BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Seni merupakan salah satu wadah untuk mengembangkan bakat dan
mencurahkan isi hati,dan seni juga bisa menjadi identitas suatu daerah,untuk
itu seni juga berguna bagi sebagian besar manusia.
Tujuan
dan fungsi kehadiran karya seni tentunya dalam tahapan penciptaan karya (creative
process) menjadi tumpuan utama yang memberikan arah sasaran kemana sebuah
karya seni nantinya akan dibawa. Didukung oleh ‘niat’ (rasa & karsa) maka
tujuan dan fungsi karya seni menjadi ‘pengawal’ proses kreatif penciptaan karya
seni sampai jadi dan berfungsi optimal sesuai dengan tujuan utama
penciptaannya. Sedangkan ide dan konsep merupakan pemicu dan pemikiran kerja
bagaimana ‘tujuan’ harus diciptakan. Sebagai unsur pemicu, ide seorang seniman
merupakan hasil dari banyak hal. Diantaranya dapat berupa observasi secara
mendalam tentang karya dan fungsinya sehingga diperlukan suatu upaya
eksploratif berbekal pengetahuan, ketrampilan, dan rasa estetis yang akan
diujicobakan dalam kegiatan ‘trial & error’ untuk mendapatkan hasil
bentuk yang diharapkan. Namun demikian perlu dicermati bahwa penciptaan karya
seni yang ekspresif berbeda nuansa ide konsepnya dengan karya seni yang
bersifat seni terapan (applied arts). Kalau pelaksanaan ide konsep pada
seni ekspresif lebih dominan aspek rasa estetis dan emosi personal dari sang
seniman, maka pada seni terapan lebih mengedepankan aspek rasa estetis
mendukung fungsi dan tujuan utama penciptaan karya seninya. Sebagaimana yang
dinyatakan oleh Louis Sullivan dengan credo “bentuk mengikuti fungsinya”,
(‘form follows function’). Sedangkan nilai filosofis suatu karya seni bisa
diamati manakala sebuah karya seni itu hadir sesuai tujuan dan fungsinya dan
memiliki penampilan yang memenuhi kriteria estetis kreatif sebagai
pengejawantahan bentuk jadi dari ide dan konsep kreatifnya. Kadang nilai
filosofis setiap karya seni tidak secara serta merta dapat dipersepsi dengan
panca indera kita saja. Tetapi harus melalui proses analisis dan perenungan
yang mendalam serta didukung oleh rasa keingintahuan yang besar untuk menyibak
makna dan ‘content’ yang tersirat dari sebuah karya seni.
Seni itu luas bisa
mengembangkan imajinasi seseorang bahkan seni itu ada pada kehidupan manusia
sehari – hari. Tidak diperkenalkan pun banyak dari kita sudah mengetahui dan
mengenal apa itu kesenian. Baik kesenian dari daerah kita sendiri maupun dari
daerah lain, sebenarnya jarang orang yang tidak mengenal seni (non-seni)
mungkin mereka gengsi karena menganggap seni itu kuno dan membosankan, padahal justru kebudayaan itu yang banyak
di minati oleh orang asing.disaat sebagian orang meninggalkan budaya-budaya seni maka di saat itu juga banyak
dari orang-orang asing (luar negeri) berlomba-lomba mempelajari seni yang ada di indonesia untuk
diperkenalkan ke daerah asal mereka tinggal dan dilestarikan.setelah seni itu
berkembang didaerah atau di Negara tersebut orang Indonesia baru menyadari
betapa penting dan berhaganya sebuah seni itu.belajar dari situlah sekarang
seni sekarang dikit demi sedikit sudah dikembangkan di dalam negeri.dengan
demikian seni harus diturun temurunkan ke anak cucu kita supaya tidak punah
ditelan oleh zaman.
Tetapi
semua aspek kehidupan kita tidak bisa terlepas dari yang namanya seni. Setiap
manusia dilahirkan mempunyai darah seni. Mungkin sedikit orang yang mau
mempergunakan seni yang ada dalam dirinya untuk melakukan aktivitasnya, tanpa
disadari kita beraktivitas apapun dan dimanapun kita telah melakukan aktivitas
seni. Jadi orang non-seni itu dipandang dari cara menikmatinya atau penikmat.
