BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam proses
berkomunikasi sehari-hari dengan orang lain tentu perlu menggunakan kalimat dengan makna yang tepat. Di samping itu, perlu pula memperhatikan pilihan kata
atau diksi agar gasasan atau ide yang disampaikan
kepada orang lain dapat terpahami secara efektif. Bagaimana supaya proses komunikasi tersebut dapat berjalan efektif, antara
lain perlu memiliki pemahaman yang
berkaitan dengan sintaksis dan semantik bahasa Indonesia, seperti jenis-jenis frase, klausa, kalimat, diksi, jenis-jensi
makna, dan jenis perubahan makna. Dengan memahami bagian-bagian sintaksis dan semantik bahasa Indonesia tersebut,
tentu dapat menciptakan komunikasi
yang saling terpahami dengan jelas dan tepat.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang diatas ditemukan beberapa permasalahan, diantaranya:
1.
Apakah yang dimaksud dengan sintaksis?
2.
Apakah yang dimaksud dengan frase, klausa, dan kalimat?
3.
Apa saja jenis-jenis frase, klausa, dan kalimat?
4.
Apakah yang dimaksud dengan semantik?
5.
Apakah yang dimaksud dengan diksi?
6.
Bagaimanakah membedakan jenis-jenis makna?
7.
Bagaimanakah membedakan jenis-jenis perubahan makna?
C.
Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini
adalah :
1.
Untuk menjelaskan pengertian sintaksis.
2.
Untuk menjelaskan pengertian frase, klausa, dan kalimat.
3.
Untuk mengklasifikasikan jenis-jenis frase, klausa, dan
kalimat.
4.
Untuk menjelaskan pengertian semantik.
5.
Untuk menjelaskan pengertian diksi.
6.
Untuk menjelaskan perbedaan jenis-jenis makna.
7.
Untuk menjelaskan perbedaan jenis-jenis perubahan makna.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Sintaksis
Istilah sintaksis
bersal dari bahasa Belanda syntaxis. Dalam bahasa Inggris
digunakan istilah syntax. Sintaksis ialah bagian atau cabang dari ilmu
bahasa yang membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, klausa, dan frase
(Ramlan, 2001). Tidak berbeda dengan pendapat tersebut, Tarigan (1984)
mengemukakan bahwa sintaksis adalah salah satu cabang dari tatabahasa yang
membicarakan struktur kalimat, klausa, dan frase.
B.
Frase Bahasa
Indonesia
1.
Pengertian Frase
Frase menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah gabungan dua kata
atau lebih yang bersifat nonpredikatif. Frase adalah satuan konstruksi yang
terdiri atas dua kata atau lebih yang membentuk satu kesatuan (Keraf,
1984:138).
Frase juga didefinisikan sebagai satuan gramatikal yang berupa
gabungan kata yang bersifat nonprediktif, atau lazim juga disebut gabungan kata
yang mengisi salah satu fungsi sintaksis di dalam kalimat (Chaer, 1991:222).
Menurut Prof. M. Ramlan, frase adalah satuan gramatik yang terdiri
atas satu kata atau lebih dan tidak melampaui batas fungsi atau jabatan
(Ramlan, 2001:139). Artinya sebanyak apapun kata tersebut asal tidak melebihi
jabatannya sebagai Subjek, predikat, objek, pelengkap, atau pun keterangan,
maka masih bisa disebut frasa.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa frase adalah kelompok kata
yang mendukung suatu fungsi (subjek, predikat, pelengkap, objek dan keterangan)
dan kesatuan makna dalam kalimat.
2.
Jenis-jenis Frase
Ramlan (1981) Membagi frase berdasarkan kesetaran distribusi
unsur-unsurnya atas dua jenis, yakini frase endosentrik dan frase eksosentrik.
1)
Frase endosentrik
Frase endosentrik yang distribusi unsur-unsurnya setara dalam
kalimat. Frase endosentrik terbagi atas tiga jenis:
a)
Frase endosentrik koordinatif yakni frase yang
unsur-unsurnya setara, dapat dihubungkan dengan kata dan, atau. Misalnya :
- rumah pekarangan
- kakek nenek
- suami istri
b)
Frase endosentrik
atributif, yakni frase yang unsur-unsurnya tidak setara sehingga tidak
dapat disisipkan dengan kata penghubung dan,
atau. Misalnya:
- buku baru
- sedang belajar
- belum mengajar
c)
Frase endosentrik apositif, yakni frase
yang unsurnya bisa saling menggantikan dalam kalimat tapi tak dapat dihubungan
dengan kata dan dan atau. Misalnya:
- Almin, anak Pak Darto
sedang membaca
- Anak Pak Darto
sedang belajar
- Ahmad sedang
belajar
2)
Frase eksosentrik adalah frase yang
tidak mempunyai distribusi yang sama dengan semua unsurnya, misalnya:
- Di pasar
- Ke sekolah
- Dari kampung
Frase ditinjau
dari segi persamaan distribusi dengan golongan atau kategori kata, frase terdiri atas: frase nominal, frase verbal,
frase ajektival, frase,
pronomina, frase numeralia. (Depdikbud, 1988).
