra Indonesia sudah semenjak lama memiliki tradisi cosmopolitan. Sastra
modern Indonesia telah menggeser dan menggusur sastra tradisi yang ada diberbagai
etnis yang ada d Nusantara.
Perubahan yang terjadi itu tidak hanya menyangkut
masalah struktur dan bahasa, tetapi lebih jauh mengungkapkan permasalahan manusia
baru (atau lebih tepat manusia marginal dan tradisipnal) yang dialami manusia
di dalam sebuah proses perubahan. Lihatlah tokoh-tokoh dalam raoman dan novel
Indonesia. Lihatlah tokoh Siti Nurbaya di dalam roman Siti Nurbaya, tokoh
Zainudin di dalam roman Tenggelamnya kapar Van Der Wijck, tokoh Hanafi di dalam
roman Salah Asuhan, tokh Tini, dan Tono di dalam novel Belenggu, sampai kepada
tokoh Lantip di dalam roman Priyayi. Mereka adalah tokoh-tokoh yang berusaha
masuk ke dunia yang baru, dunia yang global dengan tertatih-tatih.
Dengan demikian, sastra Indonesia (dan Melayu) modern
padahakikatnya adalah sastra yang berada pada jalur yang mengglobal itu.
Sebagaimana dengan perkembangan bahasa Indonesia, sastra Indonesia tidak ada
masalah dalam globalisasi karena ia memangbersaa di dalamnya. Yang menjadi soal
adalah bagaimana menjadikan bahasa dan sastra itu memiliki posisi yang kuat di
tengah-tengah masyarakatnya. Atau lebih jauh, bagaimana langkah untuk
menjadikan masyarakatnya memilikui posisi kuat di tengah-tengah masyarakat
dunia (lainnya).
BAB II
PENGERTIAN SASTRA
2.1
Pengertian Sastra
Sastra (sansakerta : shastra) merupakan kata serapan
dari bahasa sansakerta Sastra, yang berarti “teks yang yang mengandung
intruksi” atau “pedoman”, dari kata dasar Sas- yang berarti “intruksi” atau
“ajaran”. Dalam bahasa Indonesia kata ini biasa digunakan untuk merujuk kepada
“kesusastraan” atau sebuah jenis tulisan yang memiliki arti atau keindahan
tertentu.
Selain dalam arti esusatraan. Sastra biasa dibagi
menjadi sasta tertulis atau sastra lisan (sastra oral). Sasta tidak banyak
berhubungan dengan tulisan, tetapi dengan bahasa yang dijadikan wahana untuk
mengeksplorasi pengalaman atau pemikiran.
2.2
Fungsi Sastra
Dalam kehidupan masyarakat sastra memilik beberapa fungsi, yaitu:
-
Fungsi rekreatif, yaitu sastra
dapat memberikan hiburan yang menyenengkan bagi pembacanya.
-
Fungsi didaktif, yaitu sastra
mampu mengaarhkan atau mendidik pembaacanya karena nilai-nilai kebenaran dan
kebaikan yang terkandung didalamnya.
-
Fungsi estetis, yaitu sastra
mampu memberikan keindahan bagi pembacanya.
-
Fungsi moralitas, yaitu sastra
mampu memberikan pengetahuan kepada pembaca sehinggatahu moral yang baik
danburuk, karena satra yang baik selalu mengandung moral yang inggi.
-
Fungsi religius, yaitu sastra
menghasilkan karya-karya yang mengandung ajaran-ajaran agama yang dapat
diteladani para pembaca sasra.
BAB III
RAGAM SASTRA
3.1
Pantun
Pantun merupakan salah satu jenis puisilama yang sangan
luas dikenal dalam bahasa-bahasa Nusantara. Dalam bahas Jawa, misalnya dikenal
parikan dan dalam bahasa sunda dikenal sebagai paparikan. Pantun terdiri atas
empat larik (empat baris bila dituliskan), bersajak akhir dengan pola a-b-a-b
(tidak boleh a-a-a-a). Pantun pada umumnya merupakan sastra lisan namun
sekarang dijympai juga pantun tertulis. Semua bentuk pantun terdiri atas dua
bagian sampiran dan isi. Sampiran adalah dua baris pertama, kerap kali
berkaitan dengan alam dan biasanya tak punya hubungan dengan bagian kedua yang
menyampaikan maksud selain untuk mengantarkan rima/dajak. Dua baris terahir
adalah isi, yang merupakan isi, yang merupakan tujuan dari pantun tersebut.
