Psikologi dapat diartikan sebagai suatu ilmu yang
mempelajari tingkah laku manusia dalam hubungan dengan lingkungan,
pengertian sejenis menyebutkan bahwa psikologi merupakan suatu ilmu
yang berkaitan dengan proses mental, baik normal maupun abnormal dan
pengaruhnya pada perilaku, ilmu pengetahuan tentang gejala dan kegiatan jiwa.
Peserta didik merupakan individu yang sedang berada dalam
proses perkembangan (fisik, intelektual, social emosional, moral, dan
sebagainya). Tugas utama seorang guru sebagai pendidik adalah membantu untuk
mengoptimalkan perkembangan peserta didiknya berdasarkan tugas–tugas
perkembangannya.
Dengan menerapkan landasan psikologi dalam proses
pengembangan kurikulum diharapkan dapat diupayakan pendidikan yang dilaksanakan
relevan dengan hakikat peserta didik, baik penyesuaian dari segi materi/bahan
yang harus diberikan/dipelajari peserta didik, maupun dari segi penyampaian dan
proses belajar serta penyesuaian dari unsur–unsur upaya pendidikan lainnya.
Pada dasarnya terdapat dua cabang ilmu psikologi yang
berkaitan erat dalam proses pengembangan kurikulum, yaitu psikologi
perkembangan dan psikologi belajar. Psikologi perkembangan
merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu berkenaan dengan
perkembangannya. Dalam psikologi perkembangan dikaji tentang hakekat
perkembangan, pentahapan perkembangan, aspek-aspek perkembangan, tugas-tugas
perkembangan individu, serta hal-hal lainnya yang berhubungan perkembangan
individu, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan
mendasari pengembangan kurikulum. Psikologi belajar merupakan ilmu yang
mempelajari tentang perilaku individu dalam konteks belajar. Psikologi belajar
mengkaji tentang hakekat belajar dan teori-teori belajar, serta berbagai aspek
perilaku individu lainnya dalam belajar, yang semuanya dapat dijadikan sebagai
bahan pertimbangan sekaligus mendasari pengembangan kurikulum.
Karakteristik perilaku tiap individu pada tiap tingkat
perkembangan merupakan kajian yang terdapat dalam cabang psikologi
perkembangan. Oleh sebab itu, dalam pengembangan kurikulum yang
senantiasa berhubungan dengan program pendidikan untuk kepentingan peserta
didik, maka landasan psikologi mutlak harus dijadikan dasar dalam proses
pengembangan kurikulum. Perkembangan yang dialami oleh peserta didik pada
umumnya diperoleh melalui proses belajar. Guru sebagai pendidik harus mengupayakan
cara/metode yang lebih baik untuk melaksanakan proses pembelajaran guna
mendapatkan hasil yang optimal, dalam hal ini proses pembelajaran mutlak
diperlukan pemikiran yang mendalam dengan memperhatikan psikologi belajar.
Psikologi perkembangan diperlukan terutama dalam hal
penentuan isi kurikulum yang diberikan/dipelajari peserta didik, baik tingkat
kedalaman dan keluasan materi, tingkat kesulitan dan kelayakannya serta
manfaatnya yang disesuaikan dengan tahap dan tugas perkembangan peserta didik. Psikologi
belajar memberikan sumbangan terhadap pengembangan kurikulum terutama berkenaan
dengan bagaimana kurikulum itu diberikan kepada peserta didik dan bagaimana
peserta didik harus mempelajarinya, berarti berkenaan dengan strategi
pelaksanaan kurikulum.
1. Psikologi Perkembangan dan Kurikulum
Anak sejak dilahirkan sudah memperlihatkan keunikan–keunikan
yang berbeda satu sama lainnya, seperti pernyataan dirinya dalam bentuk
tangisan dan gerakan–gerakan tubuhnya. Hal ini menggambarkan bahwa sejak lahir
anak telah memiliki potensi untuk berkembang. Di dalam psikologi perkembangan
terdapat banyak pandangan ahli berkenaan dengan perkembangan individu pada
tiap–tiap fase perkembangan.
