loading...

CONTOH MAKALAH PENDIDIKAN SENI TENTANG "EKSISTENSI SENI, KARAKTER SENI DAN MENGENALKAN SENI PADA ORANG NON-SENI"



BAB I
PENDAHULUAN

A.                      LATAR BELAKANG

Seni merupakan salah satu wadah untuk mengembangkan bakat dan mencurahkan isi hati,dan seni juga bisa menjadi identitas suatu daerah,untuk itu seni juga berguna bagi sebagian besar manusia.
Tujuan dan fungsi kehadiran karya seni tentunya dalam tahapan penciptaan karya (creative process) menjadi tumpuan utama yang memberikan arah sasaran kemana sebuah karya seni nantinya akan dibawa. Didukung oleh ‘niat’ (rasa & karsa) maka tujuan dan fungsi karya seni menjadi ‘pengawal’ proses kreatif penciptaan karya seni sampai jadi dan berfungsi optimal sesuai dengan tujuan utama penciptaannya. Sedangkan ide dan konsep merupakan pemicu dan pemikiran kerja bagaimana ‘tujuan’ harus diciptakan. Sebagai unsur pemicu, ide seorang seniman merupakan hasil dari banyak hal. Diantaranya dapat berupa observasi secara mendalam tentang karya dan fungsinya sehingga diperlukan suatu upaya eksploratif berbekal pengetahuan, ketrampilan, dan rasa estetis yang akan diujicobakan dalam kegiatan ‘trial & error’ untuk mendapatkan hasil bentuk yang diharapkan. Namun demikian perlu dicermati bahwa penciptaan karya seni yang ekspresif berbeda nuansa ide konsepnya dengan karya seni yang bersifat seni terapan (applied arts). Kalau pelaksanaan ide konsep pada seni ekspresif lebih dominan aspek rasa estetis dan emosi personal dari sang seniman, maka pada seni terapan lebih mengedepankan aspek rasa estetis mendukung fungsi dan tujuan utama penciptaan karya seninya. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Louis Sullivan dengan credo “bentuk mengikuti fungsinya”, (‘form follows function’). Sedangkan nilai filosofis suatu karya seni bisa diamati manakala sebuah karya seni itu hadir sesuai tujuan dan fungsinya dan memiliki penampilan yang memenuhi kriteria estetis kreatif sebagai pengejawantahan bentuk jadi dari ide dan konsep kreatifnya. Kadang nilai filosofis setiap karya seni tidak secara serta merta dapat dipersepsi dengan panca indera kita saja. Tetapi harus melalui proses analisis dan perenungan yang mendalam serta didukung oleh rasa keingintahuan yang besar untuk menyibak makna dan ‘content’ yang tersirat dari sebuah karya seni.
Seni itu luas bisa mengembangkan imajinasi seseorang bahkan seni itu ada pada kehidupan manusia sehari – hari. Tidak diperkenalkan pun banyak dari kita sudah mengetahui dan mengenal apa itu kesenian. Baik kesenian dari daerah kita sendiri maupun dari daerah lain, sebenarnya jarang orang yang tidak mengenal seni (non-seni) mungkin mereka gengsi karena menganggap seni itu kuno dan membosankan, padahal justru kebudayaan itu yang banyak di minati oleh orang asing.disaat sebagian orang meninggalkan budaya-budaya seni maka di saat itu juga banyak dari orang-orang asing (luar negeri) berlomba-lomba mempelajari seni yang ada di indonesia untuk diperkenalkan ke daerah asal mereka tinggal dan dilestarikan.setelah seni itu berkembang didaerah atau di Negara tersebut orang Indonesia baru menyadari betapa penting dan berhaganya sebuah seni itu.belajar dari situlah sekarang seni sekarang dikit demi sedikit sudah dikembangkan di dalam negeri.dengan demikian seni harus diturun temurunkan ke anak cucu kita supaya tidak punah ditelan oleh zaman.
Tetapi semua aspek kehidupan kita tidak bisa terlepas dari yang namanya seni. Setiap manusia dilahirkan mempunyai darah seni. Mungkin sedikit orang yang mau mempergunakan seni yang ada dalam dirinya untuk melakukan aktivitasnya, tanpa disadari kita beraktivitas apapun dan dimanapun kita telah melakukan aktivitas seni. Jadi orang non-seni itu dipandang dari cara menikmatinya atau penikmat. Orang non-seni tidak melakukan seni secara sadar, namun mereka telah ikut melakukan aktivitas seninya. Sedangkan orang seni adalah orang yang melakukan seninya secara sadar karena mereka berusaha untuk melakukan seni dan segala aktivitas pembaharuan di bidang seni, seperti menciptakan suatu bentuk seni yang mengandung nilai estetika dan melakukan pelestariannya.