Contoh:
Banyak
orang pandei berkitab
Sedikit
saja pandai bersyair
Banyak
orang pandai berakap
Sedikit
saja pandai berfikir
3.2
Puisi
Puisi (dari bahasa Yunani Kuno : ) adalah seni tertulis dimana bahasa digunakan
untuk kualitas estetiknya untuk tambahan. Penekanan pada segi estetik. Suatu bahasa
dan penggunaan sengaja pengulangan, meter dan rima adalah yang membedakan puisi
dari prosa. Namun perbedaan ini masih diperdebatkan. Menurut beberapa ahli
modern mendefinisikan puisi tidak sebagai jenis literature tapi sebagai
perwujudan imajinasi manusia, yang menjadi sumber segala kreativitas. Contoh
puisi:
Aku
Chairil
Anwar
Kalau sampai waktuku
Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bias kubawa lari
Berlari
Hingga hilang pedih perih
Dan aku akan lebih tidak peduli
Aku mau hijdup seribu tahun lagi
3.3
Sajak
Sajak adalah persamaan bunyi. Persamaan yang terdapat
pada kalimat atau perkataan, di awal, di tengah, dan di akhir perkataan.
Walaupun sajak bukan menjadi syarat khusus bagi sesuatu puisi lama, tetapi
pengaruhnya sangat mengikat kepada baentukdan pilihan kata dalam puisi itu.
Sajak terbagi enam jenis;
a.
Sajak Awal
Ialah persamaan bunyi yang terdaspat pada awal kalimat,
seperti pantun berikut:
Kalau tidak karena bulan
Tidaklah bintang meninggi hari
Kalau tidak karena tuan
Tidaklah saya sampai kemari
b.
Sajak Tengah
Persamaan yang terdapat di tengan kalimat, seperti:
Guruh petus penuba limbat
Ikan lumba berenang-renang
Tujuh ratus jadikan ubat
Badan berjumpa maka senang
(Dr.
mandahk)
c.
Sajak Akhir
Sajak yang terdapat pada akhir
kalimat. Sajak ini terdapat hamper pada segala puisi lama dan puisi baru.
Misalnya:
Berdiri aku di tepi pantai
Memandang lepas ke tengah laut
Ombak pulang peceh berderai
Keribaan pasar rindu berpaut
(Amir
Hamzah)
d.
Asonansi
Persamaan bunyi hujruf hidup (voksal)
yang terdapat dalam perkataan atau kalimat. Misalnya:
Kini kami bertikai pangkai
Diantara dua mana mutiara
Jauhari ahli lalai menilai
Lengahlangsung melewat abad
e.
Sejak Sempurna
Dalam memilih perkataan untuk
mencapai perasamaan bunyi, tiadalah selalu bunyi itu jatuh yang sempurna pada
suara yang sama, ada yang mirip dan ada yang benar-benar tepat. Yang tepat
disebut sajak sempurna:
Gabak hari awan pun mendung
Pandan terkulai menderita
Sejakmati ayah kandung
Makan berrhurai air mata
f.
Sajak Tak Sempurna
Hanya bunyinya saja yang hamper bersamaan, seperti:
Uncang buruk tak tertali
Kian kemari bergantung-gantung
Bujang buruk tak berbini
Kian kemari meraung-raung
3.4
Peribahasa
Peribahasa ialah bentuk pengucapan yang banyak
dijumpaidalam kesusastraan lama. Peribahasa banyak digunakan dalam kehidupan
seharian orang pada masa dulu. Bila diselidiki isi dan jiwa yang terkandung
dalam peribahasa itu, banyak bahan yang diambil dari sejarah, social, dan peri
kehidupan mereka di zaman lampau itu. Misalnya, sekali air bah, sekali tepian
berubah. Selain itu pribahasa yang seing digunakan hingga kini ialah dimana
bumi dipjak disitu langit dijunjung. Peribahasa masih hidup dalam pergaulan
sehari-hari dan banyak terdapat buku dan roman-roman baru
3.5
Majas/Gaya Bahasa
Majas adalah gaya bahasa dalam bentuk tulisan maupun
lisan yang dipakai dalam suatu karangan yang bertujuan untuk mewakili perasaan
dan pikiran dari pengarang. Majas dibagi menjadi beberapa macam, yakni majas
perulangan, pertentangan, perbandingan dan pertautan.