Orang non-seni tidak melakukan seni secara sadar, namun mereka telah ikut melakukan
aktivitas seninya. Sedangkan orang seni adalah orang yang melakukan seninya
secara sadar karena mereka berusaha untuk melakukan seni dan segala aktivitas
pembaharuan di bidang seni, seperti menciptakan suatu bentuk seni yang
mengandung nilai estetika dan melakukan pelestariannya.
B.
RUMUSAN
MASALAH
Adapun
rumusan masalah yang akan kami bahas :
-
Apa
itu Seni?
-
Eksistensi
Seni?
-
Karakter
Seni?
-
Bagaimana
cara memperkenalkan seni kepada orang non-seni?
C.
TUJUAN
Adapun
tujuan penulisan makalah ini kami tulis karena merupakan tugas dari Dosen mata
kuliah Filsafat Ilmu dan juga untuk memberitahu kepada pembaca agar mereka
mengerti bahwa tidak semua orang mengerti bahkan mengenal apa itu seni. Oleh karena itu kita sebagai
orang – orang yang telah mengenal dan mengetahui apa itu seni, wajib untuk
mengenalkan atau paling tidak memberi informasi tentang seni. Biar bagaimanapun seni itu adalah suatu hal yang tidak
dapat terpisahkan dalam kehidupan manusia.
BAB
II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Seni
Seni
selalu berhubungan dengan budaya. Budaya berasal dari bahasa Sansekerta
(Buddayah), dan bentuk jamaknya adalah Budi dan Daya. Budi: artinya akal,
pikiran, nalar. Daya: artinya usaha, upaya, Ikhtiar. Jadi kebudayaan adalah
segala akal pikiran dalam berupaya atau berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari.
Seni
pada mulanya adalah proses dari manusia, dan oleh karena itu merupakan sinonim
dari ilmu. Dewasa ini, seni bisa dilihat dalam intisari ekspresi dari
kreatifitas manusia. Seni sangat sulit untuk dijelaskan dan juga sulit dinilai,
bahwa masing-masing individu artis memilih sendiri peraturan dan parameter yang
menuntunnya atau kerjanya, masih bisa dikatakan bahwa seni adalah proses dan produk
dari memilih medium, dan suatu set peraturan untuk penggunaan medium itu, dan
suatu set nilai-nilai yang menentukan apa yang pantas dikirimkan dengan
ekspresi lewat medium itu, untuk menyampaikan baik kepercayaan, gagasan,
sensasi, atau perasaan dengan cara seefektif mungkin untuk medium itu.
Sekalipun demikian, banyak seniman mendapat pengaruh dari orang lain masa lalu,
dan juga beberapa garis pedoman sudah muncul untuk mengungkap gagasan tertentu
lewat simbolisme dan bentuk (seperti bakung yang bermaksud kematian dan mawar
merah yang bermaksud cinta).
2. Eksistensi Seni
Sejak
awal mula kehadirannya apa yang kita kenal sekarang sebagai karya seni, hasil
ciptaan manusia tsb sudah memiliki karakter hakikinya sebagai salah satu
“solusi” pemenuhan kebutuhan manusia. Terutama dalam mengekspresikan kebesaran
pemberian Tuhan bagi mereka yang dikaruniai bakat dan minat dalam bidang
kesenian. Suatu kemampuan yang harus disyukuri karena tidak semua manusia
mendapatkan kemampuan bakat dan minat berkesenian tersebut. Hanya mereka yang
terpilih dan diarahkan untuk dapat berkreasi karya seni secara kreatif sajalah
yang diharapkan mampu dan bisa berbagi kehadiran bentuk dan nilai keindahan
karya seninya dengan sesama. Terlepas dari motivasi maupun tujuan
penciptaannya, kehadiran karya seni selama ini telah dianggap memberikan
kontribusi bagi pembentukan karakter manusia yang berbudaya karena sifat
dan
keunikannya. Karya seni mampu menawarkan dirinya sebagai medium untuk mencapai
berbagai kebutuhan dan tujuan hidup manusia. Kompleksitas kehadirannya yang
berbagai disiplin itu telah memperkaya pengalaman hidup baik lahir maupun
bathin setiap manusia dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan sosialnya.
Tidaklah bisa dibayangkan bagaimana hidup tanpa dihadiri beragam karya seni di
antara kita yang menawarkan nuansa dan citarasa keindahan baik itu yang
berbentuk seni visual, audio visual, dan seni pertunjukan.
