loading...

KONSEP PENGEMBANGAN KEGIATAN IMAN DAN TAQWA (IMTAQ) DI SEKOLAH

Sesuai dengan perubahan struktur organisasi Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah menjadi Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, dipandang perlu dibangun paradigma baru yang relevan dengan program peningkatan Imtaq dengan melibatkan seluruh komponen sekolah, termasuk pemangku kepentingan sekolah atau stakeholders pendidikan. Paradigma baru ini kemudian dikenal dengan pemberdayaan sekolah berwawasan imtaq.

Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan melalui program Pembinaan Sekolah Berwawasan Imtaq tersebut adalah :
(a) semiloka peningkatan Imtaq Siswa
(b) Integrasi Imtaq-Iptek dalam proses pembelajaran di sekolah
(c) Bulletin/Poster Religiusitas
(d) Lomba Karya Tulis Peningkatan Imtaq dan,
(e) Pemberian Subsidi Pemberdayaan Sekolah Berwawasan Imtaq.

Keimanan dan ketaqwaan siswa merupakan core tujuan pendidikan nasional. Untuk mencapai tujuan tersebut, lembaga pendidikan sekolah merupakan salah satu wahana yang sangat efektif untuk mencapai tujuan pendidikan, dengan alasan karena melalui proses pendidikan di sekolah peserta didik akan memperoleh bukan saja aspek pengetahuan dan keterampilan, tetapi juga sikap. Dalam rangka peningkatan keimanan dan ketakwaan siswa melalui lembaga pendidikan sekolah, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah telah mengembangkan lima strategi, yakni (a) optimalisasi pelaksanaan Pendidikan Agama Islam, (b) integrasi Iptek dan Imtaq dalam proses pembelajaran, (c) pelaksanaan kegiatan ekstra kurikuler berwawasan Imtaq, (d) penciptaan situasi yang kondusif dalam kehidupan sosial di sekolah, dan (e) melaksanakan kerjasama antara sekolah dengan orangtua dan masyarakat.

Mengembangkan konsep lingkungan sekolah berwawasan imtaq atau mengembangkan budaya religius adalah sekumpulan nilai-nilai agama yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikan oleh kepala sekolah, guru, petugas administrasi, peserta didik, dan masyarakat sekolah. Koentjaraningrat dalam Muhaimin mengatakan bahwa strategi pengembangkan budaya agama dalam komunitas sekolah, dapat dilakukan dalam tiga tataran, yaitu:
1.       Tataran nilai yang dianut. Pada tataran nilai yang dianut, dirumuskan secara bersama nilai-nilai agama yang disepakati dan perlu dikembangkan dalam lingkungan sekolah, untuk salanjutnya dibangun komitmen bersama diantara semua warga sekolah khususnya para siswa terhadap pengembangan nilai-nilai yang telah disepakati. Nilai-nilai tersebut ada yang bersifat vertikal dan horizontal. Nilai-nilai yang bersifat vertikal berwujud hubungan manusia atau warga sekolah dengan Allah (habl min Allah), dan yang horizontal berwujud hubungan manusia atau warga sekolah dengan sesamanya (halb min an-nas), dan hubungan mereka dengan lingkungan alam sekitar.
2.        Tataran praktik keseharian. Dalam tataran praktik keseharian, nilai-nilai keagamaan yang telah disepakati tersebut diwujudkan dalam bentuk sikap dan perilaku keseharian oleh semua warga sekolah. Proses pengembangan tersebut dapat dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu: pertama, sosialisasi nilai-nilai agama yang disepakati sebagai sikap dan perilaku ideal yang ingin dicapai pada masa mendatang di sekolah. Kedua, penetapan action plan mengguan atau bulanan sebagai tahapan dan langkah sistematis yang akan dilakukan oleh semua pihak sekolah dalam mewujudkan nilai-nilai agama yang telah disepakati, Ketiga, pemberian penghargaan terhadap prestasi warga sekolah.
3.       Tataran simbol-simbol budaya. Dalam tataran simbol-simbol budaya, pengembangan yang perlu dilakukan adalah mengganti simbol-simbol budaya yang kurang sejalan dengan ajaran dan nilai-nilai agama dengan simbol budaya yang agamis.

