A. Pengertian emosi.
B. Perasaan dan Emosi
C. Macam-Macam Emosi
D. Ciri-ciri Emosi
Hingga
saat ini para ahli tampaknya masih beragam dalam memberikan rumusan
tentang emosi dengan orientasi teoritis yang bervariasi pula. Kita
mencatat beberapa teori tentang emosi dengan sudut pandang yang berbeda,
diantaranya: teori Somatic dari William James, teori Cannon-Bard, teori
Kogntif Singer-Schachter, teori neurobiological dan teori evolusioner
Darwin. Perbedaan kerangka teori inilah yang menyebabkan kesulitan
tersendiri untuk merumuskan tentang emosi secara
tunggal dan universal. Setidaknya terdapat sekitar 550 sampai 600 kata
dalam bahasa Inggris yang memiliki makna yang sama dengan kata emosi,
baik itu dalam bentuk kata kerja, kata benda, kata sifat, dan kata
keterangan (Averil, 1975; Johnson Laird & Oatley, 1989; Storm &
Storm, 1987). J.P.Chaplin. 2005 menyebutkan bahwa emosi
adalah suatu reaksi kompleks yang berkaitan dengan kegiatan dan
perubahan-perubahan secara mendalam yang dibarengi dengan perasaan kuat
atau disertai dengan keadaan afektif. Menurut English and English
(Syamsu Yusuf, 2003) menyebut emosi sebagai: “A complex feeling state accompanied by characteristic motor and grandular activities”.
Perasaan dan emosi pada dasarnya
merupakan dua konsep yang berbeda tetapi tidak bisa dilepaskan. Perasaan
selalu saja menyertai dan menjadi bagian dari emosi. Perasaan (feeling)
merupakan pengalaman yang disadari yang diaktifkan oleh rangsangan dari
eksternal maupun internal (keadaan jasmaniah) yang cenderung lebih
bersifat wajar dan sederhana. Demikian pula, emosi sebagai keadaan yang
terangsang dari organisme namun sifatnya lebih intens dan mendalam dari
perasaan. Menurut Nana Syaodih Sukadinata (2005), perasaan menunjukkan
suasana batin yang lebih tenang, tersembunyi dan tertutup ibarat riak
air atau hembusan angin sepoy-sepoy sedangkan emosi menggambarkan
suasana batin yang lebih dinamis, bergejolak, dan terbuka, ibarat air
yang bergolak atau angin topan, karena menyangkut ekspresi-ekspresi
jasmaniah yang bisa diamati. Contoh: orang merasa marah atas kebijakan
pemerintah menaikkan harga BBM, dalam konteks ini, marah merupakan
perasaan yang wajar, tetapi jika perasaan marahnya menjadi intens dalam
bentuk angkara murka yang tidak terkendali maka perasaan marah tersebut
telah beralih menjadi emosi. Orang merasa sedih karena ditinggal
kekasihnya, tetapi jika kesedihannya diekspresikan secara berlebihan,
misalnya dengan selalu diratapi dan bermuram durja, maka rasa sedih itu
sebagai bentuk emosinya.
Perasaan dan emosi seseorang bersifat
subyektif dan temporer yang muncul dari suatu kebiasaan yang diperoleh
selama masa perkembangannya melalui pengalaman dari orang-orang dan
lingkungannya. Perasaan dan emosi seseorang membentuk suatu garis
kontinum yang bergerak dari ujung yang yang paling postif sampai dengan
paling negatif, seperti: senang-tidak senang (pleasant-unpleasent), suka-tidak suka (like-dislike), tegang-lega (straining-relaxing), terangsang-tidak terangsang (exciting-subduing).
Karena sifatnya yang dinamis, bisa
dipelajari dan lebih mudah diamati, maka para ahli dan peneliti
psikologi cenderung lebih tertarik untuk mengkaji tentang emosi daripada
unsur-unsur perasaan. Daniel Goleman salah seorang ahli psikologi yang
banyak menggeluti tentang emosi yang kemudian melahirkan konsep
Kecerdasan Emosi, yang merujuk pada kemampuan mengenali perasaan diri
sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri dan
kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam
berhubungan dengan orang lain.