Sebagai
medium estetis yang ‘mencerahkan’ kehidupan manusia-manusia lainnya yang dapat
menikmatinya tanpa harus langsung terlibat dalam proses menciptanya, kehadiran karya
seni juga mampu menstimulasi lingkungan penikmatnya. Jadi tidak hanya berguna
bagi si penciptanya sebagai ‘aesthetic catalyst’ tetapi juga bagi
lingkungan penikmatnya yang lain. Entitas karya-karya seni yang beragam bentuk
dan keunikan nilai keindahannya tadi telah secara nyata memberikan manfaat
tidak saja bersifat bathiniah tetapi juga dampak kehadiran secara fisiknya yang
memiliki nilai materi, fungsi dan nilai khusus komoditas ekonomisnya.
Bagi para
penikmat seni, karya seni menjadi dambaan untuk dinikmati bagi pemenuhan hasrat
dan kerinduannya untuk dapat mempersepsi dan mengapresiasi keindahan yang unik
dan beraneka ragam kehadirannya. Ternyata karena kwalitas bentuk dan nilai
kehadirannya, sebuah karya seni memiliki strata standar yang berbeda antara karya
seni yang satu dengan lainnya. Hal inilah yang akhirnya dapat menentukan posisi
sebuah karya seni yang juga diikuti oleh penikmat tertentu yang memiliki selera
dan cita rasa estetis yang berbeda satu sama lain. Bagi seorang kritikus atau
kurator, karya seni tertentu dapat menjadi subjek utama penelaahan kritis suatu
ulasan tinjauan seni yang dapat “mencerahkan” dan memperkaya wawasan pembaca
karena hasil tulisan kritik seninya.
Ketiga
aspek kesenian inilah yang menjadi karakter hakiki yang dimiliki oleh setiap
kehadiran karya seni di sekeliling kita. Kesenian telah menjadi entitas
berkarakter yang telah menjadi bagian dari kehidupan kita sehari-hari. Apalagi
secara formal hal tersebut sudah terinstitusikan dalam berbagai lembaga yang
diakui oleh masyarakat. Baik itu lembaga pendidikan, museum, galeri,
konservatorium seni. lembaga lelang seni, dan lain sebagainya yang sudah sekian
lama menggejala di dunia.
3. Beragam Karakter Karya Seni
Pada awal
kehadiran kesenian dalam kehidupan manusia memiliki arti tersendiri bagi
kehidupan manusia. Terutama pada masa “domesticated perio” peradaban
manusia yang memberikan waktu lebih banyak untuk melakukan hal-hal lain selain
dari bekerja mendukung nafkah hidupnya. Meskipun secara kasuistik manusia sudah
melakukan kreasi “seni” sebelum masa tersebut, yaitu di masa manusia masih ‘nomadic’
dan masih bersifat komunitas “food gatherer” dengan lukisan-lukisan
‘cave paintings’nya. Meskipun berbagai asumsi raison d’etre keberadaannya
banyak yang masih simpang siur mempertanyakannya. Namun yang pasti karena
mereka belum mengenal istilah “art” maka karya-karya mereka baru dapat
diapresiasi sebagai karya seni setelah beribu tahun kemudian. Dari kenyataan
tersebut dapat kita amati bahwa sejak dahulu kala ternyata bakat dan kemampuan
menciptakan karya seni sudah terlihat pada manusia purba yang belum menyadari
bahwa apa yang mereka ciptakan adalah sebuah ‘karya seni’.