     B.     RUMUSAN MASALAH

Adapun rumusan masalah yang akan kami bahas :
-          Apa itu Seni?
-          Eksistensi Seni?
-          Karakter Seni?
-          Bagaimana cara memperkenalkan seni kepada orang non-seni?

C.    TUJUAN

Adapun tujuan penulisan makalah ini kami tulis karena merupakan tugas dari Dosen mata kuliah Filsafat Ilmu dan juga untuk memberitahu kepada pembaca agar mereka mengerti bahwa tidak semua orang mengerti bahkan mengenal apa itu seni. Oleh karena itu kita sebagai orang – orang yang telah mengenal dan mengetahui apa itu seni, wajib untuk mengenalkan atau paling tidak memberi informasi tentang seni. Biar bagaimanapun seni itu adalah suatu hal yang tidak dapat terpisahkan dalam kehidupan manusia.


BAB II
PEMBAHASAN

1.      Pengertian Seni
Seni selalu berhubungan dengan budaya. Budaya berasal dari bahasa Sansekerta (Buddayah), dan bentuk jamaknya adalah Budi dan Daya. Budi: artinya akal, pikiran, nalar. Daya: artinya usaha, upaya, Ikhtiar. Jadi kebudayaan adalah segala akal pikiran dalam berupaya atau berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Seni pada mulanya adalah proses dari manusia, dan oleh karena itu merupakan sinonim dari ilmu. Dewasa ini, seni bisa dilihat dalam intisari ekspresi dari kreatifitas manusia. Seni sangat sulit untuk dijelaskan dan juga sulit dinilai, bahwa masing-masing individu artis memilih sendiri peraturan dan parameter yang menuntunnya atau kerjanya, masih bisa dikatakan bahwa seni adalah proses dan produk dari memilih medium, dan suatu set peraturan untuk penggunaan medium itu, dan suatu set nilai-nilai yang menentukan apa yang pantas dikirimkan dengan ekspresi lewat medium itu, untuk menyampaikan baik kepercayaan, gagasan, sensasi, atau perasaan dengan cara seefektif mungkin untuk medium itu. Sekalipun demikian, banyak seniman mendapat pengaruh dari orang lain masa lalu, dan juga beberapa garis pedoman sudah muncul untuk mengungkap gagasan tertentu lewat simbolisme dan bentuk (seperti bakung yang bermaksud kematian dan mawar merah yang bermaksud cinta).