Menurut Syamsu Yusuf (2003) emosi individu dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian yaitu: (1) emosi sensoris dan (2) emosi psikis. Emosi sensoris
yaitu emosi yang ditimbulkan oleh rangsangan dari luar terhadap tubuh,
seperti rasa dingin, manis, sakit, lelah, kenyang dan lapar. Emosi psikis
yaitu emosi yang mempunyai alasan-alasan kejiwaan, seperti : (1)
perasaan intelektual, yang berhubungan dengan ruang lingkup kebenaran;
(2) perasaan sosial, yaitu perasaan yang terkait dengan hubungan dengan
orang lain, baik yang bersifat perorangan maupun kelompok; (3) perasaan
susila, yaitu perasaan yang berhubungan dengan nilai-nilai baik dan
buruk atau etika (moral); (4) perasaan keindahan, yaitu perasaan yang
berhubungan dengan keindahan akan sesuatu, baik yang bersifat kebendaan
maupun kerohanian; dan (5) perasaan ke-Tuhan-an, sebagai fitrah manusia
sebagai makhluk Tuhan (Homo Divinas) dan makhluk beragama (Homo
Religious)
Setiap orang memiliki pola emosional
masing-masing yang berupa ciri-ciri atau karakteristik dari
reaksi-reaksi perilakunya. Ada individu yang mampu menampilkan emosinya
secara stabil yang ditunjukkan dengan kemampuan untuk mengontrol
emosinya secara baik dan memiliki suasana hati yang tidak terlau
variatif dan fluktuatif. Sebaliknya, ada pula individu yang kurang atau
bahkan sama sekali tidak memiliki stabilitas emosi, biasanya cenderung
menunjukkan perubahan emosi yang cepat dan tidak dapat diduga-duga. Nana
Syaodih Sukmadinata (2005) mengemukakan empat ciri emosi, yaitu:
- Pengalaman emosional bersifat pribadi dan subyektif. Pengalaman seseorang memegang peranan penting dalam pertumbuhan rasa takut, sayang dan jenis-jenis emosi lainnya. Pengalaman emosional ini kadang–kadang berlangsung tanpa disadari dan tidak dimengerti oleh yang bersangkutan kenapa ia merasa takut pada sesuatu yang sesungguhnya tidak perlu ditakuti. Lebih bersifat subyektif dari peristiwa psikologis lainnya, seperti pengamatan dan berfikir.
- Emosi diekspresikan dalam perilaku. Emosi yang dihayati oleh seseorang diekspresikan dalam perilakunya, terutama dalam ekspresi roman muka dan suara/bahasa. Ekspresi emosi ini juga dipengaruhi oleh pengalaman, belajar dan kematangan.
- Emosi sebagai motif. Motif merupakan suatu tenaga yang mendorong seseorang untuk melakukan kegiatan. Demikian juga dengan emosi, dapat mendorong sesuatu kegiatan, kendati demikian diantara keduanya merupakan konsep yang berbeda. Motif atau dorongan pemunculannya berlangsung secara siklik, bergantung pada adanya perubahan dalam irama psikologis, sedangkan emosi tampak lebih bergantung pada situasi merangsang dan arti signifikansi personalnya bagi individu Menurut J.P. Chaplin (2005). Motif lebih berkenaan pola habitual yang otomatis dari pemuasan, sementara reaksi emosional tidak memiliki pola atau cara-cara kebiasaan reaktif yang siap pakai.
- Adanya perubahan aspek jasmaniah. Pada waktu individu menghayati suatu emosi, maka terjadi perubahan pada aspek jasmaniah. Perubahan-perubahan tersebut tidak selalu terjadi serempak, mungkin yang satu mengikuti yang lainnya. Seseorang jika marah maka perubahan yang paling kuat terjadi debar jantungnya, sedang yang lain adalah pada pernafasannya, dan sebagainya. Syamsu Yusuf (2003) memberikan gambaran tentang keadaan emosi seorang individu dikaitkan dengan perubahan jasmaniah, sebagaimana tampak tabel di bawah ini:
Terpesona | Reaksi elektris pada kulit |
Marah | Peredaran darah bertambah cepat |
Terkejut | Denyut jantung bertambah cepat |
Kecewa | Bernafas panjang |
Sakit marah | Pupil mata membesar |
Cemas | Air liur mengering |
Takut | Berdiri bulu roma |
Tegang | Terganggu pencernaan, otot tegang dan bergetar. |
Pola sambutan emosional seringkali
organisasinya kacau-balau dan hal ini sangat tampak pada mereka yang
mengalami gangguan kekacauan emosional (emotional disorder)
yaitu sejenis penyakit mental dimana reaksi emosionalnya tidak tepat dan
kronis serta sangat menonjol atau menguasai kepribadian yang
bersangkutan. Untuk kasus-kasus kekacauan emosi yang sangat ekstrem
biasanya diperlukan terapi tersendiri dengan bantuan ahli.