Kenyataan
bahwa sebuah karya seni itu konon bisa dipersepsi keindahan dan maknanya karena
entitas keberadaannya yang tergantung dari sisi mana mempersepsinya, ”Beauty
is in the eyes of the beholder...”. Hal ini dapat diartikan bahwa keindahan
sebuah karya seni dapat dibedakan karena cara pandang yang berbeda. Kasus
keberadaan “cave paintings” tersebut ternyata dimaknai dengan berbagai
asumsi yang didasarkan pada berbagai kepentingan yang memaknainya. Antara lain,
seorang pakar sejarah seni
melihatnya sebagai
‘karya seni’ yang merupakan hasil representasi dari apa yang dilihat di alam
kehidupan manusia Purba tersebut pada waktu dan tempat tertentu dengan segala aspek
estetisnya. Kehadirannya bisa dijadikan sebagai satu titik tolak pengkajian
historis perkembangan diakronik awal seni visual manusia; Sedangkan bagi
seorang perupa, karya seni tersebut akan dilihat dari sisi kaidah kesenirupaannya
dengan segala aspek bentuk estetisnya. Telaah teknis dan upaya apresiatifnya
terhadap daya tampil lukisan dinding goa tersebut akan memperkaya vokabulari
estetika kesenirupaan yang diperlukan bagi pengembangan dan pemantapan karirnya
sebagai seorang senirupawan. Tidak tertutup kemungkinan bahwa tampilan
karya seni tersebut
dapat memberikan masukan yang dapat menstimulir
ide penciptaan karya
seninya sendiri; Bagi pakar komunikasi, lukisan dinding goa tersebut merupakan
medium komunikasi visual antar manusia dan kelompoknya yang saling bertukar
pesan. Setiap elemen visual yang tergambarkan dianggap memiliki makna pesan
yang tentunya dikomunikasikan dengan sesamanya dalam waktu yang sama atau
dengan generasi berikutnya. Termasuk di dalamnya segenap ekspresi dan emosinya
dalam proses penciptaannya. Hal ini didukung oleh pernyataan Leo Tolstoy (“Art
is the Communication of Emotion”) yang menyatakan bahwa karya seni itu
merupakan media komunikasi emosi dari si seniman kepada penikmatnya;
Sedangkan bagi pakar
psikologi, lukisan dinding goa tersebut memiliki makna sebagai upaya kejiwaan
untuk memberikan semangat dan sugesti bagi para pemburu dalam suatu upacara
ritual sebelum perburuan binatang tersebut dilakukan di zaman Purba. Dengan
mengacung-acungkan panah atau tombak kepada gambar-gambar binatang yang
terlukis di dinding goa sambil menari-nari mengelilingi api unggun, mereka
berharap pada perburuannya nanti akan membuahkan hasil yang diharapkan. Dari sisi
lain, seperti yang tersirat dalam teori kejiwaan manusia yang disebut dengan
terma “horor vacu” yang mengisyaratkan bahwa manusia itu pada dasarnya
takut pada kesunyian atau kekosongan sehingga mereka kalau sedang sepi dan
sunyi akan membuat
suara-suara atau
gerak-gerak dan atau menggambar di dinding-dinding goa yang kosong tersebut
seperti apa yang dilakukan oleh para “grafitti artists” masa kini dalam mengekspresikan
emosinya. Hal ini seiring dengan pernyataan Eugene Veron yang menyatakan bahwa
karya seni disebutnya sebagai “Art as the Expression of Emotion”; Bagi
pakar edukasi, lukisan dinding goa tersebut konon dimaknai sebagai salah satu
upaya edukasi bagi kelompok anak-anak yang harus tinggal di dalam goa karena ditinggal
oleh orang tua mereka yang sedang melakukan perburuan. Lukisan tersebut diciptakan
sebagai alat peraga visual yang menginformasikan berbagai jenis dan bentuk binatang
yang harus diburu pada waktu mereka kelak sudah siap untuk ikut dalam perburuan
dengan anggota masyarakatnya yang sudah dewasa.
Dari
beberapa asumsi para pakar yang berbeda kompetensinya tadi ternyatakan bahwa
sebuah tampilan lukisan goa dapat dipersepsi dan dimaknai secara berbeda. Terutama
untuk menjawab pertanyaan mengapa karya seni itu meng’ada’ dalam kehidupan
manusia sejak dahulu kala. Namun secara pasti dapat dikatakan bahwa dari semua
asumsi tersebut terlihat karakter dari kehadiran karya seni tersebut yang
intinya memiliki karakter umum sebagai medium upaya pemenuhan kebutuhan
manusia.
Nilai
karakter sebuah karya seni juga dapat dilihat dari faktor tampil eksistensi fisiknya
baik itu yang bersifat karya seni yang diciptakan untuk ‘meruang’ (spatial
arts) maupun yang ‘mewaktu’ (timely arts). Ataupun karya seni yang
merupakan kombinasi keduanya yang dalam kehadirannya memerlukan ruang dan
waktu. Dalam hal ini karakter karya seninya terindikasikan dari sisi bentuk (physical
forms) yang terukur karena standar
ukuran yang
digunakan (sizes, volumes) maupun kondisi dan durasi waktu tampil yang diperlukan.