BAB IV
PERKEMBANGAN SASTRA
4.1
Pujangga Lama
Karya sastra yang dihasilkan sebelum abad ke-20. pada
masa ini karya sastra di Indonesia di dominasi oleh syair, pantun, gurundam,
dan hikayat.
Karya sastra pujangga lama;
-
Hikayat Abdulah
-
Hikayat Andekan Penurat
-
Hikayat Bayan Budiman
-
Hikayat Hang Tuah
-
Hikayat Kadirun
4.2
Sastra Melayu Lama
Karya sastra Indonesia yang dihasilkan antara tahun 1870
– 1942, yang berkembang di lingkungan masyarakat sumata seperti “Langkat
tapanui, Padang dan daerah Sumatra lainnya”. Karya sastra “Melayu Lama”:
-
Robinson Crusoe (terjemahan)
-
Lawan-lawan Merah
-
Mengelilingi Bumi dalam 80 hari
(terjemahan)
-
Kisah Pelayaran ke Pulau
Kalimantan
-
Cerita Nyai Sarikem
-
Nyai Dasima oleh G. Francid
(Indo)
Dan masih ada sekitar 3000 judu arya sastra Melayu Lama
lainnya.
4.3
Angkatan Balai Pustaka
Karya sastra di Indonesia sejak tahu 1920-1950, yang
dipelopori oleh penerbit balai pustaka. Balai pustaka di dirikan pada masa itu
untuk mencegah pengaruh buruk dari bacaan cabul dan liar yang dihasilkan oleh
sastra Melayu Rendah yang banyak menyoroti kehidupan cabul dan dianggap
memiliki politis (liar)
Pengarang dan karya sastra angkatan Balai Pusataka:
·
Abdu Muis
Pertemuah
Jodoh (1964)
Salah
Asuhan
Surapati
(1950)
·
Merari Siregar
Azab
dan Sengsara: kisah kehidupan seorang gadis (1921)
Binasa
Kerna gadis Priang! (1931)
·
Marah Rusli
Siti
Nurbaya
Anak
dan Kemenakan
·
Nur Sutan Iskandar
Katak
hendak menjadi lembu (1935)
Hulubalang
Raja (1961)
·
Tulis Sutan Sati
Sengsara
Membawa Nimat (1928)
Memutuskan
pertalian (1978)
·
Sutan Takdir Aisjahbana
Dian
yang tak kunjung padam (1948)
Anak
Perawan di Sarah penjamuan (1963)
·
Hamka
Di
bawah lindungan ka’bah (1938)
Di
dalam lembah Kehidupan (1940)
·
Marius Ramis Dayoh
Pahlawan
Minahasa (1957)
Putra
Budiman: Tjaritera Minahasa (1951)
4.4
Pujangga Baru
Pujangga baru muncul sebagai reaksi atas banyaknya
sensor yang dilakukan oleh Balai Pustaka terhadsap karya tulis sastrawan pada
masa tersebut, terutaa terhadap karaya sastra yang menyangkut rasa nasinalisme
dan kesadaran kebangsaan. Sastra pujangga baruadalah sastra intelektual,
nasionalitik dan elitis menjadi “bapak” sastra modern Indonesia.