Pandangan tentang anak sebagai makhluk yang unik sangat
berpengaruh terhadap pengembangan kurikulum pendidikan. Setiap anak merupakan
pribadi tersendiri, memiliki perbedaan di samping persamaannya. Implikasi dari
hal tersebut terhadap pengembangan kurikulum, antara lain;
- Tiap
anak diberi kesempatan untuk berkembang sesuai dengan bakat, minat, dan
kebutuhannya,
- Di
samping disediakan pembelajaran yang bersifat umum (program inti) yang
harus dipelajari peserta didik di sekolah, disediakan pula pembelajaran
pilihan sesuai minat dan bakat anak,
- Kurikulum
selain menyediakan bahan ajar yang bersifat kejuruan juga menyediakan
bahan ajar yang bersifat akademik,
- Kurikulum
memuat tujuan yang mengandung pengetahuan, nilai/sikap, dan ketrampilan
yang menggambarkan keseluruhan pribadi yang utuh lahir dan bathin.
Implikasi lain dari pengetahuan tentang anak sebagai peserta
didik terhadap proses pembelajaran (actual curriculum) dapat diuraikan
sebagai berikut;
- Tujuan
pembelajaran yang dirumuskan secara operasional selalu berpusat pada
perubahan tingkah laku anak didik,
- Bahan/materi
pembelajaran yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan, minat dan
perhatian anak, bahan tersebut mudah diterima oleh anak,
- Strategi
pembelajaran yang digunakan harus sesuai dengan tahap perkembangan anak,
- Media
yang digunakan selalu menarik perhatian dan minat anak didik, dan
- Sistem
evaluasi berpadu dalam satu kesatuan yang menyeluruh dan
berkesinambungan dari satu tahap ke tahap berikutnya dan dilaksanakan
secara terus – menerus.
2. Psikologi Belajar dan Kurikulum
Merupakan suatu cabang ilmu yang mengkaji bagaimana individu
belajar. Belajar dapat diartikan sebagai perubahan perilaku yang terjadi
melalui pengalaman. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia belajar berasal
dari kata ajar yang berarti suatu petunjuk yang
diberikan kepada orang supaya diketahui/diturut. Segala perubahan perilaku
yang trejadi karena proses pengalaman dapat dikategorikan sebagai perilaku
belajar. Perubahan yang terjadi secara insting/terjadi karena secara
kebetulan bukan termasuk belajar.
Psikologi belajar yang berkembang sampai saat ini, pada
dasarnya dapat dikelompokan menjadi 3 kelas, antara lain;
a. Teori disiplin daya/disiplin mental (faculty
theory)
Menurut teori ini anak sejak dilahirkan memiliki potensi
atau daya tertentu (faculties) yang masing–masing memiliki fungsi tertentu,
seperti potensi/daya mengingat, daya berpikir, daya mencurahkan pendapat, daya
mengamati, daya memecahkan masalah, dan sejenisnya. Potensi–potensi tersebut
dapat dilatih agar dapat berfungsi secara optimal,daya berpikir anak sering
dilatih dengan pembelajaran berhitung misalnya, daya mengingat dilatih dengan
menghapal sesuatu. Daya yang telah terlatih dipindahkan ke dalam pembentukan
lain. Pemindahan (transfer) ini mutlak dilakukan melalui latihan (drill),
karena itu pengertian pembelajaran dalam konteks ini melatih anak didik dalam
daya-daya itu, cara pembelajaran pada umumnya melalui hafalan dan
latihan-latihan.
b. Behaviorisme
Dalam aliran behaviorisme ini, terdapat 3 rumpun teori yang
mencakup teori koneksionisme/asosiasi, teori kondisioning, dan teori operant
conditioning (reinforcement). Behaviorisme muncul dari adanya pandangan bahwa
individu tidak membawa potensi sejak lahir. Perkembangan individu dipengaruhi
oleh lingkungan (keluarga, lembaga pendidikan, masyarakat. Behaviorisme menganggap
bahwa perkembangan individu tidak muncul dari hal yang bersifat mental,
perkembangan hanya menyangkut hal yang bersifat nyata yang dapat dilihat dan
diamati.