1) Frase verbal adalah satuan bahasa yang terbentuk dari dua kata atau lebih dengan
verba sebagai intinya dan tidak merupakan klausa. Misalnya:
- Kapal lauat itu sudah belabuh
- Bapak saya belum pergi.
- Ibu saya sedang mencuci
2) Frase nominal adalah dua buah kata atau lebih yang intinya dari dari nominal
atau benda dan satuan itu tidak membentuk klausa. Misalnya:
- Kakek membeli tiga buah layang-layang.
- Amiruddin makan beberapa butir telur itik.
- Syarifuddin menjual tigapuluh kodi kayu besi
3) Frase ajektival adalah satuan gramatik yang terdiri atas dua kata atau lebih sedang
intinya adalah ajektival (sifat) dan satuan itu tidak membentuk klausa. Misalnya:
- Ibu bapakku sangat gembira
- Baju itu sangat indah
- Mobil ferozamu baru sekali
4) Frase pronomina adalah dua kata atau lebih yang intinya pronomina dan hanya
menduduki satu fungsi dalam kalimat. Misalnya :
- Saya sendiri akan pergi ke pasar
- Kami sekalian akan bekunjung ke Tator
- Kamu semua akan pergi studi wisata di Tator
5) Frase numeralia adalah dua kata atau lebih yang hanya menduduki satu fungsi
dalam kalimat namun satuan gramatik itu intinya pada numeralia. Misalnya:
- Tiga buah rumah sedang terbakar
- Lima ekor ayam sedang terbang
- Sepuluh
bungkus kue akan dibeli
C.
Klausa Bahasa
Indonesia
1.
Pengertian Klausa
Kridalaksana
(1982:85) mengemukakan bahwa “klausa adalah satuan gramatikal berupa kelompok kata yang sekurang-kurangnya
tediri dari subjek dan predikat dan mempunyai
potensi untuk menjadi kalimat.”
Pengertian yang
sama dikemukakan oleh Ramlan
(1981:62) sebagai berikut “Klausa
dijelaskan sebagai satuan gramatik yang terdiri atas dari P, baik disertai S, O, PEL, dan KET atau
tidak. Dengan ringkas klausa ialah
(S) P (O), (PEL) (KET). Tanda kurung menandakan bahwa apa yang terletak dalam kurung itu bersifat manasuka, artinya
boleh ada, boleh juga tidak ada.”
Berdasarkan
pengertian di atas, klausa adalah satuan gramatik yang unsur-usurnya minimal terdiri atas Subjek-Predikat dan maksimal
unsurnya terdiri atas
Subjek-Predikat-Objek-Pelengkap-Keterangan.
Misalnya:
- Saya makan.
- Saya sedang makan
nasi.
- Saya sedang makan
nasi kemarin.
- Saya sedang
memasakkan nasi kakakku.
2. Jenis-jenis Klausa
Klausa dilihat
dari segi kategori kata atau frasa yang menduduki fungsi Predikat terdiri atas klausa: nominal, klausa verbal, klausa
bilangan, dan klausa depan. (
Ramlan,1981).
1) Klausa nominal adalah klausa yang predikatnya terdiri dari kata atau frase golongan
nomina. Misalnya :
- Ia guru IPA
- Yang dibeli pedagang itu kayu
2) Klausa verbal adalah klausa yang predikatnya terdiri dari kata atau frasa kategori
verbal, dan klausa vebal terbagi atas empat jenis, yakni:
a) Klausa verbal yang ajektif adalah klausa yang predikatnya dari kata golongan
verbal yang termasuk kategori sifat sebagai pusatnya. Misalnya:
- Rumahnya sangat luas
- Motornya sangat mahal
- Rumahnya indah sekali
b) Klausa verbal intransitif adalah klausa yang predikatnya dari kata golongan kata
kerja intransitif sebagai unsur intinya. Misalnya :
- Burung merpati sedang terbang di angkasa
- Adikku sedang bermain-main di lapangan
- Pesawat Lion Air belum mendarat di Lanud Hasanuddin
c) Klausa verbal yang aktif adalah klausa yang predikatnya dari kata golongan
verbal yang transitif sebagai unsur intinya. Misalnya :
- Ibuku sedang mencuci piring
- Pamanku sedang mengajarkan IPS
- Guru-guruku sedang mengikuti pelatihan PIPS
d) Klausa verbal yang reflektif adalah klausa yang predikatnya dari kata verbal yang
tergolong kata kerja reflektif. Misalnya :
- Mereka sedang mendinginkan diri.
- Anak-anak itu sedang menyelamatkan diri.
- Kakek Adi telah mengobati peenyakitnya.
e) Klausa verbal yang resiprok adalah klausa yang predikatnya dari kata golongan
verbal yang termasuk kata keja resiprok. Misalnya :
- Mereka saling melempar batu karang.
- Mereka tolong menolong di sungai
- Anak-anak itu ejek-mengejek di sekolah
3)
Klausa bilangan adalah klausa
yang predikatnya dari kata atau frase golongan bilangan. Misalnya :
- Kaki meja itu empat
buah
- Mobil itu delapan
rodanya.