2.      Eksistensi Seni
Sejak awal mula kehadirannya apa yang kita kenal sekarang sebagai karya seni, hasil ciptaan manusia tsb sudah memiliki karakter hakikinya sebagai salah satu “solusi” pemenuhan kebutuhan manusia. Terutama dalam mengekspresikan kebesaran pemberian Tuhan bagi mereka yang dikaruniai bakat dan minat dalam bidang kesenian. Suatu kemampuan yang harus disyukuri karena tidak semua manusia mendapatkan kemampuan bakat dan minat berkesenian tersebut. Hanya mereka yang terpilih dan diarahkan untuk dapat berkreasi karya seni secara kreatif sajalah yang diharapkan mampu dan bisa berbagi kehadiran bentuk dan nilai keindahan karya seninya dengan sesama. Terlepas dari motivasi maupun tujuan penciptaannya, kehadiran karya seni selama ini telah dianggap memberikan kontribusi bagi pembentukan karakter manusia yang berbudaya karena sifat
dan keunikannya. Karya seni mampu menawarkan dirinya sebagai medium untuk mencapai berbagai kebutuhan dan tujuan hidup manusia. Kompleksitas kehadirannya yang berbagai disiplin itu telah memperkaya pengalaman hidup baik lahir maupun bathin setiap manusia dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan sosialnya. Tidaklah bisa dibayangkan bagaimana hidup tanpa dihadiri beragam karya seni di antara kita yang menawarkan nuansa dan citarasa keindahan baik itu yang berbentuk seni visual, audio visual, dan seni pertunjukan.
Sebagai medium estetis yang ‘mencerahkan’ kehidupan manusia-manusia lainnya yang dapat menikmatinya tanpa harus langsung terlibat dalam proses menciptanya, kehadiran karya seni juga mampu menstimulasi lingkungan penikmatnya. Jadi tidak hanya berguna bagi si penciptanya sebagai ‘aesthetic catalyst’ tetapi juga bagi lingkungan penikmatnya yang lain. Entitas karya-karya seni yang beragam bentuk dan keunikan nilai keindahannya tadi telah secara nyata memberikan manfaat tidak saja bersifat bathiniah tetapi juga dampak kehadiran secara fisiknya yang memiliki nilai materi, fungsi dan nilai khusus komoditas ekonomisnya.
Bagi para penikmat seni, karya seni menjadi dambaan untuk dinikmati bagi pemenuhan hasrat dan kerinduannya untuk dapat mempersepsi dan mengapresiasi keindahan yang unik dan beraneka ragam kehadirannya. Ternyata karena kwalitas bentuk dan nilai kehadirannya, sebuah karya seni memiliki strata standar yang berbeda antara karya seni yang satu dengan lainnya. Hal inilah yang akhirnya dapat menentukan posisi sebuah karya seni yang juga diikuti oleh penikmat tertentu yang memiliki selera dan cita rasa estetis yang berbeda satu sama lain. Bagi seorang kritikus atau kurator, karya seni tertentu dapat menjadi subjek utama penelaahan kritis suatu ulasan tinjauan seni yang dapat “mencerahkan” dan memperkaya wawasan pembaca karena hasil tulisan kritik seninya.
Ketiga aspek kesenian inilah yang menjadi karakter hakiki yang dimiliki oleh setiap kehadiran karya seni di sekeliling kita. Kesenian telah menjadi entitas berkarakter yang telah menjadi bagian dari kehidupan kita sehari-hari. Apalagi secara formal hal tersebut sudah terinstitusikan dalam berbagai lembaga yang diakui oleh masyarakat. Baik itu lembaga pendidikan, museum, galeri, konservatorium seni. lembaga lelang seni, dan lain sebagainya yang sudah sekian lama menggejala di dunia.