Penulis dan karya sastra pujangga baru:
·
Sutan Takdir Alisjahbana
Layer
Terkembang (1948)
Tebaran
Mega (1963)
·
Armijn Pane
Belenggu
(1954)
Jiwa
Berjiwa
Djinaj-djinak
Merpati – Sandiwara (1950)
Kisah
Antara Manusia – Kumpulan cerpen (1953)
·
Tengku Amir Hamzah
Nyanyi
Sunyi (1954)
Buah
Rindu (1950)
Setanggi
Timur (1939)
·
Sanusi Oane
Pancaran
Cinta (1926)
Puspa
Mega (1971)
Madah
Kelana (1931/1978)
Sandhyakala
Ning Majapahit (1971)
·
Muhammad Yamin
Indonesia,Toempah
Darah Koe! (1928)
Kalau
Dewi Tara Sudah Berkata
Ken
Arok dan Ken Dedes (1951)
·
Roestam Efendi
Bebasari
: Toneei dalam 3 pertunjukkan (19530
·
Selasih
Kalau
Ta’ Ountoeng (1933)
Pengaruh
Keadaan (1957)
·
J. E. Talengkeng
Rindoe
Dendam (1934)
4.5
Angkatan ‘45
Pengalaman hidup dan gejolak social-politik-budaya telah
mewarnai karya sastrawan Ankatan ’45. karya satra angkatan ini lebih relistik
disbanding karya angkatan Pujangga baru yang raomantik-idealistik.
Penulis dan karya sastra aangkatan ’45:
·
Chairil Anwar
Kerikil
Tajam (1949)
Deru
Tjampur Debu (1949)
·
Asrul Sani, Rivai ApinChairil
Anwar
Tiga
Mneguak Takdir (1950)
·
Idrus
Dari
Ave Maria ke Djalan lain ke Roma (1948)
Aki
(1949)
Perempuan
dan kebangsaan
·
Pramudya Ananta Toer
Bukan
Pasir Malam (1951)
Di
Tepi Kali Bekasi (1951)
Keluarga
Geriba (1951)
Mereka
Jang Dilumpuhkan (1951)
Peburuan
(1950)
·
Mochtar Lubis
Tidak
Ada Esok (1982)
Djalan
Tak Ada Ujoung (1958)
Si
Jamal (1964)
Harimau-Harimau!
(1977)
·
Achdiat K. Mihardja
Atheis
- 1958
·
Trisno Sumardjo
Kata
Hati dan Perbuatan (1952)
·
M. Balfas
Lingkaran-lingkaran
Retak, Kumpulan Cerpen (1978)
·
Utuy Tatang Sontani
Suling
(1948)
Tambera
(19520
Awal
dan Mira- Drama satu babak (1962)
4.6
Angkatan 50-an
Angkatan 50-an ditandai dengan terbitnya majalah sastra
kisah asuhan H.B. Jassin. Cirri angkatan ini adalah karya sastra yang
didominasi dengan cerita pendek dan kumpulan puisi. Pada angkatan ini muncul
gerakan komunis dikalangan sastrawan. Timbulah perpecahan dan polemic yang
berkepanjangan diantara kalangan sastawan di Indonesia pada awal tahu 1960;
menyebabkan mandegnya perkembangan sastra karena masuk ke dalam politik praktis
dab berakhi pada tahun1965 dengan pecahnya G30S di Indonesia.
Penulis dan karya sastra angkatan 50-an
·
Ajip Rosidi
Cari
muatan
Di
tengah keluarga (1956)
Pertemuan
kembali (1960)
Tahun-tahun
kematian (1955)
·
Ali Akbar Navis
Biang
lala: kumpulan cerita pendek (1963)
Hujan
panas (1963)
·
Bokor Huta Suhu
Datang
amaam (1963)
·
Enday Rasidin
Surat
Cinta
·
NH. Dini
Dua
Dunia (1950)
Hati
Yang Damai (1960)
·
Nugroho Noto Susanto
Hujan
Kepagian (1958)
Rasa
Sajange (1961)
Tiga
kota (1956)
·
Sitor Situ Morang
Dalam
sadjak (1950)
Djalan
Mutiara kumpulan tiga sandiwara (1954)
Pertempuran
dan saldju di paris(1956)
Surat
Kertas Hidjau : Kumpulan sadjak (1953)
Wadjah
tak bernama: Kumpulan sadjak (1955)
·
Subagio sastro wardojo
Simphoni
(1957)
·
Titis basino
Pelabuhan
hati (1978)
Dia,
Hotel, Surat keputusan (cerpen) (1963)
Lesbian
(1976)
Bukan
Rumahku (1976)
Di bumi aku bersua di langit aku
bertemu (1983)
·
Trisno Juwono
Angina
laut (1958)
Di
medan perang(1962)
Laki-laki
dan mediu (1951)
·
W. S. Rendra
Balada
orang-0orang tercinta ( 1957)
Empat
kumpulan sajak (1961)
Ia
sudah bertualang dan tjerita-tjerita pendek lainnya (1963)
4.7
Angkatan 66 – 70-an
Angkatan ini ditandai dengan terbitnya majalah sastra
horizon. Semangat avant-garde sangat menonjol pada angkatan ini. Banyak karya
sastra pada angkatan ini yang sangat beragam dalamaliran sasta, munculnya karya
sastra beraliran surrealistic, arus kesadaran, arkeup, absurd.