- Rumah panggung itu
duapuluh tiangnya
4)
Klausa depan adalah klausa
yang predikatnya dari kata atau frasa depan yang diawali kata depan sebagai
penanda. Misalnya :
- Baju dinas itu untuk
pegawai pemda.
- Mobil itu dari
Amerika.
- Makanan lezat itu
buat adik-adikmu.
D. Kalimat
1.
Pengertian Kalimat
Keraf (1984:156) mendefinisikan kalimat sebagai satu bagian
dari ujaran yang didahului dan diikuti oleh kesenyapan, sedang intonasinya menunjukkan
bagian ujaran itu sudah lengkap. Pengertian tersebut sejalan dengan yang
dikemukakan oleh Kridalaksana (1982:72) bahwa “kalimat adalah satuan bahasa
yang secara relatif berdiri sendiri, mempunyai pola intonasi final dan secara
aktual dan potensial terdiri dari klausa.
Selain pendapat tersebut, dalam Tata Bahasa Baku Bahasa
Indonesia (1988) dinyatakan bahwa kalimat adalah bagian terkecil ujaran atau
teks (wacana) yang mengungkapkan pikiran yang utuh secara kebahasaan. Dalam wujud
lisan, kalimat diiringi oleh alunan titinada, disela oleh jeda, diakhiri oleh intonasi
selesai, dan diikuti oleh kesenyapan yang memustahilkan adanya
perpaduan atau asimilasi bunyi. Dalam wujud tulisan, kalimat
dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik, tanda tanya, atau
tanda seru.
2.
Jenis-jenis Kalimat
Dari segi bentuk, kalimat dapat dikelompokkan atas dua jenis:
(a) kalimat tunggal dan (b) kalimat majemuk.
a)
Kalimat Tunggal
Kalimat tunggal adalah kalimat yang hanya terdiri atas satu
pola (SP, SPO, SPOK) atau kalimat yang hanya terdiri atas satu klausa. Contoh :
- Dia pergi.
- Dia melempar mangga.
- Ahmad pergi ke pasar kemarin sore.
Jenis kalimat tunggal terdiri atas empat macam, yakni kalimat
nominal, kalimat verbal, kalimat ajektival dan kalimat preposisional
(Depdikbud, 1988). Kelima jenis kalimat tunggal tersebut adalah sebagai berikut
:
Ø
Kalimat nominal yakni kalimat tunggal yang predikatnya dari
kata benda. Misalnya:
- Ibuku petani sawah
- Ayahku pegawai
kantor pajak.
- Kakakku tukang
kayu.
Ø
Kalimat verbal yakni kalimat tunggal yang predikatnya
dibentuk dari kata kerja/ verbal. Kalimat verbal terdiri atas lima macam yakni
kalimat verbal intransitif, ekatransitif, dwitransitif, semitransitif, dan
pasif
·
Kalimat intransitif adalah kalimat
tunggal yang prediktnya tidak memerlukan objek, misalya :
- Pak desa belum
pergi ke kantor
- Ibunya sedang
berenang di kolam
- Adik-adikku telah
belajat matematika.
·
Kalimat ekatransitif, yakni kalimat
tunggal yag predikatnya hanya memerlukan objek tanpa diikuti pelengkap. Misalnya
:
- Saya makan
nasi goreng
- Ibu mencuci
pakaian
·
Kalimat dwitransitif adalah kalimat
tunggal yang predikatnya memerlukan objek dan pelengkap, misalnya :
- Ali membelikan
adiknya baju tadi malam
- Nurhani memasakkan
nasi suaminya kemarin.
- Suwarni mendengakan
neneknya bicara di kamar
·
Kalimat semitransitif adalah kalimat
tunggal yang predikatnya dari semitransitif, misalnya :
- Alimuddin kehilangan
uang milyaran kemarin
- Rumah Pak Desa kemasukan
pencuri.
- Ibu Aminah kedatangan
tamu dari Jakarta
·
Kalimat pasif adalah kalimat
tunggal yang predikatnya biasanya dari kata kerja berawalan di- , misalnya
- Rumah itu dibeli
oleh Pak Alimin Syahid.
- Motor itu dijual
oleh Toko Mandala.
- Persoalan itu telah
diselesaikan oleh Camat Makassar
Ø Kalimat ajektival yakni kalimat tunggal yang predikatnya dari kata sifat
atau ajektival, misalnya:
- Buku bahasa
Inggrisku sangat tebal,
- Rumahku besar
sekali
- Keluarga itu sangat
sopan dan bijaksana
Ø Kalimat preposisional yakni kalimat tunggal yang predikatnya dari kata depan
atau preposisi, misalnya:
- Tempat tinggalnya
di Makasar
- Beras ciliwung
itu dari Sidrap
- Wesel pos ini untuk
Miranda
Di samping itu, Menurt (Keraf, 1982) kalimat tunggal dilihat
dari segi maknanya dapat dikelompokkan atas empat macam, yakni:
1) Kalimat berita
Kalimat berita adalah kalimat yang digunakan bila kita ingin mengutarakan suatu peristiwa atau
kejadian yang kita alami dan atau yang
dialami orang lain.