3.      Beragam Karakter Karya Seni
Pada awal kehadiran kesenian dalam kehidupan manusia memiliki arti tersendiri bagi kehidupan manusia. Terutama pada masa “domesticated perio” peradaban manusia yang memberikan waktu lebih banyak untuk melakukan hal-hal lain selain dari bekerja mendukung nafkah hidupnya. Meskipun secara kasuistik manusia sudah melakukan kreasi “seni” sebelum masa tersebut, yaitu di masa manusia masih ‘nomadic’ dan masih bersifat komunitas “food gatherer” dengan lukisan-lukisan ‘cave paintings’nya. Meskipun berbagai asumsi raison d’etre keberadaannya banyak yang masih simpang siur mempertanyakannya. Namun yang pasti karena mereka belum mengenal istilah “art” maka karya-karya mereka baru dapat diapresiasi sebagai karya seni setelah beribu tahun kemudian. Dari kenyataan tersebut dapat kita amati bahwa sejak dahulu kala ternyata bakat dan kemampuan menciptakan karya seni sudah terlihat pada manusia purba yang belum menyadari bahwa apa yang mereka ciptakan adalah sebuah ‘karya seni’.
Kenyataan bahwa sebuah karya seni itu konon bisa dipersepsi keindahan dan maknanya karena entitas keberadaannya yang tergantung dari sisi mana mempersepsinya, ”Beauty is in the eyes of the beholder...”. Hal ini dapat diartikan bahwa keindahan sebuah karya seni dapat dibedakan karena cara pandang yang berbeda. Kasus keberadaan “cave paintings” tersebut ternyata dimaknai dengan berbagai asumsi yang didasarkan pada berbagai kepentingan yang memaknainya. Antara lain, seorang pakar sejarah seni
melihatnya sebagai ‘karya seni’ yang merupakan hasil representasi dari apa yang dilihat di alam kehidupan manusia Purba tersebut pada waktu dan tempat tertentu dengan segala aspek estetisnya. Kehadirannya bisa dijadikan sebagai satu titik tolak pengkajian historis perkembangan diakronik awal seni visual manusia; Sedangkan bagi seorang perupa, karya seni tersebut akan dilihat dari sisi kaidah kesenirupaannya dengan segala aspek bentuk estetisnya. Telaah teknis dan upaya apresiatifnya terhadap daya tampil lukisan dinding goa tersebut akan memperkaya vokabulari estetika kesenirupaan yang diperlukan bagi pengembangan dan pemantapan karirnya sebagai seorang senirupawan. Tidak tertutup kemungkinan bahwa tampilan
karya seni tersebut dapat memberikan masukan yang dapat menstimulir
ide penciptaan karya seninya sendiri; Bagi pakar komunikasi, lukisan dinding goa tersebut merupakan medium komunikasi visual antar manusia dan kelompoknya yang saling bertukar pesan. Setiap elemen visual yang tergambarkan dianggap memiliki makna pesan yang tentunya dikomunikasikan dengan sesamanya dalam waktu yang sama atau dengan generasi berikutnya. Termasuk di dalamnya segenap ekspresi dan emosinya dalam proses penciptaannya. Hal ini didukung oleh pernyataan Leo Tolstoy (“Art is the Communication of Emotion”) yang menyatakan bahwa karya seni itu merupakan media komunikasi emosi dari si seniman kepada penikmatnya;
Sedangkan bagi pakar psikologi, lukisan dinding goa tersebut memiliki makna sebagai upaya kejiwaan untuk memberikan semangat dan sugesti bagi para pemburu dalam suatu upacara ritual sebelum perburuan binatang tersebut dilakukan di zaman Purba. Dengan mengacung-acungkan panah atau tombak kepada gambar-gambar binatang yang terlukis di dinding goa sambil menari-nari mengelilingi api unggun, mereka berharap pada perburuannya nanti akan membuahkan hasil yang diharapkan. Dari sisi lain, seperti yang tersirat dalam teori kejiwaan manusia yang disebut dengan terma “horor vacu” yang mengisyaratkan bahwa manusia itu pada dasarnya takut pada kesunyian atau kekosongan sehingga mereka kalau sedang sepi dan sunyi akan membuat
suara-suara atau gerak-gerak dan atau menggambar di dinding-dinding goa yang kosong tersebut seperti apa yang dilakukan oleh para “grafitti artists” masa kini dalam mengekspresikan emosinya. Hal ini seiring dengan pernyataan Eugene Veron yang menyatakan bahwa karya seni disebutnya sebagai “Art as the Expression of Emotion”; Bagi pakar edukasi, lukisan dinding goa tersebut konon dimaknai sebagai salah satu upaya edukasi bagi kelompok anak-anak yang harus tinggal di dalam goa karena ditinggal oleh orang tua mereka yang sedang melakukan perburuan. Lukisan tersebut diciptakan sebagai alat peraga visual yang menginformasikan berbagai jenis dan bentuk binatang yang harus diburu pada waktu mereka kelak sudah siap untuk ikut dalam perburuan dengan anggota masyarakatnya yang sudah dewasa.
Dari beberapa asumsi para pakar yang berbeda kompetensinya tadi ternyatakan bahwa sebuah tampilan lukisan goa dapat dipersepsi dan dimaknai secara berbeda. Terutama untuk menjawab pertanyaan mengapa karya seni itu meng’ada’ dalam kehidupan manusia sejak dahulu kala. Namun secara pasti dapat dikatakan bahwa dari semua asumsi tersebut terlihat karakter dari kehadiran karya seni tersebut yang intinya memiliki karakter umum sebagai medium upaya pemenuhan kebutuhan manusia.
