Untuk
mencapai tujuan dalam hidup bermasyarakat berbangsa dan bernegara, bangsa
Indonesia melaksanakan pembangunan nasional. Hal ini sebagai perwujudan praksis
dalam meningkatkan harkat dan martabatnya. Tujuan negara yang tertuang dalam
Pembukaan UUD 1945 yang rinciannya adalah sebagai berikut : “melindungi segenap bangsa dan seluruh
tumpah darah Indonesia,” hal ini dalam kapasitasnya tujuan negara hukum
material, yang secara keseluruhan sebagai manifestasi tujuan khusus atau
nasional. Adapun selain tujuan nasional juga internasional ( tujuan umum ) “ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.” Hal ini
diwujudkan dalam tata pergaulan masyarakat internasioanl.
Secara
filosofis hakikat kedudukan Pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional
mengandung suatu konsekuensi bahwa dalam segala aspek pembangunan nasional kita
harus mendasarkan pada hakikat nilai-nilai sila-sila Pancasila. Oleh karena
hakikat nilai sila-sila Pancasila mendasarkan diri pada ontologis manusia
sebagai subjek pendukung pokok sila-sila Pancasila sekaligus sebagai pendukung
pokok negara. Hal ini berdasarkan pada kenyataan objektif bahwa Pancasila dasar
negara dan negara adalah organisasi ( persekutuan hidup ) manusia. Oleh karena
itu negara dalam rangka mewujudkan tujuan seluruh warganya harus dikembalikan
pada dasar-dasar hakikat manusia “monopluralis”. Unsur-unsur hakikat manusia “monopluralis” meliputi susunan kodrat
manusia, rohani ( jiwa ) dan raga, sifat kodrat manusia makhluk individu dan
makhluk sosial serta kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi berdiri
sendiri dan sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa. Oleh karena pembangunan
nasional sebagai upaya praksis untuk mewujudkan tujuan tersebut, maka
pembangunan haruslah mendasarkan pada paradigma hakikat manusia
“monopluralitas” tersebut.
Konsekuensinya
dalam realisasi pembangunan nasional dalam berbagai bidang untuk mewujudkan
peningkatan harkat dan martabat manusia secara konsisten pada nilai-nilai
hakikat kodrat manusia. Maka pembangunan nasional harus meliputi aspek jiwa (
rohani ) yang mencakup akal, rasa dan kehendak, aspek raga ( jasmani ), aspek
individu, aspek makhluk sosial, aspek pribadi dan juga aspek kehidupan
ketuhanannya. Kemudian pada gilirannya dijabarkan dalam berbagai bidang
pembangunan antara lain, politik, ekonomi, hukum, pendidikan, sosial, budaya,
ilmu pengetahuan dan teknologi serta bidang kehidupan agama.
UUD
1945 dan Pembangunan di Bidang Ekonomi
UUD
1945 menegaskan di dalam pembukaannya, bahwa salah satu tujuan nasional adalah
untuk memajukan kesejahteraan umum. Penegasan tersebut tidak terlepas dari
pokok pikiran yang terkandung di dalam pembukaan UUD 1945, yaitu bahwa negara
hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Karena
Pembukaan UUD 1945 beserta seluruh pokok-pokok pikiran yang terkandung
didalamnya menjiwai batang tubuh UUD 1945, maka itupun dijabarkan lebih lanjut
dalam pasal-pasal seperti di dalam Pasal 23, 27 serta Pasal 33. Namun demikian,
diantara pasal-pasal tersebut yang paling pokok dan melandasi usaha pembangunan
di bidang ekonomi adalah Pasal 33 UUD 1945.
Mengenai
Pasal 33 ini, penjelasan UUD 1945 menyatakan : “Dalam Pasal 33 tercantum dasar
demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua dibawah pimpinan
atau penilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang
diutamakan, bukan kemakmuran orang-seorang. Sebab itu perekonomian disusun
sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluuargaan. Bangun perusahaan yang
sesuai dengan ini ialah koperasi.
Perekonomian
berdasar atas demokrasi ekonomi, kemakmuran bagi semua orang. Sebab itu
cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup
orang banyak harus dikuasai negara. Kalau tidak, tampuk produksi jatuh ke
tangan orang-seorang yang berkuasa dan rakyat banyak yang ditindasnya.