Misalnya:
-
Ali pergi ke Jakarta kemarin.
-
Jalan itu sangat licin.
-
Saya mau berangkat ke Jakarta
besok pagi.
2) Kalimat tanya.
Kalimat tanya, kalimat yang maksudnya atau berfungsi untuk menanyakan sesuatu, yang di dalamnya
terdapat tiga kemungkinan ciri:
(1) mengunakan intonasi tanya, dan atau
(2) menggunakan kata tanya, dan atau
(3) menggunakan partikel -kah.
Misalnya, seperti berikut.
Ibu datang?
Kapan Ibu datang?
Akankah ibu datang?
Jenis kata tanya yang biasa digunakan dalam kalimat tanya
dapat dikelompokkan menurut
sifatnya, sebagai berikut :
·
Untuk menanyakan benda/hal: apa, untuk apa, tentang apa. Misalnya
:
-
Apa yang kamu cari di sini?
-
Untuk apa kamu bekerja siang dan
malam?
-
Tentang apa yang masih belum jelas
bagimu?
·
Untuk menanyakan manusia: siapa, dengan siapa, untuk
siapa. Misalnya :
- Siapa yang kaucari kemarin sore?
- Dengan siapa Anda pergi ke Jakarta?
- Untuk siapa Anda bekerja keras selama ini?
·
Untuk menanyakan jumlah: berapa, berapa banyak. Misalnya
:
- Berapa buku yang Anda perlukan bulandepan?
- Berapa banyak uang yang akan kaupinjam
sekarang?
·
Untuk menanyakan pilihan: mana, yang mana, Misalnya:
- Mana yang kausenangi, membeli baju atau
celana?
- Yang mana kau pilih , belajar di Unhas atau
di UNM?
·
Untuk menanyakan tempat: di mana, ke mana, dari mana. Misalnya
:
- Di mana engkau
akan tiggal bulan depan?
- Ke mana Dia
akan pergi merantau?
- Dari mana Amin
pergi baru sekarang kelihatan?
·
Untuk menanyakan temporal: bila, kapan, bilamana, apabila.
Misalnya :
- Bila dia selesai studinya di UGM?
- Kapan Kamarudin menjadi dosen IPS di UNJ?
- Bilamana Hamid menyelesaikan pembangunan
rumahnya?
·
Untuk menanyakan kausalitas: mengapa, apa sebab, akibat
apa. Misalnya:
- Mengapa Anda tidak mau menjadi guru?
- Apa sebabanya Anda jarang pergi ke kampung
halamannya?
- Akibat apa yang ditimbulkan jika malas
belajar di masa muda?
Kalimat tanya
terdiri atas tiga macam :
(1) Kalimat tanya
biasa: kalimat yang benar-benar menanyakan sesuatu.
(2) Kalimat tanya
retoris: kalimat yang menanyakan menggunakan ciri kalimat tanya tetapi tidak
perlu dijawab. Kalimat ini biasa dipakai orang yang berpidato sebagai cara untuk
menarik perhatian pendengar.
(3) kalimat yang
senilai perintah: bentuknya bertanya tetapi maksudnya menyuruh, misalnya “Apakah
jendela itu bisa dibuka sekarang?”
3) Kalimat Perintah
Kalimat perintah adalah kalimat yang maksudnya menyuruh orang
lain melakukan sesuatu. Misalnya :
- Buatlah satu
kalimat yang berpola SPOK!
- Pergilah ke
sekolah!
- Carilah pekerjaan
apa saja, yang penting halal.
Kalimat perintah
mempunyai beberapa jenis:
·
Suruhan
Misalnya :
- Pergi dari sini!
- Makan obat dahulubaru ke sekolah!
·
Permintaan.
Misalnya :
- Tolong bawa surat ini ke kantor pos!
- Bisakah Anda buatkan lukisan pemandangan!
- Mohon buatkan meja kayu!
·
Memperkenankan
Misalnya :
- Masuklah ke dalam kalau Anda perlu!
- Silakan keluarlah jika ada yang mau dibeli!
- Disilakan berangkat dahulu!
·
Ajakan
Misalnya:
- Marilah kita istirahat sejenak!
- Mari kita bekerja sama-sama!
- Ayo kita makan sama-sama!
·
Larangan
Misalnya :
- Jangan pergi hari ini!
- Tidak boleh pergi pada tengah malam!
- Jangan pergi ke pasar
·
Bujukan
Misalnya :
- Tidurlah ibu menjagamu, sayang!
- Makan bersama neneklah, nanti saya yang jaga
di luar!
·
Harapan
Misalnya:
- Mudah-mudahan Anda selamat sampai di tujuan!
- Semoga Anda sehat wal’afiat!
- Semoga Anda sukses selalu!
4) Kalimat seru
Kalimat seru adalah kalimat yang mengungkapkan perasaan
kagum. Karena rasa kagum
berkaitan dengan sifat, maka kalimat seru hanya dapat dibuat dari kalimat berita yang predikatnya adjektiva
(Depdikbud, 1988).