Nilai karakter sebuah karya seni juga dapat dilihat dari faktor tampil eksistensi fisiknya baik itu yang bersifat karya seni yang diciptakan untuk ‘meruang’ (spatial arts) maupun yang ‘mewaktu’ (timely arts). Ataupun karya seni yang merupakan kombinasi keduanya yang dalam kehadirannya memerlukan ruang dan waktu. Dalam hal ini karakter karya seninya terindikasikan dari sisi bentuk (physical forms) yang terukur karena standar
ukuran yang digunakan (sizes, volumes) maupun kondisi dan durasi waktu tampil yang diperlukan. Dengan demikian dapat juga diamati karakter karya seni yang berbeda tidak saja karena ruang yang diperlukan untuk mengada itu berbeda, tetapi juga karena waktu yang diperlukannya juga berbeda durasinya. Di samping itu, boleh juga dikatakan bahwa karakter karya seni bisa dibedakan antara kehadiran fisiknya yang sudah jadi (finished object) dengan yang (on-going process object) karena perbedaan jenis atau genrenya.
Masing-masing disiplin karya seni dengan ‘intrinsic properties’ yang berbeda juga bisa memberikan persepsi kesan karakter yang berbeda pula. Baik itu yang menyangkut kualitas dan kuantitas elemen-elemen intrinsik yang diaplikasikan maupun yang bersifat “extrinsic properties” (unsur-unsur pendukung penampilan). Hal ini terkait dengan masalah penekanan dan dominansi penampilan karya seni itu sendiri yang dianggap dapat memberikan kesan karakter yang unik bagi kehadiran karya seni secara keseluruhan. Aplikasi praksis dari pendayagunaan intrinsic dan extrinsic
properties/qualities pada setiap karya seni dapat dipersepsi sebagai upaya pembeda yang bisa digolongkan dalam tampilan gaya, langgam, atau corak (style or mode of expression) tersendiri. Khusus pada kehadiran karya-karya seni murni (expressive or absolute) memperlihatkan upaya pendayagunaan elemen intrinsik yang dominan karena didorong oleh keinginan memberikan ciri, corak, dan gaya yang berbeda sebagai sebuah gaya ‘tampil beda’ yang tersendiri baik itu yang bernuansa gaya pribadi, zaman, geografis, dan
mode masa kini atau semangat kekinian zaman (personal, periodical, geographical, & trend or l’esprit de l’age). Ini semua merupakan beberapa indikator karakter karya seni yang umum karena keberadaan atau kehadiran yang nyata dari setiap karya seni di sekitar kita.
Adapun karakter khusus dari karya seni ternampakkan pada tujuan, fungsi, ide dan konsep, serta nilai filosofis keberadaan karya seni tersebut beserta segala aspeknya. Hal ini bisa kita dapatkan dari hasil analisis pengamatan yang mendalam tentang semua karakter umum karya-karya seni yang ada sehingga bisa didapatkan significant idea yang tersirat di dalamnya.
Tujuan dan fungsi kehadiran karya seni tentunya dalam tahapan penciptaan karya (creative process) menjadi tumpuan utama yang memberikan arah sasaran kemana sebuah karya seni nantinya akan dibawa. Didukung oleh ‘niat’ (rasa & karsa) maka tujuan dan fungsi karya seni menjadi ‘pengawal’ proses kreatif penciptaan karya seni sampai jadi dan berfungsi optimal sesuai dengan tujuan utama penciptaannya. Sedangkan
ide dan konsep merupakan pemicu dan pemikiran kerja bagaimana ‘tujuan’ harus diciptakan. Sebagai unsur pemicu, ide seorang seniman merupakan hasil dari banyak hal. Diantaranya dapat berupa observasi secara mendalam tentang karya dan fungsinya sehingga diperlukan suatu upaya eksploratif berbekal pengetahuan, ketrampilan, dan rasa estetis yang akan diujicobakan dalam kegiatan ‘trial & error’ untuk mendapatkan hasil bentuk yang diharapkan. Namun demikian perlu dicermati bahwa penciptaan karya seni
yang ekspresif berbeda nuansa ide konsepnya dengan karya seni yang bersifat seni terapan (applied arts). Kalau pelaksanaan ide konsep pada seni ekspresif lebih dominan aspek rasa estetis dan emosi personal dari sang seniman, maka pada seni terapan lebih mengedepankan aspek rasa estetis mendukung fungsi dan tujuan utama penciptaan karya seninya. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Louis Sullivan dengan credo “bentuk mengikuti fungsinya”, (‘form follows function’).
Sedangkan nilai filosofis suatu karya seni bisa diamati manakala sebuah karya seni itu hadir sesuai tujuan dan fungsinya dan memiliki penampilan yang memenuhi kriteria estetis kreatif sebagai pengejawantahan bentuk jadi dari ide dan konsep kreatifnya. Kadang nilai filosofis setiap karya seni tidak secara serta merta dapat dipersepsi dengan panca indera kita saja. Tetapi harus melalui proses analisis dan perenungan yang mendalam serta didukung oleh rasa keingintahuan yang besar untuk menyibak makna dan ‘content’ yang tersirat dari sebuah karya seni.