Karya sastra angkatan ‘66
·
Sutardji Calzoum bachri
O
Amuk
Kapak
·
Abdul Hadi WM
Laut
belum pasang – (kumpulan puisi)
Meditasi
– (kumpulan puisi)
Potret
panjang seorang pengunjung pantai sanur – (kumpulan puisi)
Tergantung
pada angina – (kumpulan puisi)
Anak
laut anak angin – (kumpulan puisi)
·
Supardi Djoko Damono
Dukamu
abadi – (kumpulan puisi)
Mata
pisau dan akuarium – (kumpulan puisi)
Perahu
kertas –( kumpulan puisi)
Sihi
Hujan – (kumpulan puisi)
Ayat-ayat
Api –( kumpulan puisi)
·
Goenawan Mohamad
Interlude
Parikesit
Potret
seorang Penyair muda sebagai si malin kundang – (kumpulan esai)
Misalkan
kita di Sara Jevo
·
Umar Kayam
Seribu
kunang-kunang di manhattan
Sri
Sumarah dan Bawuk – (kumpulan cerita pendek)
Pada
suatu saat di Bandar Sanggih
Kelir
Tanpa Batas
Para
Priyayi
Jalan
menikung
·
Danarto
Godlob
Adam
Makrifat
Berhala
·
Putu Wijaya
Telegram
Stasiun
Pabrik
Gres
Bom
Aduh
(Drama)
Edan
(Drama)
4.8
Dasawarsa 80-an
Sastra di Indonesia pada kurun waktu setelah tahun 1980,
ditandai dengan banyaknya roman percintaan, dengan sastrawan wanita yang
menonjol pada masa tersebut yaitu Marga T. Majalah Horison tidak ada lagi,
karya sasta Indonesia pada masa angkatan ini tersebar luas di berbaaimajalah
dan penerbitan umum.
Karya sastra angkatan Dasawarsa 80-an
Badai pasti
berlalu
Cintaku di
kampus biru
Sajak sikat
gigi
Arjuna
mencari cinta
Manusia
kamar
Karmila
Namun yang tidak boleh dilupakan, pada era 80-an ini
juga tumbuh sastra yang beraliran pop 9tetai tetap sah disebut sastra, jika
sastra dianggap sebagai salah satu alat komunikasi). Yaitu lahirnya sejumlah
novel pouler yang dipelopori oleh Hilman dengan serial Lupus-nya.
BAB V
UNSUR INTRINSIK DAN UNSUR EKSTRINSIK
Karya sastra disusun oleh dua unsur yang menyusunnya.
Dua unsur yang dimaksud iaslah unsur intrinsic dan unsur ekstrinsik. Unsur
intrinsic ialah unsur yang menyusun sebuah karya sastra dari dalam yang
mewujudkan struktur suatu karya sastra, seperti : tema tokoh dan penokohan,
alur dan pengeluaran, latae dan pelataran, dan pusat pengisahan. Sedangkan unsur
ekstinsik ialah unsur yang menyusun sebuah karya sastra dari luasnya menyangkut
aspeksosiologi, psikologi, dan lain-lain.
5.1
Unsur Intrinsik
a.
Tema dan amanat
Tema ialah persoalan yang menduduki
tempat utama dalam karya sastra. Tema mayor ialah tema yang sangat menonjol dan
menjadi persoalan. Tema minor ialah tema yang tidak menonjol.
Amanat ialah pemecahan yang diberikan
oleh pengarang bagi persoalan di dalam karya sastra. Amanat biasa disebut
makna. Makna dibedakan menjassdi makna niatan dan makna muatan. Makna niatan
ialah maknayang diniatkan oleh pengarang bagi jkarya sastra yang ditulisnya.