Dengan demikian dapat juga diamati karakter karya seni yang berbeda tidak saja
karena ruang yang diperlukan untuk mengada itu berbeda, tetapi juga karena
waktu yang diperlukannya juga berbeda durasinya. Di samping itu, boleh juga
dikatakan bahwa karakter karya seni bisa dibedakan antara kehadiran fisiknya
yang sudah jadi (finished object) dengan yang (on-going process
object) karena perbedaan jenis atau genrenya.
Masing-masing
disiplin karya seni dengan ‘intrinsic properties’ yang berbeda juga bisa
memberikan persepsi kesan karakter yang berbeda pula. Baik itu yang menyangkut
kualitas dan kuantitas elemen-elemen intrinsik yang diaplikasikan maupun yang
bersifat “extrinsic properties” (unsur-unsur pendukung penampilan). Hal
ini terkait dengan masalah penekanan dan dominansi penampilan karya seni itu
sendiri yang dianggap dapat memberikan kesan karakter yang unik bagi kehadiran
karya seni secara keseluruhan. Aplikasi praksis dari pendayagunaan intrinsic
dan extrinsic
properties/qualities
pada setiap karya seni dapat dipersepsi sebagai
upaya pembeda yang bisa digolongkan dalam tampilan gaya, langgam, atau corak (style
or mode of expression) tersendiri. Khusus pada kehadiran karya-karya seni
murni (expressive or absolute) memperlihatkan upaya pendayagunaan elemen
intrinsik yang dominan karena didorong oleh keinginan memberikan ciri, corak,
dan gaya yang berbeda sebagai sebuah gaya ‘tampil beda’ yang tersendiri baik
itu yang bernuansa gaya pribadi, zaman, geografis, dan
mode masa kini atau
semangat kekinian zaman (personal, periodical, geographical, & trend or
l’esprit de l’age). Ini semua merupakan beberapa indikator karakter karya
seni yang umum karena keberadaan atau kehadiran yang nyata dari setiap karya
seni di sekitar kita.
Adapun
karakter khusus dari karya seni ternampakkan pada tujuan, fungsi, ide dan konsep,
serta nilai filosofis keberadaan karya seni tersebut beserta segala aspeknya.
Hal ini bisa kita dapatkan dari hasil analisis pengamatan yang mendalam tentang
semua karakter umum karya-karya seni yang ada sehingga bisa didapatkan significant
idea yang tersirat di dalamnya.
Tujuan
dan fungsi kehadiran karya seni tentunya dalam tahapan penciptaan karya (creative
process) menjadi tumpuan utama yang memberikan arah sasaran kemana sebuah
karya seni nantinya akan dibawa. Didukung oleh ‘niat’ (rasa & karsa) maka tujuan
dan fungsi karya seni menjadi ‘pengawal’ proses kreatif penciptaan karya seni sampai
jadi dan berfungsi optimal sesuai dengan tujuan utama penciptaannya. Sedangkan
ide dan konsep merupakan
pemicu dan pemikiran kerja bagaimana ‘tujuan’ harus diciptakan. Sebagai unsur
pemicu, ide seorang seniman merupakan hasil dari banyak hal. Diantaranya dapat
berupa observasi secara mendalam tentang karya dan fungsinya sehingga
diperlukan suatu upaya eksploratif berbekal pengetahuan, ketrampilan, dan rasa estetis
yang akan diujicobakan dalam kegiatan ‘trial & error’ untuk
mendapatkan hasil bentuk yang diharapkan. Namun demikian perlu dicermati bahwa
penciptaan karya seni
yang ekspresif
berbeda nuansa ide konsepnya dengan karya seni yang bersifat seni terapan (applied
arts). Kalau pelaksanaan ide konsep pada seni ekspresif lebih dominan aspek
rasa estetis dan emosi personal dari sang seniman, maka pada seni terapan lebih
mengedepankan aspek rasa estetis mendukung fungsi dan tujuan utama penciptaan
karya seninya. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Louis Sullivan dengan credo “bentuk
mengikuti fungsinya”, (‘form follows function’).
Sedangkan
nilai filosofis suatu karya seni bisa diamati manakala sebuah karya seni itu
hadir sesuai tujuan dan fungsinya dan memiliki penampilan yang memenuhi kriteria
estetis kreatif sebagai pengejawantahan bentuk jadi dari ide dan konsep kreatifnya.