4.      Cara Memperkenalkan Seni Pada Orang Non-Seni
Dari berbagai sumber dan pendapat orang-orang di sekitar kita, baik yang saya dapat secara langsung ataupun lewat dunia maya, sebenarnya memperkenalkan seni itu mudah saja. Karena semua aspek kehidupan kita tidak bisa terlepas dari yang namanya seni. Setiap manusia dilahirkan mempunyai darah seni. Mungkin sedikit orang yang mau mempergunakan seni yang ada dalam dirinya untuk melakukan aktivitasnya, tanpa disadari kita beraktivitas apapun dan dimanapun kita telah melakukan aktivitas seni. Jadi orang non-seni itu dipandang dari cara menikmatinya atau penikmat. Orang non-seni tidak melakukan seni secara sadar, namun mereka telah ikut melakukan aktivitas seninya. Sedangkan orang seni adalah orang yang melakukan seninya secara sadar karena mereka berusaha untuk melakukan seni dan segala aktivitas pembaharuan di bidang seni, seperti menciptakan suatu bentuk seni yang mengandung nilai estetika dan melakukan pelestariannya. Memperkenalkan seni kepada orang-orang yang sadar seni dan tidak sadar seni itu itu berbeda. Untuk orang yang non-seni (belum atau tidak sadar seni atau penikmat) mengenalkannya susah-susah gampang. Kita bisa mengilustrasikannya seperti memperkenalkan ilmu sosial kepada orang yang tidak punya jiwa sosial, memberi rumus MIPA kepada orang yang tidak paham atau tidak suka pada MIPA. Semua orang mempunyai porsi berbeda-beda. Maksudnya adalah ketika kita ingin mengenalkan seni kepada orang non-seni tinggal bagaimana cara kita mampu menarik hati dan pandangan lewat indera.
Melakukan perform art entah dalam bentuk tarian, musik, vokal, pertunjukan drama atau teater yang didalamnya mengandung aktivitas kehidupan bermasyarakat dengan segala aspek-aspeknya. Kita bisa menyisipkan kesenian itu ketika ada event-event seperti peringatan hari besar, halal-bihalal, pagelaran budaya, dll. Lebih baik jika setiap bulan diadakan malam pentas seni, atau kalau di Ponorogo ada Pentas Bulan Purnama setiap malam bulan purnama. Disitu kita bisa melihat sebuah karya seni mulai dari tarian, musik, dan vokal. Khususnya untuk mengenalkan kebudayaan asli Ponorogo.
Melalui karya-karya kita juga bisa membuat orang non-seni tertarik, misalnya: kaligrafi untuk mendukung aspek religius, desain grafis (banner, poster, dsb), buku, majalah, koran, desain interior dan eksterior (rumah, gedung, sekolah, dsb), dan masih banyak lagi yang lain. Dalam bidang olahraga pun kita bisa melakukan kesenian, yaitu seni olah tubuh seperti senam, dan seni bela diri, misalnya: Karate, taekwondo, judo, dll. Kita pun dapat mengenalkan dan melestarikan seni lewat dunia maya. Jaman sekarang kita bisa mengakses dunia maya lewat apapun. Semua orang tidak lagi gaptek (walaupun masih ada yang gaptek) tetapi setidaknya ada orang yang mengenal teknologi. Banyak akun pertemanan dan jejaring sosial yang bisa kita gunakan, seperti: Facebook, Twitter, Youtube, Google +, dll. Di masa ini semua orang juga gampang memperoleh teknologi dengan harga yang terjangkau. Dan tidak perlu repot-repot untuk datang langsung ke tempat, belanja pun bisa online. Itu semua karena adanya iptek yang didukung oleh aktivitas seni manusia, yaitu menciptakan terobosan baru dalam bidang teknologi. Lagipula sekarang pun banyak sekolah seni, entah itu di pendidikan pra-sekolah sampai pendidikan tinggi sekaligus. Diantaranya banyak sanggar-sanggar seni yang didirikan oleh beberapa orang, memasukkan mata pelajaran kesenian di sekolah-sekolah, dll. Tidak heran dengan didukung teknologi yang maju kita tidak perlu susah-susah untuk melestarikan dan mengenalkan seni kepada seluruh manusia, terutama dalam hal seni tradisional atau seni daerah. Karena seni itu dapat kita abadikan, kita lakukan, kita lihat melalui berbagai media. Entah dari media cetak maupun media elektronik. Apapun yang dapat kita lakukan tentunya harus dipertimbangkan juga, contohnya dalam hal baik dan buruknya pengaruh suatu seni bagi diri kita masing-masing. Karena tujuan kita dalam melakukan seni adalah untuk melestarikan dan menjaga serta mengenalkan kebudayaan yang kita punya kepada orang lain dengan menjaga nilai dan norma yang ada di dalam kehidupan masyarakat. Khususnya nilai etika dan estetika. Karena tanpa nilai itu kebudayaan dan kesenian kita tidak ada artinya.