Makna muatan ialah makna yang termuat dalam karya sastra tersebut.
b.
Tokoh dan penokohan
Tokoh ialah pelaku dalam karya
sastra. Dalam karya sestra biasanya ada beberapa tokoh, namun biasnya hanya ada
satu tokoh utama. Tokoh utama ialah tokoh yang sangat penting dalam mengambil
peranan dalam karya sastra. Dua jenis tokoh adalah tokoh datar (flash
character) dan tokohbulat (round character).
Tokoh datar ialah tokoh yang hanya
menunjukka satu segi, misalnya baik saja atau buruk saja. Sejak awal sampaiu
akhir cerita tokoh yang jahat akan tetap jahat. Tokoh bulat adalah tokoh yang
menunjukkan berbagai segi baik buruknya, kelebihan dan kelemahannya. Jadi ada
perkembangan yang terjadi pada tokoh ini. Dari segi kejiwaan dikenal ada tokoh
introvert dan ekstrovent. Tokoh introvert ialah pribadi tokoh tersebut yang
ditentukan oleh ketidaksadarannya. Tokoh ekstrovert ialag pribadi tokoh
tersebut yang ditentukan oleh kesadarannya. Dalam karya sastra dikenal pula
tokoh protagonist dan antagonis. Protagonisialah tokoh yang disukai pembaca
atau penikmat sastra karena sifat-sifatnya. Antagonis ialah tokoh yang disukai
pembaca atau penikmat sastra karena sifat-difatnya.
Penokohan atau perwatakan ialah
teknik atau cara-cara menampilkan tokoh. Ada beberapa cara menampilkan tokoh.
Cara analitik, ialah cara cara penampilan tokoh secara langsung malalui uraian
pengarang. Jadi pengarang menguraikan cirri-ciri tokoh tersebut secara
langsung. Cara dramatic, ialah cara mnampilkan tokoh tidak secara langsung
tetapi melalui gambaran ucapan, perbuatan, dan komentar atau penilaian pelaku
atau tokoh dalam suatu ceita. Dialog ialah cakapan antara seorang tokoh dengan
banyak tokoh. Dualog ialah cakapan antara dua tokoh saja. Monolog ialah cakapan
batin terhadap kejadian lampau dan yang sedang terjadi. Solilokui ialah bentuk
cakapan batin terhadap peristiwa yang akakn terjadi.
c.
Alur dan Pengaluran
Alur disebut juga plot, yaitu
rangkaian peristiwa yang memiliki hubungan sebab akibat sehingga menjadi satu
kesatuan yang padu bulat, dan utuh. Alur terdiri atas beberapa bagian:
1)
Awal, yaitu pengarang mulai
memperkenalkan tokoh-tokohnya.
2)
Tikaian, yaitu terjadi konflik
di antara tokoh-tokoh pelaku.
3)
Gawatan atau rumitan, yaitu
konflik tokoh-tokoh semakin seru.
4)
Puncak, yaitu saat puncak
konflik di antara tokoh-tokhnya.
5)
Leraian, yaitu saat peristiwa
konflik semakin reda dan perkembangan alur mulai terungkap.
6)
Akhir, yaitu seluruh peristiwa
atau konflik telah terselesaikan.
Pengeluaran, yaitu teknik atau
cara-cara menampilkan alur. Menurut kualitasnya, pengeluaran dibedakan menjadi alur
erat dan alur longgar. Alur erat ialah alur yang tidak memungkinkan adanya
pencabangan cerita. Alur longgar ialah alur yang memungkinkan adanya
pencabangan cerita. Menurut kualitasnya, pengeluaran dibedakan menjadi alur
tunggal dan alur ganda. Alur tunggal ialah alur yang hanya satu dalam karya
sastra. Alur ganda ialah alur yang lebih dari satu dalam karya sastra. Dari
segi urutan waktu, pengeluaran dibedakan kedalam alur lurus dan tidak lurus.
Alur lurus ialah alur yang melukiskan peristiwa-peristiwa berurutan dari awal
sampai akhir cerita. Alur tidak lurus ialah alur yang melukiskan tidak urut dari
awal sampai akhir cerita. Alur tidak lurus bias menggunakan gerak balit
(backtracking), sorot balik (fashback), atau campuran keduanya.
d.