Kadang nilai filosofis setiap karya seni tidak secara serta merta dapat dipersepsi
dengan panca indera kita saja. Tetapi harus melalui proses analisis dan perenungan
yang mendalam serta didukung oleh rasa keingintahuan yang besar untuk menyibak
makna dan ‘content’ yang tersirat dari sebuah karya seni.
4. Cara Memperkenalkan Seni Pada Orang Non-Seni
Dari
berbagai sumber dan pendapat orang-orang di sekitar kita, baik yang saya dapat secara
langsung ataupun lewat dunia maya, sebenarnya memperkenalkan seni itu mudah saja. Karena semua aspek
kehidupan kita tidak bisa terlepas dari yang namanya seni. Setiap manusia
dilahirkan mempunyai darah seni. Mungkin sedikit orang yang mau mempergunakan
seni yang ada dalam dirinya untuk melakukan aktivitasnya, tanpa disadari kita
beraktivitas apapun dan dimanapun kita telah melakukan aktivitas seni. Jadi
orang non-seni itu dipandang dari cara menikmatinya atau penikmat. Orang
non-seni tidak melakukan seni secara sadar, namun mereka telah ikut melakukan
aktivitas seninya. Sedangkan orang seni adalah orang yang melakukan seninya
secara sadar karena mereka berusaha untuk melakukan seni dan segala aktivitas
pembaharuan di bidang seni, seperti menciptakan suatu bentuk seni yang
mengandung nilai estetika dan melakukan pelestariannya. Memperkenalkan seni
kepada orang-orang yang sadar seni dan tidak sadar seni itu itu berbeda. Untuk
orang yang non-seni (belum atau tidak sadar seni atau penikmat) mengenalkannya
susah-susah gampang. Kita bisa mengilustrasikannya seperti memperkenalkan ilmu
sosial kepada orang yang tidak punya jiwa sosial, memberi rumus MIPA kepada orang
yang tidak paham atau tidak suka pada MIPA. Semua orang mempunyai porsi
berbeda-beda. Maksudnya adalah ketika kita ingin mengenalkan seni kepada orang
non-seni tinggal bagaimana cara kita mampu menarik hati dan pandangan lewat
indera.
Melakukan
perform art entah dalam bentuk tarian, musik, vokal, pertunjukan drama atau
teater yang didalamnya mengandung aktivitas kehidupan bermasyarakat dengan
segala aspek-aspeknya. Kita bisa menyisipkan kesenian itu ketika ada
event-event seperti peringatan hari besar, halal-bihalal, pagelaran budaya,
dll. Lebih baik jika setiap bulan diadakan malam pentas seni, atau kalau di
Ponorogo ada Pentas Bulan Purnama setiap malam bulan purnama. Disitu kita bisa
melihat sebuah karya seni mulai dari tarian, musik, dan vokal. Khususnya untuk
mengenalkan kebudayaan asli Ponorogo.
Melalui
karya-karya kita juga bisa membuat orang non-seni tertarik, misalnya: kaligrafi
untuk mendukung aspek religius, desain grafis (banner, poster, dsb), buku,
majalah, koran, desain interior dan eksterior (rumah, gedung, sekolah, dsb),
dan masih banyak lagi yang lain. Dalam bidang olahraga pun kita bisa melakukan
kesenian, yaitu seni olah tubuh seperti senam, dan seni bela diri, misalnya:
Karate, taekwondo, judo, dll. Kita pun dapat mengenalkan dan melestarikan seni
lewat dunia maya. Jaman sekarang kita bisa mengakses dunia maya lewat apapun.