Contoh :
- Alangkah bebasnya
pergaulan mereka!
- Bukan main
bodohnya anak itu!
- Sungguh cerdas
anak itu!
b) Kalimat Majemuk
Kalimat majemuk adalah kalimat yang di dalamnya terdapat
lebih dari satu pola kalimat,
misalnya: SP + SP, SPO + SPO; atau kalimat yang di dalamnya terdapat induk kalimat (diterangkan) dan anak kalimat (menerangkan). Contoh:
-
Saya minum teh dan bapak minum kopi. (majemuk
setara)
-
Kami sedang makan ketika paman datang
kemarin. (majemuk bertingkat)
-
Pak Bupati telah menyelenggarakan sebuah malam
kesenian, yang dimeriahkan oleh para artis
nasional, serta dihadiri para pejabat muspida. (majemuk campuran)
Kalimat majemuk
menurut Keraf (1982) terdiri atas atas tiga jenis yakni kalimat majemuk setara,
kalimat majemuk bertingkat, dan kalimat majemuk campuran.
1) Kalimat majemuk setara
Kalimat majemuk setara terbagi atas empat jenis: yakni
kalimat majemuk setara
penambahan, kalimat majemuk setara pemilihan, kalimat majemuk setara perlawanan, dan kalimat majemuk setara sebab.
·
Kalimat majemuk setara penambahan ádalah kalimat majemuk
setara yang menggunakan kata-kata penghubung: dan, lagi pula, serta. Misalnya:
- Adi belajar
IPS dan Erni belajar IPA.
- Tuti sangat
pintar mejahit lagi pula sangat baik budi
- Muhaimin
pergi ke pasar serta pergi ke kebun pada hari ini
·
Kalimat majemuk setara pemilihan adalah kalimat majemuk
setara yang menggunakan kata-kata pengubung atau, baik... maupun.
Misalnya:
- Engkau mau
pergi ke Jakarta atau mau pergi ke Semarang?
- Pemerintah
perlu meningkatkan mutu pendidikan, baik mutu pendidikan dasar-menengah maupun
mutu pendidikan tinggi.
·
Kalimat majemuk setara perlawanan adalah kalimat majemuk
setara yang menggunakan kata penghubung: tetapi, namun, padahal. Misalnya:
- Dia mau
belajar tetapi diberi hadiah dulu.
- Meskipun
sakit jantung, Ali tetap bekerja di bengkel.
- Dia
kelihatan sehat padahal memiliki penyakit kronis.
·
Kalimat majemuk setara sebab-akibat adalah kalimat majemuk
setara yang menggunakan kata penghubung: sebab, karena, behubung, akibat. Misalnya:
- Saya tidak
pergi karena sakit.
- Kamaruddin
tidak masuk bekerja sebab pergi ke kampungnya.
- Hutan di
hulu sungai Saddang sudah rusak total, akibatnya sering banjir di hilir.
2) Kalimat majemuk bertingkat.
Kalimat yang terdiri atas dua pola kalimat atau lebih, satu
sebagai induk kalimat (diterangkan) dan satu sebagai anak kalimat
(menerangkan). Atau, kalimat tunggal yang bagian-bagiannya diperluas sehingga
perluasan itu membentuk satu atau beberapa pola kalimat baru, selain pola pola
yang sudah ada. Misalnya:
- Rumah kami kosong waktu pencuri masuk.
- Pak tani yang rajin itu memberantas hama padi.
3) Kalimat majemuk campuran
Kalimat majemuk campuran merupakan kalimat yang terdiri atas sebuah
pola atasan dan sekurang-kurangnya dua pola bawahan, atau sekurangkurangnya dua
pola atasan dan satu atau lebih pola bawahan (Keraf, 1981). Misalnya:
- Universitas Negeri makassar telah melaksanakan seminar
nasional tentang peningkatan mutu pendidikan, yang dihadiri Menteri
Pendidikan Nasional, Gubernur Sulawesi Selatan, pejabat tinggi lainnya,
serta pencinta pendidikan di kota Makassar dan sekitarnya.
E.
Pengertian
Semantik
Semantik sebagai istilah di dalam ilmu bahasa mempunyai
pengertian tertentu. Menurut Aminuddin (1998), Semantik yang semula berasal
dari bahasa Yunani, mengandung makna to signift atau memaknai. Sebagai
istilah teknis, semantik mengandung pengertian “studi tentang makna”. Dengan
anggapan bahwa makna menjadi bagian dari bahasa, maka semantik merupakan bagian
dari linguistik.
Semantik dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Yunani sema
(kata benda) yang berarti tanda atau lambang. Kata kerjanya adalah seamino
yang berarti menandai atau melambangkan. Yang dimaksud tanda atau lambang
di sini adalah tanda-tanda linguistik yang terdiri atas (1) komponen yang
menggantikan, yang berwujud bunyi bahasa dan (2) komponen yang diartikan atau
makna dari komopnen pertama. Kedua komponen ini adalah tanda atau lambang,
sedangkan yang ditandai atau dilambangkan adalah sesuatu yang berada di luar
bahasa, atau yang lazim disebut sebagai referent/acuan/hal yang ditunjuk.