Pasal
33 UUD 1945 merupakan pasal yang amat penting karena pasal ini menjadi landasan
dan pangkal tolak bagi pembangunan ekonomi. Bahwa masalah perekonomian
dicantumkan dalam satu pasal dibawah Bab mengenai Kesejahteraan Sosial.,
mempunyai makna yang dalam dan menunjukkan dengan jelas bahwa tujuan ekonomi
nasional adalah untuk kesejahteraan sosial dan kemakmuran bagi orang banyak,
dan bukan untuk orang-orang atau suatu golongan.
Pembangunan
ekonomi harus selalu mengarah pada mantapnya ekonomi nasional berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945 yang disusun untuk mewujudkan Demokrasi Ekonomi yang
harus dijadikan dasar pelaksanaan pembangunan, yang memiliki ciri-ciri sebagai
berikut :
a.
line-height: 150%;">Perekonomian
disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan.
b. Cabang-cabang
produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat orang banyak
dikuasai oleh negara.
c. Bumi
dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya sebagai pokok-pokok
kemakmuran rakyat dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.
d. Sumber
kekayaan dan keuangan negara digunakan untuk permufakatan lembaga perwakilan
rakyat, dan pengawasan terhadap kebijaksanaanya ada pada Lembaga Perwakilan
Rakyat.
e. Perekonomian
daerah dikembangkan secara serasi dan seimbang antar daerah dalam satu kesatuan
perekonomian nasional dengan mendayagunakan potensi dan peran serta daerah
secara optimal dalam rangka mewujudkan Wawasan Nusantara dan Ketahanan
Nasional.
f. Warga
negara memiliki kebebasan dalam memilih pekerjaan yang dikehendaki serta
mempunyai hak akan pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
g. Hak
milik perseorangan diakui dan pemanfaatannya tidak boleh bertentangan dengan
kepentingan masyarakat.
h. Potensi,
inisiatif, dan daya kreasi setiap warga negara dikembangkan sepenuhnya dalam
batas yang tidak merugikan kepentingan umum.
Pancasila
sebagai Paradigma Pembangunan Bidang Ekonomi
Pada
waktu disiapkannya Republik Indonesia yang didasarkan atas Pancasila tampaknya para pemimpin kita menyadari
realitas, bahwa di tanah air kita ada aneka ragam kebudayaan yang masing-masing
terwadahkan di dalam suatu suku. Realita ini tidak dapat diabaikan dan secara
rasional harus diakui adanya. Akan tetapi kesatuan bangsa dan kesatuan negara
sesuai dengan ikrar pemuda harus diwujudkan antara lain dengan melalui suatu
bahasa kesatuan, yaitu Bahasa Indonesia. Oleh karena itu diterima lambang
negara yang mengatakan Bhineka Tunggal Ika. Keanekaragaman budaya diterima
sebagai realitas, tetapi semua dimasukkan di dalam wadah satu bangsa dan satu
negara. Selain bahasa persatuan, Bahasa Indonesia yang dimuat sebagai salah
satu butir ikrar pemuda maka kemudian diterima dengan bulat Pancasila untuk
lebih memperkuat dan mempererat kesatuan bangsa (Soemardjan, 1991:173).
Pembangunan
bidang sosial bertolak dari rasa kemanusiaan yang mendalam dengan menampilkan
kembali sikap jujur, saling peduli, saling memahami, saling menghargai, saling
mencintai, dan saling menolong diantara sesama manusia dan warga bangsa.
Sejalan dengan itu perlu menumbuhkembangkan kembali rasa malu, yakni malu
berbuat kesalahan dan semua yang bertentangan dengan moral agama dan
nilai-nilai luhur budaya bangsa. Untuk itu perlu ditumbuhkembangkan kembali
budaya keteladanan yang harus diwujudkan dalam perilaku para pemimpin baik
formal maupun informal pada setiap lapisan masyarakat ( Ketetapan MPR RI No.
VI/MPR/2001).
0 Response to "PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PEMBANGUNAN BIDANG EKONOMI"
Posting Komentar