E. Perkembangan Emosi
Sejalan dengan usianya, emosi seorang
individu pun akan terus mengalami perkembangan. Dengan mengutip pendapat
Bridges, Loree (Abin Syamsuddin Makmun, 2003) menjelaskan proses
perkembangan dan diferensiasi emosional pada anak-anak, sebagai berikut
Usia
|
Ciri-Ciri
|
Pada saat dilahirkan
|
Bayi dilengkapi kepekaan umum terhadap rangsangan – rangsangan tertentu (bunyi, cahaya, temperatur) |
0 – 3 bln
|
Kesenangan dan kegembiraan mulai didefinisikan dari emosi orang tuanya |
3 – 6 bln
|
Ketidaksenangan berdiferensiasi ke dalam kemarahan, kebencian dan ketakutan |
9 – 12 bln
|
Kegembiraan berdiferensiasi ke dalam kegairahan dan kasih sayang |
18 bulan pertama
|
Kecemburuan mulai berdiferensiasi ke dalam kegairahan dan kasih sayang |
2 th
|
Kenikmatan dan keasyikan berdiferensiasi dari kesenangan |
5 th
|
Ketidaksenangan berdiferensiasi di dalam rasa malu, cemas dan kecewa sedangkan kesenangan berdiferensiasi ke dalam harapan dan kasih sayang |
F. Upaya Memelihara Emosi
Emosi sangat memegang peranan penting
dalam kehidupan individu, akan memberi warna kepada kepribadian,
aktivitas serta penampilannya dan juga akan mempengaruhi kesejahteraan
dan kesehatan mentalnya. Agar kesejahteraan dan kesehatan mental ini
tetap terjaga, maka individu perlu melakukan beberapa usaha untuk
memelihara emosi-emosinya yang konstruktif. Dengan merujuk pada
pemikiran James C. Coleman (Nana Syaodih Sukmadinata, 2005), di bawah
ini dikemukakan beberapa cara untuk memelihara emosi yang konstruktif.
- Bangkitkan rasa humor. Yang dimaksud rasa humor disini adalah rasa senang, rasa gembira, rasa optimisme. Seseorang yang memiliki rasa humor tidak akan mudah putus asa, ia akan bisa tertawa meskipun sedang menghadapi kesulitan.
- Peliharalah selalu emosi-emosi yang positif, jauhkanlah emosi negatif. Dengan selalu mengusahakan munculnya emosi positif, maka sedikit sekali kemungkinan individu akan mengalami emosi negatif. Kalaupun ia menghayati emosi negatif, tetapi diusahakan yang intensitasnya rendah, sehingga masih bernilai positif.
- Senatiasa berorientasi kepada kenyataan. Kehidupan individu memiliki titik tolak dan sasaran yang akan dicapai. Agar tidak bersifat negatif, sebaiknya individu selalu bertolak dari kenyataan, apa yang dimiliki dan bisa dikerjakan, dan ditujukan kepada pencapaian sesuatu tujuan yang nyata juga.
- Kurangi dan hilangkan emosi yang negatif. Apabila individu telah terlanjur menghadapi emosi yang negatif, segeralah berupaya untuk mengurangi dan menghilangkan emosi-emosi tersebut. Upaya tersebut dapat dilakukan melalui: pemahaman akan apa yang menimbulkan emosi tersebut, pengembangan pola-pola tindakan atau respons emosional, mengadakan pencurahan perasaan, dan pengikisan akan emosi-emosi yang kuat.
0 Response to "ARTIKEL PSIKOLOGI PENDIDIKAN TENTANG "CARA MEMAHAMI EMOSI INDIVIDU""
Posting Komentar