Assalamualaikum warrahmatullahi wabbarakatuh....
Selamat pagi menjelang siang buat semua,,,salam sejahtera dan sukses selalu buat para
pengujung setia blog pendidikan ini dan semoga slalu dalam keaadaan sehat
walafiat. Amin......
Kembali admin berbagi informasi yang mungkin Insya
Allah bermafaat bagi semua rekan-rekan pembaca khususnya buat rekan-rekan seprofesi
yaitu sebagai guru. Masih ingat bahwa postingan sebelumnya admin pernah
berbagai tentang Konsep Pengembangan
Kegiatan Iman Dan Taqwa (Imtaq) Di Sekolah. Postingan tersebut sengaja di share
sesuai dengan moment ibadah puasa,,,selanjutnya kali ini admin akan melanjutkan
tema imtaq yang berjudul Startegi Pengembangan Kegiatan Iman Dan Taqwa (Imtaq)
Di Sekolah. Kalau begitu kita langsung saja ke pembahasan.
Manusia merupakan makhluk sosial yang saling membutuhkan
satu sama lainnya yang membentuk kelompok-kelompok sosial kemasyarakatan di
lingkungan kehidupan sehari-harinya. Agama merupakan suatu sistem nilai yang
dianut oleh masyarakat dapat membentuk corak dan dinamika kehidupan
bermasyarakat, karena agama merupakan sumber inspirasi, penggerak dan juga
berperan sebagai pengontrol bagi kelangsungan dan ketentraman kehidupan manusia
dalam suatu kelompok sosial atau masyarakat. Dalam menjalankan tugas dan
fungsinya sebagai makhluk sosial, maka nilai-nilai agama yang dianut sangat
dibutuhkan.
Iman dan taqwa merupakan salah satu prinsip penting di dalam
keislaman seseorang. Imam Al-Raghib Al-Ashfahani dalam Mufradat fi Gharib Al-Qur’an
menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan taqwa adalah sikap menahan diri dari
dosa. Iman dan taqwa mula-mula merupakan pekerjaan hati, ia adalah keyakinan,
konsistensi, dan disiplin diri. Dari hati inilah, seseorang kemudian
menggerakkan dan memaksimalkan fungsi seluruh potensi anggota tubuhnya. Jika
hatinya baik, alias bertaqwa, sikap dan kerja yang muncul adalah baik, demikian
juga sebaliknya. Dengan ketaqwaan, Allah SWT. akan memberikan jalan keluar
kepada manusia dalam menghadapi kesulitan, sebagaimana firman-Nya yang artinya:
Dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan
mengadakan baginya jalan keluar dan memberinya rezeki dari arah yang dia tidak
duga. Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Dia mencukupinya.
Sesungguhnya Allah akan mencapai urusan-Nya.. Sesungguhnya Allah telah
mengadakan bagi tiap-tiap sesuatu ketentuan. (QS. al-Thalaq: 2-3)
Dalam ajaran Islam, bahwa aktifitas keagamaan (IMTAQ) bukan
hanya terjadi ketika seseorang melakukan perilaku ritual (beribadah) dan yang
berkaitan dengan aktifitas yang tampak dan dapat dilihat dengan mata saja,
tetapi juga aktifitas yang tidak tampak yang hanya terjadi di dalam hati
seseorang. Oleh karena itu, pengembangan lingkungan sekolah berwawasan iman dan
tawqa (IMTAQ) itu meliputi berbagai dimensi kehidupan manusia. Islam mendorong
para pemeluknya untuk beragama secara utuh/menyeluruh (kaffah), hal ini
sebagaimana telah Allah jelaskan dalam firman-Nya yang Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam
keseluruhannya, dan janganlah kalian turuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya
setan itu musuh yang nyata bagi kalian. (QS. al-Baqarah: 208)
Menurut tafsir, strategi yang dapat dilakuka oleh para
praktisi pendidikan untuk membentuk budaya agama (IMTAQ) di lingkungan sekolah,
diantaranya melalui: (a) memberikan contoh (teladan), (b) membiasakan hal-hal
yang baik, (c) menegakan disiplin, (d) memberikan motivasi dan dorongan, dan
(e) pembudayaan agama yang berpengaruh bagi pertumbuhan anak. Pada tataran
nilai yang dianut, perlu dirumuskan secara bersama nilai-nilai agama yang
disepakati dan perlu dikembangkan dalam lingkungan sekolah, untuk salanjutnya
dibangun komitmen bersama diantara semua warga sekolah khususnya para siswa
terhadap terhadap pengembangan nilai-nilai yang telah disepakati. Nilai-nilai
yang disepakati merupakan implikasi dari iman dan taqwa (IMTAQ) baik yang
bersifat vertikal maupun yang bersifat horizontal. Dalam tataran yang bersifat
vertikal berwujud hubungan manusia atau warga sekolah dengan Allah (hablun
min Allah), dan harizontal dapat diwujudkan dalan hubungan sesama manusia
atau warga sekolah dalam kehidupan seharai-hari (hablun min nass) serta
hubungan manusia atau warga sekolah dengan lingkungan alam sekitar. Seseorang
yang hanya mementingkan ritual atau hubungan vertikal dengan Tuhannya dan
kurang peduli terhadap hubungan horizontal atau sosial, berarti ia lebih
mementingkan kesalehan indivisu, atau terjebak ke dalam hedonisme spritual.
Menurut istilah Ibn Qayyim ia termasuk ahli ibadah yang hanya memberikan
manfaat kepada dirinya sendiri, bukan termasuk ahli manfaat, yang memberikan
manfaat kepada orang lain.