 
   
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dari pembahasan makalah tentang Bagaimana cara memperkenalkan seni kepada orang non-seni, dapat disimpulkan bahwa semua aspek kehidupan kita tidak bisa terlepas dari yang namanya seni. Setiap manusia dilahirkan mempunyai darah seni. Mungkin sedikit orang yang mau mempergunakan seni yang ada dalam dirinya untuk melakukan aktivitasnya, tanpa disadari kita beraktivitas apapun dan dimanapun kita telah melakukan aktivitas seni. Jadi orang non-seni itu dipandang dari cara menikmatinya atau penikmat. Orang non-seni tidak melakukan seni secara sadar, namun mereka telah ikut melakukan aktivitas seninya. Sedangkan orang seni adalah orang yang melakukan seninya secara sadar karena mereka berusaha untuk melakukan seni dan segala aktivitas pembaharuan di bidang seni, seperti menciptakan suatu bentuk seni yang mengandung nilai estetika dan melakukan pelestariannya. Disini kita bisa melakukan perform art entah dalam bentuk tarian, musik, vokal, pertunjukan drama atau teater yang didalamnya mengandung aktivitas kehidupan bermasyarakat dengan segala aspek-aspeknya. Melalui karya-karya kita juga bisa membuat orang non-seni tertarik, misalnya: kaligrafi untuk mendukung aspek religius, desain grafis (banner, poster, dsb), buku, majalah, koran, desain interior dan eksterior (rumah, gedung, sekolah, dsb), dan masih banyak lagi yang lain. Kita pun dapat mengenalkan dan melestarikan seni lewat dunia maya. Jaman sekarang kita bisa mengakses dunia maya lewat apapun. Semua orang tidak lagi gaptek (walaupun masih ada yang gaptek) tetapi setidaknya ada orang yang mengenal teknologi. Banyak akun pertemanan dan jejaring sosial yang bisa kita gunakan, seperti: Facebook, Twitter, Youtube, Google +, dll. Di masa ini semua orang juga gampang memperoleh teknologi dengan harga yang terjangkau. Dan tidak perlu repot-repot untuk datang langsung ke tempat, belanja pun bisa online. Itu semua karena adanya iptek yang didukung oleh aktivitas seni manusia, yaitu menciptakan terobosan baru dalam bidang teknologi. Lagipula sekarang pun banyak sekolah seni, entah itu di pendidikan pra-sekolah sampai pendidikan tinggi sekaligus. Tidak heran dengan didukung teknologi yang maju kita tidak perlu susah-susah untuk melestarikan dan mengenalkan seni kepada seluruh manusia, terutama dalam hal seni tradisional atau seni daerah. Apapun yang dapat kita lakukan tentunya harus dipertimbangkan juga, contohnya dalam hal baik dan buruknya pengaruh suatu seni bagi diri kita masing-masing. Salam Budaya.

0 Response to "CONTOH MAKALAH PENDIDIKAN SENI TENTANG "EKSISTENSI SENI, KARAKTER SENI DAN MENGENALKAN SENI PADA ORANG NON-SENI""

Posting Komentar