Mengenai semantik Verhaar (1999: 385) mengemukakan bahwa
semantik adalah cabang linguistik yang
meneliti arti atau makna yang terbagi lagi menjadi semantik gramatikal dan
semantik leksikal. Istilah semantik dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa
Inggris semantics, yang asalnya dari bahasa Yunani, asal kata sema (nomina)
yang berarti ‘tanda’; atau samaino (verba) yang berarti ‘menandai’ atau
‘berarti’. Istilah semantik digunakan para ahli bahasa untuk menyebut salah
satu cabang ilmu bahasa yang bergerak pada tataran makna atau ilmu bahasa yang
mempelajari makna.
Kridalaksana (1993: 193-194) memberikan pengertian semantik
sebagai (1) bagian struktur bahasa yang berhubungan dengan makna ungkapan dan
juga dengan struktur makna suatu wicara; (2) sistem dan penyelidikan makna dan
arti dalam suatu bahasa atau bahasa pada umumnya. Sementara itu, Keraf (1982)
mengemukakan bahwa semantik adalah bagian dari tatabahasa yang meneliti makna
dalam bahasa tertentu, mencari asal mula dan perkembangan dari arti suatu kata.
Sedangkan Harimurti (1982) mengemukakan bahwanya, semantik adalah bagian dari
struktur bahasa yang membahas makna suatu ungkapan atau kata atau cabang ilmu
bahasa yang mengkaji antara lambang dan referennya, misalnya kata kata kursi
bereferen dengan “sebuah benda yang fungsinya dipakai duduk dengan kaki
terdiri atas empat”.
Berdasarkan pengertian di atas, semantik pada dasarnya
merupakan salah satu cabang lingustik yang mengkaji terjadinya berbagai
kemungkinan makna suatu kata dan pengembangannya seiring dengan terjadinya
perubahan dalam masyarakat bahasa.
F.
Pengertian Diksi
Diksi ialah
pilihan kata yang tepat untuk mengungkapakan gagasan sehingga memperoleh efek tertentu. (KBBI,1997:233.). Diksi
menyangkut kecermatan dan ketelitian
memilih sejumlah kata yang relatif sinonim dalam konteks tertentu sehingga dapat memberikan kesan yang khusus,
estetis, dan tepat. Misalnya penggunaan kata mati, meninggal dunia, wafat,
tewas, mangkat, pulang ke rahmatullah, mampus, tutup usia, tutup mata.
Kaitannya dengan
diksi atau pilihan kata, perlu dipahami dengan baik tentang perbedaan antara :
a.
Kata baku dan nonbaku
Kata baku ialah kata yang sesuai kaidah tatabahasa dan
nonbaku ialah kata yang tidak sejalan standar kaidah bahasa yang tepat,
misalnya
BAKU TIDAK
BAKU
Rapi rapih
Imbau himbau
Andal handal
Teknik tehnik
b.
Kata abstrak dan konkret
Kata abstrak
adalah kata yang tidak mempunyai rujukan/objek yang jelas secara inderawi,
sedang kata konkret ialah kata yang rujukannya berupa objek yang dapat diserap
pancaindera, atau nyata, misalnya:
Abstrak : kesehatan, keadilan, dan kecintaan, dan
sebaganya.
Konkret: berdiskusi, buku, pesawat terbang, dan
sebagainya
c.
Sinonim, antonim, homonim,
homofon, homograf
Pengertian kelima
istilah yang ada di atas menurut Keraf (1980) dan Tarigan (1986) adalah sebagai
berikut:
·
Sinonim terbagi atas sin ‘sama’ dan onim ‘nama’. Berdasar arti harfiah
tersebut sinonim adalah kata yang tulisan dan lafalnya berbeda namun maknanya
relatif mirip atau sama. Misalnya:
− cerdas,
− pintar,
− cakap,
− pandai.
·
Antonim terdiri atas anti ‘lawan’ dan onim ‘nama’ . Berdasar dari
arti harfiah antonim adalah kata yang tulisan dan ucapannya sama sedang maknanya
berlawanan. Misalnya:
− besar
>< kecil.
− tinggi
>< rendah,
·
Homograf terdiri atas homo ‘sama’ dan onim ‘nama’. Berdasar dari arti
harfiah tersebut, homograf ialah kata yang sama tulisan tetapi berbeda ucapan
dan maknanya. Misalnya:
− mental (terpelanting)
dengan mental (jiwa)
− dekan (ulat)
dengan dekan (pimpinan fakultas)
− tabel (keranda
mayat) dengan tabel (kolom)
·
Homofon terdiri atas homo ‘sama’ dan fon ‘bunyi. Berdasar pada arti harfiah
tersebut, homofon adalah kata yang relatif sama bunyinya tetapi tulisan dan
maknanya berbeda. Misalnya:
- bang (Andi)
dengan bank (BRI).
·
Homonim terdiri atas homo ‘sama’ dan onim ‘nama’ . Berdasarkan arti
harfiah tersebut homonim adalah kata yang tulisan dan ucapan sama tetapi
maknanya berbeda. Misalnya:
- bisa (dapat)
dengan bisa (racun)
G.