Latar dan Pelataran
Latar disebut juga setting, yaitu
tempat atau waktu terjadinya peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam sebuah
karya sastra. Latar atau setting dibedakan menjadi atar material dan social.
Latar material ialah lukisan latar belakang alam atau lingkungan di mana tokoh
tersebut berada. Latar sosial, ialah lukjisan tatakrama tingkah laku, adapt,
dan pandangan hidup. Sedangkan pelataran ialah teknik atau cara-cara
menampilkan latar.
e.
Pusat Pengisahan
Pusat pengisahan ialah dari mana
suatu cerita dikisahkan oleh pencerita. Pencerita di sini adalah pribadi yang
diciptakan pengarang untuk menyampikan cerita. Paling tidak ada dua pusat
pengisahan yaitu pencerita sebagai orang pertama dan pencerita sebagai orang
ketiga. Sebagai orang pertama, pencerita duduk dan terlibat dalam cerita
tersebut, biasanya sebagai aku dalam tokoh cerita. Sebagai orang ketiga ,
pencerita tidak terlibat dalam cerita tersebut tetapi ia duduk sebagai seorang
pengamat atau dalang yang serba tahu.
f.
Karakter
Tokoh dalam cerita. Karakter dapat
berupa manusia, tumbuhan maupun benda. Karakter dapat dibagi menjadi:
1.
Karakter utama: tokoh yang
membawakan tema dan memegang banyak peranan dalam cerita.
2.
Karakter pembantu: tokoh yang
mendamping karakter utama.
3.
Protagonis: karakter/tokoh yang
mengangkat tema.
4.
Antagonis: karakter/tokoh yang
memberi konflik pada tema dan biasanya berlawanan dengan karakter protagonis.m(ingat,
tokoh antagonis belum tentu jahat)
5.
Karakter statis (flat/
static character): karakter yang tidak mengalami perubahan kepibadian atau
cara pandang dari awal samp[ai akhir cerita.
6.
Karakter dinamis (Round/dynamic
character): kasrakter yang mengalami perubahan kepribadian dan cara pandang
. karakter ini biasanya dibuat semirip mungkin dengan manusia sesungguhnya,
terdiri atas sifat dan kepribadian yang kompleks.
Catatan: karakter pembantu biasanya
aadalah karaker statis karena tidak digambarkan secara detail oeh penulis
sehingga peruybahan kepibadian dan cara pandangnya tidak pernah terlihat secara
jelas.
g.
Karakterisasi
Cara penulis menggamnarkan karakter.
Ada banyak cara untuk menggali penggambaran karakter, secara garis besar
karakterisasi ditinjau melalui dua cara yaitu secara naratif dan dramatic.
Tekniknaratif berarti karakterisasi dari tokoh dituliskan langsung oleh penulis
atau narrator. Teknik daramatik dipakai ketika karakterisasi torkoh terlihat
dari antara lain: penampilan fisik karakter, cara berpakaian, kata-kata yang
diucapkan, dialognya dengan karakter lain, pendapat kerakter lain, dll.
h.
Konflik
Konfklik adalah pergumulan yang
dialami olh karakter dalam serita dan. Konflik ini merupakan inti dari sebuah
karya sastra yang pada akhirnya memberntuk plot. Ada empat macam konflik, yang
dibagi dalam dua garis besar:
Konflik internal
Individu-diri sendiri:
konflik ini tidak melibatkan orang lain, konflik ini ditandai dengan gejolak
yang timbul dalam diri sendiri mengenai beberapa hal seperti nilai-nilai.
Kekuatan karakter akan terlihat dalam usahanya menghadapi gejolak tersebut.
Konflik eksternal
Individu-individu: onflik yang dialami dedeorang dengan orang
lain.
Individu-alam: konflik
yang dialami individu dengan alam. Konflik ini menggambarkan perjuangan
individu dalam usahanya untuk mempertahankan diri dalam kebesaran alam.
Individu-Lingkungan/masyarakat:
konflik yang dialami individu dengan masyarakat atau lingkungan hidupnya.
i.
Symbol
Symbol digunakan untuk mewakili
sesuatu yang abstrak. Contoh: burung gagak (kematian).
j.
