loading...

CONTOH MAKALAH PENDIDIKAN TENTANG "PENERAPAN PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH"



BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang

Pesan bijak di atas kiranya perlu kita renungkan, ucapan itu berasal dari pribadi yang luhur dan saleh. Bermula dari itu penulis bermaksud mengumpulkan artikel dari berbagai sumber menjadi sebuah makalah yang disajikan dalam seminar dan workshop peningkatan profesionalitas guru.
Banyaknya peristiwa yang tidak bermoral yang sering melanda negeri ini baik yang dilakukan para pejabat maupun rakyat. Semua itu terjadi karena mulai hilangnya karakter bangsa ini.
Sebuah penggalan pepatah mengatakan, “be careful of your character, for your character becomes your destiny.” Jika diterjemahkan, arti pepatah tersebut berbunyi demikian, “Berhati-hatilah dengan karaktermu, karena karaktermu akan menentukan nasibmu.” Sadar atau tidak sadar, sesungguhnya apa yang terjadi di dalam hidup seseorang, termasuk diri kita, merupakan buah dari karakter yang melekat pada diri kita.
Acapkali terdengar ungkapan bahwa baik atau buruknya karakter seseorang merupakan warisan atau bawaan sejak lahir yang tidak dapat diubah. Pandangan tersebut tentu saja keliru. Mengapa? Karena karakter yang dimiliki oleh manusia tidak bersifat statis tetapi dinamis. Itu sebabnya kita bisa melihat bahwa ada orang yang dulunya jahat sekarang menjadi baik. Sebaliknya, ada orang yang dulunya baik tapi kemudian berubah menjadi jahat.
Menurut Doni Koesoema A (Penulis, Peneliti dan Konsultan Pendidikan) menganggap bahwa jiwa manusia bisa dirubah dengan pendidikan, dan ini bisa dilakukan disekolah. Disekolah tersebut bisa diterapkan lima metode pendidikan karakter yakni mengajarkan pengetahuan tentang nilai, memberikan keteladanan, menentukan prioritas, praksis prioritas dan refleksi. Semua metode itu dilaksanakan dalam setiap momen disekolah, kemudian diaktualisasikan di lingkungan masyarakat supaya mereka bisa mengontrolnya dan juga turut serta mempraktekkan.

B.       Masalah
Bagaimana penerapan pendidikan karakter di sekolah?

C.      Tujuan
1.    Mengembangkan keterampilan menulis;
2.    Membuka pengetahuan pembaca tentang pendidikan karakter;
3.    Menyebarluaskan perkembangan dunia pendidikan.

D.      Manfaat
1.    Meningkatkan profesionalitas guru;
2.    Bahan bacaan di perpustakaan;
3.    Peningkatan karir;
4.    Referensi.



BAB II
PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH

A.      Hakikat Pendidikan Karakter
"Pendidikan Karakter sebagai Pilar Kebangkitan Bangsa (Raih Prestasi Junjung Tinggi Budi Pekerti)"
Slogan di atas merupakan tema Hardiknas tahun 2011 yang dicanangkan pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas). Pemerintah akan menerapkan pendidikan karakter pada jenjang pendidikan anak usia dini (PAUD) hingga perguruan tinggi mulai tahun ajaran baru 2011/2012. Pendidikan karakter tersebut diwujudkan mulai dari kurikulum sampai dengan membangun kultur budaya di sekolah.
Sebelum melangkah lebih jauh dalam pembicaraan tentang pendidikan karakter, kita perlu mengetahui terlebih dahulu arti dari karakter dan definisi dari pendidikan karakter. Ditinjau dari sudut etimologi, kata “karakter” atau dalam bahasa Inggris disebut “character” berasal dari kata Yunani “charassein” diartikan sebagai “pola perilaku moral individu.” Oleh karena itu, pendidikan karakter dapat didefinisikan sebagai upaya membentuk pola perilaku moral individu yang baik lewat proses berkesinambungan.
Karakter dapat diartikan cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat.
Karakter dan akhlak mempunyai arti sama yaitu suatu kehendak yang sudah biasa dan sering dilakukan secara spontan. Maka maksud dan tujuan pendidikan karakter dan pendidikan akhlak semakna dan sejalan, yakni suatu usaha sadar untuk membantu individu mempunyai kehendak untuk berbuat sesuai dengan nilai dan norma (baik dalam agama maupun di masyarakat) serta membiasakan perbuatan tersebut dalam kehidupannya.
Saat ini mulai marak dibicarakan mengenai pendidikan karakter. Tetapi yang masih umum diterapkan mengenai pendidikan karakter ini masih pada taraf jenjang pendidikan pra sekolah (taman bermain dan taman kanak-kanak). Sementara pada jenjang sekolah dasar dan seterusnya masih sangat-sangat jarang sekali. Kurikulum pendidikan di Indonesia masih belum menyentuh aspek karakter ini, meskipun ada pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dan semisalnya, tapi itu masih sebatas teori dan tidak dalam tataran aplikatif. Dengan kata lain, karakter yang baik baru sebatas teori dalam kepala mereka. Siswa mengerti tentang kualitas karakter yang baik seperti kejujuran, ketaatan, tanggung jawab, dan lain sebagainya, tapi hal tersebut tidak meresap di dalam hati sehingga siswa tidak mampu merasakan, memiliki keinginan, apalagi melakukan kualitas karakter tersebut dalam kehidupannya sehari-hari. Tidak heran jika kita masih menjumpai siswa antar sekolah yang terlibat tawuran, siswa yang terjerumus dalam pemakaian narkoba, siswa yang bolos sekolah, siswa yang terlibat dalam pergaulan bebas, siswa yang mengucapkan kata-kata kasar kepada guru bahkan berani menganiaya gurunya sendiri. Oleh karena itu, pendidikan karakter tidak cukup hanya menyentuh akal pikiran tapi juga hati setiap peserta didik agar mereka mampu menghayati dengan benar dan pada akhirnya mengambil keputusan untuk melakukan serta memiliki karakter yang baik dalam hidupnya.