Jenis-jenis Makna
Mansoer Pateda (2001:79) mengemukakan bahwa istilah makna
merupakan kata-kata dan istilah yang membingungkan. Makna tersebut selalu
menyatu pada tuturan kata maupun kalimat. Menurut Ullman (dalam Mansoer Pateda,
2001:82) mengemukakan bahwa makna adalah hubungan antara makna dengan
pengertian. Dalam hal ini Ferdinand de Saussure ( dalam Abdul Chaer, 1994:286)
mengungkapkan pengertian makna sebagai pengertian atau konsep yang dimiliki
atau terdapat pada suatu tanda linguistik.
Dalam Kamus Linguistik, pengertian makna dijabarkan menjadi
:
1. maksud pembicara;
1. maksud pembicara;
2. pengaruh penerapan bahasa dalam pemakaian persepsi atau
perilaku manusia atau kelompok manusia;
3. hubungan dalam arti kesepadanan atau ketidak sepadanan
antara bahasa atau antara ujaran dan semua hal yang ditunjukkannya,dan
4. cara menggunakan lambang-lambang bahasa ( Harimurti
Kridalaksana, 2001: 132).
Sebuah kata
mempunyai makna kognitif (denotatif, deskriptif), makna konotatif dan makna emotif. Kata dengan makna kognitif ditemukan
dalam kehidupan sehari-hari, kata
kognitif ini dipakai dalam bidang teknik. Kata konotatif dalam bahasa Indonesia cenderung bermakna negatif, sedangkan
kata emotif memiliki makna positif. Berikut akan dibahas mengenai jenis-jenis makna
berdasarkan berbagai sumber yang telah
dikemukakan oleh para ahli bahasa.
1.
Makna sempit
Makna sempit (narrowed
meaning) adalah makna yang lebih sempit dari keseluruhan ujaran. Makna yang
asalnya lebih luas dapat menyempit, karena dibatasi (Djajasudarma, 1993).
Selanjutnya, Djajasudarma (1993: 7-8) menjelaskan bahwa kata-kata bermakna luas
di dalam bahasa Indonesia disebut juga makna umum (generik) digunakan untuk
mengungkapkan gagasan atau ide yang umum. Gagasan atau ide yang umum bila
dibubuhi rincian gagasan atau ide, maka maknanya akan menyempit (memiliki makna
sempit), seperti pada contoh berikut:
-
Pakaian dengan pakaian wanita
-
Saudara dengan saudara kandung
saudara tiri
saudara sepupu
2.
Makna luas
Makna luas (widened
meaning atau extended meaning) adalah makna yang terkandung pada sebuah
kata lebih luas dari yang diperkirakan (Djajasudarma, 1993: 8). Kata-kata yang
berkonsep memiliki makna luas dapat muncul dari makna yang sempit, seperti pada
contoh bahasa Indonesia berikut:
-
Pakaian dalam dengan pakaian
-
Kursi roda dengan kursi
3.
Makna denotatif
Makna denotatif adalah makna yang menunjukkan adanya hubungan
antara konsep dengan dunia kenyataan. Makna denotatif adalah makna lugas, makna
apa adanya. Makna denotatif tidak hanya dimiliki kata-kata yang menunjuk
benda-benda nyata, tetapi mengacu pula pada bentuk-bentuk yang makna
kognitifnya khusus (Djajasudarma, 1993:9). Jadi, makna kognitif adalah makna sebenarnya, bukan
makna kiasan atau perumpamaan.
4.
Makna Konotatif
Makna konotatif adalah makna kata yang mengandung nilai rasa
(positif atau negatif) misalnya kata pembantu, asisten dan babu.
Kata pembantu bermakna denotasi tetapi asisten dan babu bermakna konotasi positif
dan negatif.
Tarigan (1986) membagi konotasi atas dua bagian, yakni
konotasi individual dan konotasi kolektif. Konotasi kolektif dibagi atas:
a)
Konotasi baik terdiri atas konotasi tinggi dan konotasi
ramah. Misalnya:
- konotasi
tinggi: ikhtiar, imajinasi cakrawala.
- konotasi ramah:
akur, besuk, cicil.
b)
Konotasi tidak baik. Misalnya:
- konotasi
berbahaya : longsor, hantu
- konotasi tidak
pantas : kencing, sundal
- konotasi tidak
enak misalnya: mata duitan, mata keranjang
- konotasi kasar
misalnya: buta huruf , bodoh
- konotasi keras
misalnya: bobrok, kacau-balau
c)
Konotasi netral atau biasa
- konotasi
bentukan sekolah misalnya: agak lumayan, pegawai negeri
- konotasi
kanak-kanak, misalnya: bobo, mami, papi
5.
Makna referensial
Makna referensial (referential meaning) adalah makna
unsur bahasa yang sangat dekat hubungannya dengan dunia di luar bahasa (objek
atau gagasan), dan yang dapat dijelaskan oleh analisi komponen; juga disebut
denotasi; lawan dari konotasi (Kridalaksana, 1993: 133).