Sudut Pandang
Sudut pandang yang dipilih penulus untuk menyampaikan
ceritanya.
1.
Orang pertama: penulis berlaku
sebagai karakter utama cerita, iini diutandai dengan penggunaan kata “aku”.
Penggunaan teknik ini menyebabkan pembaca tidak mengetahui segala ha yang tidak
diungkapkan oleh sang narrator. Keuntungan dari teknik ini dalah pembaca merasa
menjadi bagian dari cerita.
2.
Orang kedua: teknik yang banyak
menggunakan kata ‘kamu’ atau ‘anda’. Teknik ini jarang sipakai karena memaksa
pembaca untuk mampu berperan serta dalam cerita.
3.
Orang ketiga: cerita dikisahkan
mnggunakan kata ganti orang ketiga, seperti:mereka dan dia.
k.
Teknik Penggunaan Bahasa
Dalam menuangkan idenya, penulis
biasa memilih kata-kata yang dipakainya sedemikian rupa sehingga segala
pesannya sampai kepada pemabaca. Selain itu, teknik penggunaan bahasa yang baik
juga membuat tuisan menjadi indah dan mudah dikenang. Teknik berbahasa ini
misalnya menggunakan majas, idiom, dan peribahasa.
5.2
Unsur Ekstrinsik
Unsur ekstrinsik sebuah karya sasta dari luarnya
menyangkut aspek sosiologi, psikologi, dan lain-lain. Tidak ada sebuah karya
sastra yang tumbuh otonom, tetapi selalu pastibewrhubungan secara ekstrinsik
dengan luar sastra, dengan sejumlah faktor kemasyarakatan seperti tradisi
sastra, kebudayaan llingkungan, pembaca sastra, serta kejiwaan mereka. Dengan
demikian, dapat dinyatakan bahwa unsur ekstrinsik ialah unsur yang membentuk
karya sastra dari luar sastra itu sendiri. Untuk melakukan pendekatan terhadap
unsur ekstrinsik , diperlukan bantuan ilmu-ilmu kerabat seperti sosiologi,
psikologi,filsafat, dan lain-lain.
Menurut Tuhusetya (2007), sebuah karya sastra yang baik
mustahil dapat menghindarkan dari dimensi kemanusiaan. Kejadia-kejadian yang
terjadi dalam masyarakat pada umumnyadijadikan seumbner ilham, bagi para
sastrawan untuk membuat suatu karya sastra.
Seorang sastrawan mamiliki penalaran tinggi, mata batin
yang tajam, dan memiliki daya intuitif yang peka. Kelebihan-kelebihan itu
jarang sekali ditemukan pada orang awam. Dalam hal ini, karya sastra yang lahir
pun akan diwarnai oleh latar belakang sosiokultural yang melingkupi kehidupan
sastrawannya.
Suatu keabsahan jika dalam karya sastra terdapat
unsur-unsur ekstrinsik yang turut mewarnai karya sastra. Unsur-unsur ekstrinsik
yang dimaksud seperti filsafat, psikologi, religi gagasan, pendapat, sikap,
keyakinan, dan visi lain dari pengarang dalam memandang dunia. Karena
unsur-unsur ekstrinsik itulayh yang menyebabkan karya sastra tidak mung
terhindar dari amanat, tendensi, unsur mendidik, dan fatwa tentang makna
kearifan hidup yang ingin disampaikan kepada pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Agni, Binar. 2009. Sastra Indonesia Lengkap. Jakarta: Hi-Fest
Publishing.
Arifin, Zaenal E. 2006. Cermat Berbahasa Indonesia. Jakarta:
Akedemika Pressindo.
Endraswara, Suwardi. 2008. Metode Penelitian Sastra.
Yogyakarta: Media Presinfo.
http://21eper.multiply.com/journal/item/40/unsur-ekstrensik-dalam-puisi
http://makalahkumakalahmu.wordpress.com/home-sastra-teater-penaku-pengertian-fungsi-dan-ragam-sastra/
Mahayana, Maman S. 2007. Ekstrinsikalitas Sastra Indonesia. Jakarta:PT. Raja Grafindo persada
0 Response to "MAKALAH MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA TENTANG PENGERTIAN SASTRA"
Posting Komentar