Tujuan utama pengembangan lingkungan sekolah berwawasan imtaq ialah keberagamaan peserta didik itu sendiri, bukan terutama pada pemahaman tentang agama. Dalam hal ini, yang diutamakan pendidikan agama (Islam) dalam mengembangkan lingkungan berwawasan imtaq bukan hanya knowing (mengetahui tentang ajaran dan nilai-nilai agama) ataupun doing (bisa mempraktikan apa yang diketahui) setalah diajarkannya di sekolah, justru lebih mengutamakan being-nya (beragama atau menjalani hidup atas dasar ajaran dan nilai-nilai agama). Karena itu, pendidikan agama Islam harus lebih diorientasikan pada tataran moral action, yakni agar peserta didik tidak hanya berhenti pada tataran kompeten (competence), tetapi samapi memiliki kemauan (will), dan kebiasaan (habit) dalam mewujudkan ajaran dan nilai-nilai agama tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

Adapun konsep pengembangan lingkungan sekolah berwawasan imtaq meliputi:
1. Penciptaan Suasana  Religius.
Penciptaan suasana religius merupakan upaya untuk mengkondisikan suasana sekolah dengan nilai-nilai dan perilaku religius (keagamaan). Hal ini dapat dilakukan dengan:
a. kepemimpinan
b. skenario penciptaan suasana religius
c. tempat ibadah
d. dukungan warga masyarakat.

2. Internalisasi Nilai.
Internalisasi nilai dilakukan dengan memberikan pemahaman tentang nilai-nilai agama kepada para siswa, terutama tentang tanggung jawab manusia sebagai pemimpin (khalifah) yang harus arif dan bijaksana. Internalisasi nilai merupakan suatu proses menanamkan dan menumbuhkembangkan suatu nilai atau budaya menjadi bagian diri (self) orang yang bersangkutan, yaitu peserta didik. Penanaman dan menumbuhkembangkan nilai tersebut dapat dilakukan melalui pendidikan dan pengajaran. Internalisasi nilai, dapat dirumuskan secara bersama nilai-nilai agama yang disepakati dan perlu dikembangkan dalam lingkungan sekolah, untuk salanjutnya dibangun komitmen bersama diantara semua warga sekolah khususnya para siswa terhadap pengembangan nilai-nilai yang telah disepakati. Nilai-nilai tersebut ada yang bersifat vertikal dan horizontal.

3. Keteladanan.
Anak dalam pertumbuhannya memerlukan contoh. Dalam Islam percontohan yang diperlukan itu disebut uswah hasanah, atau keteladanan. Berkait dengan keteladanan ini, persoalan yang biasanya muncul adalah (1) tidak adanya keteladanan atau disebut krisis keteladanan, (2) suri tauladan yang jumlahnya banyak justru saling kontradiktif. Anak juga tidak akan tumbuh secara wajar jika terdapat berbagai contoh perilaku yang saling bertentangan. Keteladanan, menjadikan kepala sekolah sebagai pemimpin dan guru agama dan petugas sekolah sebagai figur dan cermin manusia yang berkepribadian agama. Kepribadian kepala sekolah dalam memimpin sangat dibutuhkan siswa dalam rangka mengembangkan lingkungan sekolah berwawasn imtaq melalui keteladanan.
Keteladanan merupakan perilaku yang memberikan contoh kepada orang lain dalam hal kebaikan. Rasulullah saw sendiri sebagai Nabi dan pemimpin diutus ke dunia tidak lain adalah menyempurnakan akhlak, dengan memberikan contoh pribadi beliau sendiri kepada umat manusia.

4. Pembiasaan.
Selain keteladanan, dalam mengembangkan lingkungan sekolah berwawasan imtaq, juga dibutuhkan pembiasaan. Imam Suprayogo, lebih lanjut menjelaskan bahwa secara sosiologis, prilaku seseorang tidak lebih dari hasil pembiasaan saja. Oleh karena itu, anak harus dibiasakan, misalnya dibiasakan mengucapkan  salam tatkala bertemu maupun berpisah dengan orang lain, membaca basmalah sebelum makan dan mengakhirinya dengan membaca hamdalah, dibiasakan shalat berjama’ah, serta memperbanyak silaturrahim, dan sebagainya.

5. Membentuk Sikap dan Perilaku. Pembentukan sikap dan perilaku siswa berarti proses menannamkan dan menumbuhkembangkan suatu nilai atau budaya menjadi bagian diri (self) orang yang bersangkutan. Penanaman dan penumbuhkembangan nilai tersebut dilakukan melalui berbagai didaktik metodik pendidikan dan pengajaran. Seperti pendidikan, pengarahan, indoktrinasi, brain washing dan lain sebagainya. Pembentukan sikap dan perilaku siswa oleh kepala sekolah sebagai pemimpin dilakukan dengan berbagai macam cara, misalnya dengan memberikan nasehat kepada siswa dan adab bertutur kata yang sopan dan bertata krama baik terhadap guru maupun orang tua. Proses pembentukan sikap dan perilaku siswa tidak hanya dilakukan oleh kepala sekolah dan guru agama saja, melainkan semua guru dan warga sekolah, dimana mereka berupaya untuk membentuk pola pikir, sikap dan perilaku siswa sesuai dengan ajaran agama Islam.


0 Response to "KONSEP PENGEMBANGAN KEGIATAN IMAN DAN TAQWA (IMTAQ) DI SEKOLAH"

Posting Komentar