Menurut teori ini kehidupan tunduk pada hukum S – R
(stimulus – respon) atau aksi-reaksi. Menurut teori ini, pada dasarnya belajar
merupakan hubungan respon – stimulus. Belajar merupakan upaya untuk membentuk
hubungan stimulus – respon seoptimal mungkin. Tokoh utama teori ini yaitu Edward
L. Thorndike yang memunculkan tiga teori belajar yaitu, law of
readiness, law of exercise, dan law of effect. Menurut hukum kesiapan (readiness) hubungan
antara stimulus dengan respon akan terbentuk bila ada kesiapan pada system
syaraf individu. Hukum latihan/pengulangan (exercise/repetition) stimulus
dan respon akan terbentuk apabila sering dilatih atau diulang – ulang. Hukum
akibat (effect)menyatakan bahwa hubungan antara stimulus dan respon
akan terjadi apabila ada akibat yang menyenangkan.
c. Organismic/Cognitive Gestalt Field
Menurut teori ini keseluruhan lebih bermakna daripada
bagian-bagian, keseluruhan bukan kumpulan dari bagian-bagian. Manusia dianggap
sebagai makhluk yang melakukan hubungan timbal balik dengan lingkungan secara
keseluruhan, hubungan ini dijalin oleh stimulus dan respon. Stimulus yang hadir
diseleksi menurut tujuannya, kemudian individu melakukan interaksi dengannya
terus-menerus sehingga terjadi suatu proses pembelajaran. Dalam hal ini guru
lebih berperan sebagai pembimbing bukan sumber informasi sebagaimana
diungkapkan dalam pandangan koneksionisme, peserta didik lebih berperan dalam
hal proses pembelajaran, belajar berlangsung berdasarkan pengalaman yaitu
kegiatan interaksi antara individu dengan lingkungannya. Belajar menurut teori
ini bukanlah sebatas menghapal tetapi memecahkan masalah, dan
metode belajar yang dipakai adalah metode ilmiah dengan cara
anak didik dihadapkan pada suatu permasalahan yang cara penyelesaiannya
diserahkan kepada masing-masing anak didik yang pada akhirnya peserta didik
dibimbing untuk mengambil suatu kesimpulan bersama dari apa yang telah
dipelajari.
Prinsip-prinsip maupun penerapan dari organismic/cognitive
gestalt field, antara lain ;
- Belajar
berdasarkan keseluruhan
Prinsip ini mempunyai pandangan sebagaimana proses
pembelajaran terpadu. Pelajaran yang yang diberikan kepada peserta didik
bersumber pada suatu masalah atau pkok yang luas yang harus dipecahkan oleh
peserta didik, peserta didik mengolah bahan pembelajaran dengan reaksi seluruh
pelajaran oleh keseluruhan jiwanya.
- Belajar
adalah pembentukan kepribadian
Anak dipandang sebagai makhluk keseluruhan, anak diimbing
untuk mendapat pengetahuan, sikap, dan ketrampilan secara berimbang. Ia dibina
untuk menjadi manusia seutuhnya yang memiliki keseimbangan lahir dan batin
antara pengetahuan dengan sikapnya. Seluruh kepribadiannya diharapkan utuh
melalui program pembelajaran yang terpadu.
- Belajar
berkat pemahaman
Belajar merupakan proses pemahaman. Pemahaman mengandung
makna penguasaan pengetahuan, dapat menyelaraskan sikap dan ketrampilannya.
Ketrampilan menghubungkan bagian-bagian pengetahuan untuk diperoleh sesuatu
kesimpulan merupakan wujud pemahaman.
- Belajar
berdasarkan pengalaman
Proses belajar adalah bekerja, mereaksi, memahami, dan
mengalami. Dalam proses pembelajaran peserta didik harus aktif dengan
pengolahan bahan pembelajaran melalui diskusi, Tanya jawab, kerja kelompok,
demonstrasi, survey lapangan, dan sejenisnya
- Belajar
adalah proses berkelanjutan
Belajar adalah proses sepanjang masa. Manusia tidak pernah
berhenti untuk belajar, hal ini dilakukan karena faktor kebutuhan. Dalam
pelaksanaannnya dianjurkan dalam pengembangannya kurikulum tidak hanya terpaku
pada proses pembelajaran yang ada tetapi mengembangkan proses pembelajaran yang
bersifat ekstra untuk memenuhi kebutuhan peserta didik. Keberhasilan belajar
tidak hanya ditentukan oleh kemampuan anak didik tetapi menyangkut minat,
perhatian, dan kebutuhannya. Dalam kaitan ini motivasi sangat menentukan dan
diperlukan.
0 Response to "ASPEK PSIKOLOGIS SISWA SEBAGAI SALAH SATU LANDASAN DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM"
Posting Komentar