Strategi dalam mengembangkan lingkungan sekolah berwawasan
IMTAQ, dalam praktik keseharian dalam lingkungan sekolah, nilai-nilai keagamaan
yang telah disepakati tersebut diwujudkan dalam bentuk sikap dan perilaku warga
sekolah khususnya para siswa dalam kehidupan sehari-hari. Strategi dan proses
mengembangkan lingkungan sekolah berwawasan IMTAQ tersebut, menurut Muhaimin,
menjelaskan dapat dilakukan melalui tiga tahap, yaitu: pertama,
sosialisasi nilai-nilai agama yang disepakati sebagai sikap dan perilaku ideal
yang ingin dicapai pada masa mendatang di sekolah, kedua, penetapan action
plan mingguan atau bulanan sebagai tahapan dan langkah sistematis yang akan
dilakukan oleh semua pihak di sekolah dalam mewujudkan nilai-nilai agama yang
telah disepakati tersebut, dan ketiga, pemberian penghargaan terhadap
prestasi warga sekolah, seperti guru, tenaga kependidikan, dan/atau peserta
didik sebagai usaha pembiasaan (habit formation) yang menjunjung sikap
dan perilaku yang komitmen dan loyal terhadap ajaran dan nilai-nilai agama yang
disepakati. Penghargaan tidak selalu berarti materi (ekonomik), melainkan juga
dalam arti sosail, kultural, psikologik, ataupun lainnya.
Adapun startegi yang dilakukan kepala sekolah dalam
mengembangkan lingkungan berwawasan IMTAQ, dapat dilakukan melalui:
- Power Startegy, yakni strategi pembudayaan agama di sekolah dengan cara menggunakan kekuasaan atau melalui people’s power, dalam hal ini peran kepala sekolah dengan segala kekuasaannya sangat dominan dalam melakukan perubahan.
- Persuative Startegy, yakni startegi yang dijalankan lewat pembentukan opini dan padangan masyarakat atau warga sekolah.
- Normative re-educative, norma adalah aturan yang berlaku di masyarakat. Norma kemasyarakatan lewat education. Normative digandeng dengan re-edukative (pendidikan ulang) untuk menanamkan dan mengganti paradigma berfikir masyarakat sekolah yang lama dengan yang baru.
Pada startegi pertama tersebut dikembangkan melalui
pendekatan perintah dan larangan atau reward and punishment. Sedangkan
pada strategi kedua dan ketiga tersebut dikembangkan melalui pembiasaan,
keteladanan, dan pendekatan persuasif atu mengajak kepada warganya dengan cara
halus, dengan memberikan alasan dan prospek baik yang bisa menyakinkan mereka.
Anak dalam pertumbuhannya memerlukan contoh. Dalam Islam percontohan yang
diperlukan itu disebut uswah hasanah, atau keteladanan. Berkait dengan
keteladanan ini, persoalan yang biasanya muncul adalah (1) tidak adanya
keteladanan atau disebut krisis keteladanan, (2) suri tauladan yang jumlahnya
banyak justru saling kontradiktif. Anak juga tidak akan tumbuh secara wajar
jika terdapat berbagai contoh prilaku yang saling bertentangan.
Selain keteladanan, dalam mengembangkan lingkungan sekolah
berwawasan IMTAQ, juga dibutuhkan pembiasaan. Imam Suprayogo, lebih lanjut
menjelaskan bahwa secara sosiologis, prilaku seseorang tidak lebih dari hasil
pembiasaan saja. Oleh karena itu, anak harus dibiasakan, misalnya dibiasakan
mengucapkan salam tatkala bertemu maupun berpisah dengan orang lain,
membaca basmalah sebelum makan dan mengakhirinya dengan membaca hamdalah,
dibiasakan shalat berjama’ah, serta memperbanyak silaturrahim, dan
sebagainya.
Agar kepala sekolah mampu mengembangkan lingkungan sekolah
berawawsan IMTAQ, ada beberapa unsur yang harus dibutuhkan, antara lain yaitu:
- Visi ( vision). Untuk dapat memiliki visi yang baik, seorang kepala sekolah/madrasah harus memiliki pikiran yang terbuka, agar ia mampu menerima berbagai hal baru yang mungkin saja selama ini bertentangan dengan apa yang telah diyakininya.
- Keberanian (courageness). Kepala sekolah/madrasah yang mencintai pekerjaannya akan memiliki keberanian yang tinggi, karena dengan kecintaan terhadap pekerjaannya tersebut berarti ia mengerjakannya dengan hati. Dengan pancaran keberanian dan dedikasinya terhadap pekerjaan tersebut kepala sekolah/madrasah akan mampu memberikan motivasi kepada pengikutnya atau memberikan teladan dan arah jelas.
- Realita (reality). Kepala sekolah/madrasah harus mampu membedakan mana opini dan mana yang fakta. Ia harus mampu hidup dalam kenyataan yang ada. Jika kondisi sekolah/madrasah masih belum memiliki sumber daya yang cukup, maka kepala sekolah/madrasah harus mampu menggunakan fasilitas yang ada.
- Etika (ethics). Kepala sekolah/madrasah berkerja dengan mendasarkan pada nilai-nilai kemanusian yang luhur, menanamkan dan menghukumnya bagi mereka yang melanggar nilai-nilai tersebut. Penanaman nilai-nilai di sekolah/madrasah akan membuat lembaga lebih produktif dalam bekerja.
0 Response to "STARTEGI PENGEMBANGAN KEGIATAN IMAN DAN TAQWA (IMTAQ) DI SEKOLAH"
Posting Komentar