Semua orang tidak lagi gaptek (walaupun masih ada yang gaptek) tetapi
setidaknya ada orang yang mengenal teknologi. Banyak akun pertemanan dan
jejaring sosial yang bisa kita gunakan, seperti: Facebook, Twitter, Youtube,
Google +, dll. Di masa ini semua orang juga gampang memperoleh teknologi dengan
harga yang terjangkau. Dan tidak perlu repot-repot untuk datang langsung ke
tempat, belanja pun bisa online. Itu semua karena adanya iptek yang didukung
oleh aktivitas seni manusia, yaitu menciptakan terobosan baru dalam bidang
teknologi. Lagipula sekarang pun banyak sekolah seni, entah itu di pendidikan
pra-sekolah sampai pendidikan tinggi sekaligus. Diantaranya banyak
sanggar-sanggar seni yang didirikan oleh beberapa orang, memasukkan mata
pelajaran kesenian di sekolah-sekolah, dll. Tidak heran dengan didukung
teknologi yang maju kita tidak perlu susah-susah untuk melestarikan dan mengenalkan
seni kepada seluruh manusia, terutama dalam hal seni tradisional atau seni
daerah. Karena seni itu dapat kita abadikan, kita lakukan, kita lihat melalui
berbagai media. Entah dari media cetak maupun media elektronik. Apapun yang
dapat kita lakukan tentunya harus dipertimbangkan juga, contohnya dalam hal
baik dan buruknya pengaruh suatu seni bagi diri kita masing-masing. Karena
tujuan kita dalam melakukan seni adalah untuk melestarikan dan menjaga serta
mengenalkan kebudayaan yang kita punya kepada orang lain dengan menjaga nilai
dan norma yang ada di dalam kehidupan masyarakat. Khususnya nilai etika dan
estetika. Karena tanpa nilai itu kebudayaan dan kesenian kita tidak ada
artinya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari pembahasan makalah tentang Bagaimana cara
memperkenalkan seni kepada orang non-seni, dapat disimpulkan bahwa semua aspek
kehidupan kita tidak bisa terlepas dari yang namanya seni. Setiap manusia
dilahirkan mempunyai darah seni. Mungkin sedikit orang yang mau mempergunakan
seni yang ada dalam dirinya untuk melakukan aktivitasnya, tanpa disadari kita
beraktivitas apapun dan dimanapun kita telah melakukan aktivitas seni. Jadi
orang non-seni itu dipandang dari cara menikmatinya atau penikmat. Orang non-seni
tidak melakukan seni secara sadar, namun mereka telah ikut melakukan aktivitas
seninya. Sedangkan orang seni adalah orang yang melakukan seninya secara sadar
karena mereka berusaha untuk melakukan seni dan segala aktivitas pembaharuan di
bidang seni, seperti menciptakan suatu bentuk seni yang mengandung nilai
estetika dan melakukan pelestariannya. Disini kita bisa melakukan perform art
entah dalam bentuk tarian, musik, vokal, pertunjukan drama atau teater yang
didalamnya mengandung aktivitas kehidupan bermasyarakat dengan segala
aspek-aspeknya. Melalui karya-karya kita juga bisa membuat orang non-seni
tertarik, misalnya: kaligrafi untuk mendukung aspek religius, desain grafis
(banner, poster, dsb), buku, majalah, koran, desain interior dan eksterior (rumah,
gedung, sekolah, dsb), dan masih banyak lagi yang lain. Kita pun dapat
mengenalkan dan melestarikan seni lewat dunia maya. Jaman sekarang kita bisa
mengakses dunia maya lewat apapun. Semua orang tidak lagi gaptek (walaupun
masih ada yang gaptek) tetapi setidaknya ada orang yang mengenal teknologi.
Banyak akun pertemanan dan jejaring sosial yang bisa kita gunakan, seperti:
Facebook, Twitter, Youtube, Google +, dll. Di masa ini semua orang juga gampang
memperoleh teknologi dengan harga yang terjangkau. Dan tidak perlu repot-repot
untuk datang langsung ke tempat, belanja pun bisa online. Itu semua karena
adanya iptek yang didukung oleh aktivitas seni manusia, yaitu menciptakan
terobosan baru dalam bidang teknologi. Lagipula sekarang pun banyak sekolah
seni, entah itu di pendidikan pra-sekolah sampai pendidikan tinggi sekaligus.
Tidak heran dengan didukung teknologi yang maju kita tidak perlu susah-susah
untuk melestarikan dan mengenalkan seni kepada seluruh manusia, terutama dalam
hal seni tradisional atau seni daerah. Apapun yang dapat kita lakukan tentunya
harus dipertimbangkan juga, contohnya dalam hal baik dan buruknya pengaruh
suatu seni bagi diri kita masing-masing. Salam Budaya.
0 Response to "CONTOH MAKALAH PENDIDIKAN SENI TENTANG "EKSISTENSI SENI, KARAKTER SENI DAN MENGENALKAN SENI PADA ORANG NON-SENI""
Posting Komentar