B.       Memahami Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter  yang paling utama sejatinya diberikan kepada seorang anak, sejak usia dini, dalam institusi pendidikan yang paling kecil namun berperan paling penting, yaitu keluarga. Dalam lingkup keluarga, seorang anak akan dibentuk karakter atau pola perilaku moralnya oleh orang tua yang terdiri dari ayah dan ibu. Selain keluarga, ada institusi pendidikan lain yang bisa dilibatkan oleh orang tua untuk menanamkan karakter yang baik dalam diri anak-anak mereka. Institusi pendidikan yang dimaksud adalah sekolah. Sebagai institusi pendidikan formal, sekolah mulai dari jenjang pendidikan awal hingga jenjang pendidikan tinggi berkewajiban untuk membentuk karakter setiap peserta didiknya. Hal ini dikarenakan sekolah merupakan partner orang tua dalam mendidik anak-anaknya.
Terdapat sembilan pilar karakter yang berasal dari nilai-nilai luhur universal, yaitu:
1.        Karakter cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya;
2.        Kemandirian dan tanggungjawab;
3.        Kejujuran/amanah, diplomatis;
4.        Hormat dan santun;
5.        Dermawan, suka tolong-menolong dan gotong royong/kerjasama;
6.        Percaya diri dan pekerja keras;
7.        Kepemimpinan dan keadilan;
8.        Baik dan rendah hati, dan;
9.        Karakter toleransi, kedamaian, dan kesatuan.

Kesembilan pilar karakter itu, diajarkan secara sistematis dalam model pendidikan holistik melalui tiga tahapan penting yang harus dicapai oleh setiap peserta didik agar mampu menjadi pribadi yang berkarakter baik dalam hidupnya.
Tiga tahapan penting tersebut adalah :
1.    Knowing good (mengetahui yang baik);
2.    Feeling good (merasakan yang baik), dan;
3.    Doing good (melakukan yang baik).
Knowing good (mengetahui yang baik) bisa mudah diajarkan sebab pengetahuan bersifat kognitif saja. Setelah knowing good harus ditumbuhkan feeling good (merasakan yang baik), yakni bagaimana merasakan dan mencintai kebajikan menjadi engine yang bisa membuat orang senantiasa mau berbuat sesuatu kebaikan. Sehingga tumbuh kesadaran bahwa, orang mau melakukan perilaku kebajikan karena dia cinta dengan perilaku kebajikan itu. Setelah terbiasa melakukan kebajikan, maka doing good (melakukan yang baik) itu berubah menjadi kebiasaan. Ketiga tahapan tersebut harus dicapai seluruhnya oleh setiap peserta didik dan tidak bisa diabaikan salah satunya.
Demi tercapainya pendidikan karakter yang berhasil di sekolah, tidaklah logis jika tuntutan  itu hanya dialamatkan pada peserta didik. Tanggung jawab yang seharusnya lebih besar lagi justru terletak di pundak kita, para guru, karena bagaimana pun setiap peserta didik atau siswa yang kita bina akan melihat contoh nyata pelaksanaan karakter yang kita ajarkan tidak lain dari perilaku maupun perkataan kita sehari-hari. Oleh sebab itu, guru harus menjadi teladan atau pelaku pertama dari karakter yang diajarkan kepada setiap anak didiknya.
Selain keteladanan, guru juga harus menjalin relasi yang baik dengan orang tua peserta didik. Hal ini penting agar guru dapat bekerja sama dengan orang tua untuk memantau kekonsistenan perkembangan karakter peserta didik baik di sekolah maupun di rumah.
Bila pendidikan karakter di sekolah dapat berjalan sebagaimana mestinya, setiap peserta didik bukan hanya berkembang dalam hal perilaku moral atau karakternya saja tetapi berdampak juga pada perkembangan akademisnya. Pernyataan ini didasari pada dua alasan. Pertama, jika program pendidikan karakter di sekolah mengembangkan kualitas hubungan antara guru dan anak didik, serta hubungan antara anak didik dengan orang lain, maka secara tidak langsung akan tercipta lingkungan yang baik untuk mengajar dan belajar. Kedua, pendidikan karakter juga mengajarkan kepada siswa tentang kemampuan dan kebiasaan bekerja keras serta selalu berupaya untuk melakukan yang terbaik dalam proses belajar mereka (Thomas Lickona, 2004).

