loading...

ENAM LANGKAH PENINGKATAN PERAN DAN KUALITAS GURU PENDIDIKAN JASMANI DALAM PROSES BELAJAR-MENGAJAR

Pertama, peningkatan pengajaran dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) keolahragaan (Lawson HA, 2003). Peningkatan itu dilakukan mulai dari jenjang pendidikan dasar (SD dan SLTP), pendidikan iptek keolahragaan mulai diperkenalkan dengan cara meningkatkan proporsi pengajaran yang memberikan dasar pemahaman iptek keolahragaan dan mengintegrasikan kedalam mata pelajaran pendidikan jasmani, termasuk kedalam buku pendidikan jasmani. Kemudian pada tingkat SMA/SMK upaya tersebut perlu dilanjutkan dan dikembangkan dengan memberikan bekal kegairahan dan kemampuan untuk melaksanakan penelitian sederhana di bidang iptek keolahragaan. Ini berarti guru pendidikan jasmani tidak hanya diharapkan mampu mengajarkan pendidikan jasmani saja, tetapi  mempunyai penguasaan terhadap wawasan pengetahuan iptek keolahragaan yang memadai, mengintegrasikan pengajaran iptek keolahragaan kedalam bidang studi pendidikan jasmani yang diajarkannya. Penguasaan pengetahuan iptek tersebut akan dapat mendorong dan mendidik anak agar mampu melaksanakan penelitian sederhana di bidang iptek pendidikan jasmani. Tantangan ini dihadapi dan dituntut dalam rangka untuk mengembangkan profesionalisme guru, termasuk guru pendidikan jasmani.

Kedua, penanaman nilai budaya masyarakat industri. Dalam  menghadapi persaingan global pada masa mendatang, penanaman nilai budaya masyarakat industri perlu dirintis dan dilakukan oleh para guru (Nurhadi, 1995), termasuk guru pendidikan jasmani pada semua jenjang dan jenis pendidikan. Nilai budaya masyarakat industri, seperti: etos kerja, penghargaan terhadap waktu, hidup berencana, wawasan keunggulan, iptek, cinta kepada produk sendiri untuk menghidup suburkan hasil produksi industri sendiri, kebiasaan menabung untuk modal, dan kebiasaan kerja keras. Wawasan keunggulan memberikan motivasi untuk berkompetisi secara terbuka dalam menghasilkan produk dalam pasar global, baik melalui keunggulan komparatif ataupun keunggulan kompetitif. Jika keunggulan kompetitif  ini, dapat dikembangkan di antara guru pendidikan jasmani, maka semangat untuk berkompetisi dengan bangsa lain menjadi tinggi. 

Ketiga, untuk meningkatkan proporsi partisipasi pendidikan yang meningkat pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi, peranan intervensi guru (Nurhadi, 1995), termasuk guru pendidikan jasmani sangat diperlukan. Intervensi ini dilakukan untuk memberikan motivasi dan dorongan agar siswa dan masyarakat dapat menginvestasikan dirinya dalam bidang pendidikan secara efektif dan efesien selaras dengan kebutuhan akan komposisi guru pendidikan jasmani yang diperlukan.

Keempat, perubahan peranan dari guru sebagai sumber informasi menjadi guru sebagai fasilitator dan manager informasi (Tirta, 1997). Dengan perkembangan komunikasi dan teknologi modern, guru pendidikan jasmani tidak hanya memberikan pelajaran, tetapi mengkoordinasikan berbagai sumber belajar untuk kepentingan pengembangan materi pelajaran pendidikan jasmani bagi siswa. Guru pendidikan jasmani, selain harus menguasai ilmu yang diajarkannya, juga harus memberikan petunjuk tentang sumber informasi lain yang dapat membantu siswa dalam memahami ilmu pengetahuan. Untuk itu, guru pendidikan jasmani harus selalu mengikuti perkembangan sumber informasi yang mungkin dan dapat diperoleh siswa, baik secara sengaja ataupun tidak sengaja di sekolah dan di luar sekolah. Jika guru pendidikan jasmani tidak dapat memperoleh isi informasi yang bersumber dari luar sekolah karena terbatasnya fasilitas yang dimilikinya, sedidak-tidaknya guru dapat menunjukkan kepada siswa agar sumber informasi itu dapat dimanfaatkan.

Dalam peran sosialnya di masyarakat, seorang guru pendidikan jasmani tidak lagi bisa sebagai sumber informasi yang mahatahu tentang semua ilmu pengetahuan karena sumber informasi lain di masyarakat yang menjadi rivalnya cukup banyak. Oleh sebab itu, peran guru harus diubah menjadi agen pembaharu dan pengorganisasi perubahan-perubahan di masyarakat. Ini berarti, bahwa guru pendidikan jasmani selain harus menguasai bidang studi pendidikan jasmani, juga perlu menguasai metodologi mencari sumber ilmu pengetahuan yang ada di masyarakat. Seorang guru tidak lagi menggurui masyarakat, tetapi lebih sebagai motivator, dan organisator masyarakat.
Jadi, peran guru pendidikan jasmani dalam era komunikasi dan teknologi modern harus berubah dari peran sebagai seorang pengajar menjadi seorang fasilitator ataupun seorang manager informasi.
 
Kelima, perubahan peranan guru dari penceramah menggurui menjadi pendengar yang emphatik (Tirta, 1997). Filosofi Tut Wuri Handayani, yang menjadi dasar proses pendidikan belum menjadi pengalaman nyata bagi siswa dan guru pendidikan jasmani. Guru tetap mendominasi kegiatan belajar mengajar, kata-kata guru harus didengarkan dan dipatuhi oleh semua siswa. Akan tetapi, siswa masa kini lebih membutuhkan seseorang yang bersedia mendengarkan suara hati mereka. Menjadi pendengar yang emphatik berarti berusaha “masuk” ke dalam hati para siswa. Hasrat (mood) seorang guru hendaknya bertanya (Socrates) dan mendengarkan jawaban-jawaban siswa yang beraneka ragam tersebut. Dengan demikian, belajar berarti mencari alternatif-alternatif pemecahan masalah.

Keenam, untuk meningkatkan kualitas pendidikan guru pendidikan jasmani dilakukan antara lain dengan memberikan kesempatan untuk belajar,  baik melalui program pendidikan dan pelatihan yang bergelar  ataupun tidak bergelar dalam jangka pendek atau jangka panjang, ataupun melalui program tatap muka dan jarak jauh. Ini dapat dilakukan dengan mengadakan program penyetaraan, baik yang bersifat tatap muka ataupun dengan cara jarak jauh, serta penataran-penataran singkat sesuai dengan kebutuhan. Dengan demikian, diharapkan nantinya semua guru pendidikan jasmani Sekolah Dasar (SD) diharapkan minimal berpendidikan serendah-rendahnya diploma dua (D2), guru pendidikan jasmani Sekolah Menengah Pertama (SMP) serendah-rendahnya berpendidikan Diploma Tiga (D3) dan guru pendidikan jasmani SMA/SMK serendah-rendahnya berpendidikan Strata Satu (S1) (Nurhadi, 1997; Tengah, 1995).

0 Response to "ENAM LANGKAH PENINGKATAN PERAN DAN KUALITAS GURU PENDIDIKAN JASMANI DALAM PROSES BELAJAR-MENGAJAR"

Posting Komentar