Sebuah kata atau leksem disebut bermakna referensial kalau
ada referentnya, atau acuannya. Kata-kata seperti kuda, merah, dan gambar
adalah termasuk kata-kata yang bermakna referensial karena ada acuannya
dalam dunia nyata. Sebaliknya, kata-kata seperti dan, atau, dan karena
adalah termasuk kata-kata yang tidak bermakna referensial, karena kata-kata
itu tidak mempunyai referent.
6.
Makna konstruksi
Kridalaksana (1993), makna konstruksi (construction
meaning) adalah makna yang terdapat dalam konstruksi, misalnya, ‘milik’
yang dalam bahasa Indonesia diungkapkan dengan urutan kata.
Contoh-contoh yang diberikan Djajasudarma (1993) mengenai
makna konstruksi ini antara lain:
1. Itu buku saya
2. Saya baca buku saya
3. Perempuan itu ibu saya
4. Rumahnya jauh dari sini
5. Di mana rumahmu?
7.
Makna leksikal dan gramatikal
Makna leksikal adalah makna kata secara lepas tanpa ikatan
dengan kata yang lainnya atau kata yang belum mengalami afiksasi, atau
perulangan, misalnya makan, satu, mata, sedang makna gramatikal adalah
makna baru yang timbul akibat terjadinya peristiwa gramatikal (pengimbuhan,
reduplikasi, atau pemajemukan), misalnya makanan, satu-satu, matahari.
H.
Perubahan Makna
Kata tertentu
biasanya mengalami perubahan makna tertentu karena adanya perkembangan kondisi masyarakat dalam situasi tertentu.
Keraf (1982) mengemukakan perubahan
makna terdiri atas enam jenis. Keenam jenis
perubahan makna tersebut adalah sebagai
berikut:
1) Meluas ialah kata yang maknanya menjadi luas
pemakaiannya.
Contoh:
− ikan
dahulu hanya menunjuk jenis binatang yang hidup di air tetapi sekarang
meluas menjadi lauk pauk.
− Ibu
dahulu hanya menunjukkan ibu kandung tetapi sekarang juga digunakan untuk
semua perempuan dewasa
− Bapak
dahulu hanya menunjukkan ayah kandung tetapi sekarang juga digunakan untuk
semua pria yang sudah dewasa
2) Menyempit ialah kata yang maknanya semakin dan
pengalami proses penyempitan penggunaannya.
Contoh:
− berlayar
dahulu hanya digunakan dalam konteks perahu yang menggunakan layar, tetapi
sekarang juga digunakan untuk kapal besi yang menggunakan mesin atau motor.
− Sarjana
dahulu hanya digunakan untuk semua orang cedekiawan tetapi sekarang hanya untuk
lulusan universitas
3) Amelioratif berasal dari
bahasa Latin melior ‘semakin
baik’. Dari kata tesebut dapat dikatakan bawah ameliorative ialah makna
suatu kata yang semakin positif atau baik.
Contoh:
- kata
gendut dan gemuk. Gemuk mengalami peninggian makna dibanding gendut.
4) Peyoratif berasal dari bahasa Latin peyor ‘jelek’. Maka peyoratif dapat dikatakan
sebagai makna suatu kata yang mengalami penurunan nilai atau semakin jelek. Misalnya:
− buta
dianggap lebih jelek dibandingkan tunanetra.
− gelandangan
dianggap lebih jelek dibandingkan tunawisma
5) Sinestasia ialah perubahan
makna yang terjadi akibat pertukaran tanggapan antara dua indera yang berbeda. Misalnya:
−
kata “manis” (pengecap) tetapi dapat pula dipakai pada kalimat “Perkataannya
sangat manis’ (pendengaran)
6) Asosiasi ialah perubahan makna yang terjadi akibat
persamaan sifat antara makna yang lama dengan makna yang baru, misalnya kursi
dapat pula dipakai dengan makna “jabatan”.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Sintaksis ialah
bagian atau cabang dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, klausa, dan frase. Sedangkan semantik
bahasa Indonesia merupakan bagian dari tatabahasa yang mengkaji makna suatu kata dan perubahan atau pengembangan makna
kata yang mungkin terjadi.
Bagian-bagian yang dibahas dalam bidang semantik meliputi diksi, jenis makna, dan perubahan makna.
B.
Saran
Pemahaman satuan
sintaksis dan semantik bahasa Indonesia bagi
guru, selain dapat menjadi bekal dalam pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam kehidupan
sehari-hari juga dapat bermanfaat dalam pembinaan
kemampuan berbahasa siswa. Sehingga, materi ini menjadi modal awal bagi Anda yang ingin menjadi
pengajar bahasa Indonesia yang baik SD, karena
dengan dikuasainya materi ini Anda telah memiliki kemampuan yang dapat mendukung tugasnya dalam
membimbing anak didiknya sehingga semakin
mampu berbahasa Indonesia yang baik dan benar.
0 Response to "CONTOH MAKALAH BAHASA INDONESIA TENTANG "SEMANTIK DAN SINTAKSIS DALAM BAHASA INDONESIA""
Posting Komentar