C.      Desain Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter jika ingin efektif dan utuh mesti menyertakan tiga basis desain dalam pemrogramannya. Tanpa tiga basis itu, program pendidikan karakter di sekolah hanya menjadi wacana semata.

1.    Desain pendidikan karakter berbasis kelas.
Desain ini berbasis pada relasi guru sebagai pendidik dan siswa sebagai pembelajar di dalam kelas. Konteks pendidikan karakter adalah proses relasional komunitas kelas dalam konteks pembelajaran. Relasi guru-pembelajar bukan monolog, melainkan dialog dengan banyak arah sebab komunitas kelas terdiri dari guru dan siswa yang sama-sama berinteraksi dengan materi. Memberikan pemahaman dan pengertian akan keutamaan yang benar terjadi dalam konteks pengajaran ini, termasuk di dalamnya pula adalah ranah noninstruksional, seperti manajemen kelas, konsensus kelas, dan lain-lain, yang membantu terciptanya suasana belajar yang nyaman.
2.    Desain pendidikan karakter berbasis kultur sekolah.
Desain ini mencoba membangun kultur sekolah yang mampu membentuk karakter anak didik dengan bantuan pranata sosial sekolah agar nilai tertentu terbentuk dan terbatinkan dalam diri siswa. Untuk menanamkan nilai kejujuran tidak cukup hanya dengan memberikan pesan-pesan moral kepada anak didik. Pesan moral ini mesti diperkuat dengan penciptaan kultur kejujuran melalui pembuatan tata peraturan sekolah yang tegas dan konsisten terhadap setiap perilaku ketidakjujuran.
3.    Desain pendidikan karakter berbasis komunitas.
Dalam mendidik, komunitas sekolah tidak berjuang sendirian. Masyarakat di luar lembaga pendidikan, seperti keluarga, masyarakat umum, dan negara, juga memiliki tanggung jawab moral untuk mengintegrasikan pembentukan karakter dalam konteks kehidupan mereka.

Pendidikan karakter hanya akan bisa efektif jika tiga desain pendidikan karakter ini dilaksanakan secara simultan dan sinergis. Tanpanya, pendidikan kita hanya akan bersifat parsial, inkonsisten, dan tidak efektif.


BAB III
PENUTUP

A.      Simpulan
Pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat.
Mahatma Gandhi memperingatkan tentang salah satu tujuh dosa fatal, yaitu “education without character” (pendidikan tanpa karakter). Dr. Martin Luther King juga pernah berkata: “Intelligence plus character….that is the goal of true education” (Kecerdasan plus karakter….itu adalah tujuan akhir dari pendidikan sebenarnya). Juga Theodore Roosevelt yang mengatakan: “To educate a person in mind and not in morals is to educate a menace to society” (Mendidik seseorang dalam aspek kecerdasan otak dan bukan aspek moral adalah ancaman mara-bahaya kepada masyarakat)..

B.       Saran
Setelah melihat pentingnya pendidikan karakter di sekolah, alangkah baiknya jika setiap jenjang sekolah yang ada di Indonesia menjadikan pendidikan karakter sebagai salah satu strong point atau pilar kekuatan sekolah dengan memperhatikan hal-hal berikut :
1.        Komunikasi keluarga-sekolah;
2.        Kesehatan pertumbuhan peserta didik;
3.        Keceriaan peserta didik;
4.        Kenyamanan belajar;
5.        Kreatifitas anak.

0 Response to "CONTOH MAKALAH PENDIDIKAN TENTANG "PENERAPAN PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH""

Posting Komentar