loading...

ANALISIS TERHADAP KURIKULUM, PROBLEMATIKA, DAN KASUS PEMBELAJARAN PADA TOPIK BILANGAN BULAT DI SEKOLAH DASAR


 
A.  Pendahuluan
Tulisan ini disajikan atas dasar beberapa fakta berikut yang penulis dapatkan melalui:
1.     Hasil wawancara dengan para guru SD di sekitar UT pondok cabe yang menyatakan  bahwa:
     a.    Materi bilangan bulat merupakan salah satu topik yang dianggap sulit.
   b.    Guru kurang begitu paham bagaimana menanamkan pengertian agar tidak bersifat dogmatis dan abstrak.
    c.    Guru mengalami kesulitan pula ketika menjelaskan operasi hitung yang berbentuk a – (-b) dan cara menggambarkannya ke dalam garis bilangan agar mudah diterima anak (kelas 4 dan 5).
     d.    Guru tidak dapat membedakan bagaimana proses menggambarkan operasi hitung yang berbentuk a + (-b) dengan a – b atau a – (-b) dengan a + b pada garis bilangan.
    e.    Guru hanya mengetahui dan menggunakan garis bilangan saja sebagai media bantu dan tidak pernah menggunakan alat peraga lain untuk memperjelas pemahaman siswa terhadap konsep operasi hitung bilangan bulat. Sementara itu, penggunaan garis bilangan yang disampaikan guru prinsip kerjanya “tidak konsisten”. Dengan prinsip kerja yang tidak konsisten tersebut, maka untuk menggambarkan operasi hitung yang berbentuk  a – b dan a – (-b) ke dalam garis  bilangan  guru  selalu  mengubahnya  terlebih  dahulu ke dalam bentuk  a + (-b) untuk bentuk a – b dan a + b untuk bentuk a – (-b).
   f.    Bilangan bulat disampaikan guru kepada siswa dengan pendekatan yang abstrak, padahal pola berpikir siswa kelas 4 dan 5 masih berada pada taraf operasi (berpikir) kongkrit.
2.    Pengamatan terhadap buku-buku pelajaran matematika yang beredar di sekolah yang terkait dengan materi bilangan bulat, ternyata pengemasan materi yang disajikan tidak mendukung guru untuk menyampaikan konsep secara baik dan konsisten.
3.    Dari sisi siswa, ketika siswa dihadapkan pada soal-soal  campuran yang berbentuk seperti -15 – (-27) + 12, siswa kurang begitu paham bagaimana seharusnya menyiasati bentuk-bentuk soal yang seperti itu yang kerap disajikan dalam buku paket sebagai latihan. Kalaupun siswa berusaha untuk menjawabnya, siswa tersebut tidak begitu yakin apakah jawabannya benar atau salah.
Berdasarkan masalah tersebut, penulis merasa perlu untuk melakukan kajian atau analisis lebih dalam guna mencari solusi bagaimana seharusnya mengembangkan model pembelajaran bilangan bulat yang memudahkan bagi guru untuk menanamkan konsep kepada siswa (khususnya siswa kelas 4), mulai dari pengertian sampai kepada operasi hitung penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat yang melibatkan bilangan positif dan negatif.
Dalam pembelajaran bilangan bulat, penulis mencoba mengungkapkan gagasan yang bersifat inovatif, yaitu:
1.     Menggunakan alat peraga manipulatif, yaitu balok garis bilangan (merupakan modifikasi dari alat peraga pita garis bilangan dan tangga garis bilangan) dan manik-manik. Berbeda dengan alat peraga bilangan bulat yang biasa digunakan guru, prinsip kerja alat peraga yang akan digunakan tersebut selalu “konsisten”, sehingga dapat digunakan untuk menentukan hasil dari berbagai operasi hitung pada bilangan bulat.
2.    Menyisipkan bentuk kegiatan bermain melalui pendekatan permainan dalam proses pembelajaran.
Terhadap gagasan tersebut, penulis memperoleh informasi yang cukup berarti dari hasil wawancara dan pengisian kuesioner mengenai pengalaman guru tersebut ketika menyampaikan konsep bilangan bulat dan persepsinya terhadap alat peraga balok garis bilangan dan manik-manik yang selama ini belum dilihatnya. Selanjutnya, penulis juga akan memaparkan seputar bilangan bulat dan kedudukannya dalam struktur kurikulum SD dari waktu ke waktu dan mengkajinya apakah perubahan tersebut berdampak terhadap pemahaman siswa pada materi tersebut, bagaimana membelajarkan bilangan bulat dan rasional penggunaan alat peraga didalamnya, serta seputar pendekatan permainan dan rancangan pembelajarannya dalam pembelajaran bilangan bulat.

B.  Bilangan Bulat dan Kedudukannya dalam Struktur Kurikulum SD
Bilangan bulat yang terdiri atas bilangan asli (bulat positif), nol, dan bilangan negatif atau yang jika dinyatakan dalam notasi himpunan ditulis sebagai B = {. . . , -3, -2, -1, 0, 1, 2, 3, . . . } merupakan satu pokok bahasan di sekolah dasar. Dalam kurikulum 1994 sekolah dasar, materi ini mulai diperkenalkan atau disampaikan kepada siswa di kelas 5 semester 1 (pertama). Pengenalannya dimulai dari “mengenal bilangan positif dan negatif, membaca dan menulis lambang negatif, mengenal lawan suatu bilangan, operasi bilangan bulat yang meliputi penjumlahan (menjumlahkan bilangan bulat positif dengan bilangan positif, menjumlahkan bilangan negatif dengan negatif, dan sebaliknya, serta menjumlahkan bilangan negatif dengan bilangan negatif) dan pengurangan (mengurangi bilangan positif dengan bilangan positif, mengurangi bilangan positif dengan bilangan negatif atau sebaliknya, dan mengurangi bilangan negatif dengan negatif). Sementara itu, operasi hitung perkalian dan pembagian beserta sifat-sifatnya diperkenalkan di kelas 1 SMP.
Ketika menggunakan kurikulum 2004, bilangan bulat diperkenalkan kepada siswa di kelas 4 semester 1 dan di kelas 5 semester 1. Pada kurikulum 2004, materi bilangan bulat untuk kelas 4 pembahasannya dimulai dengan penggunaan bilangan bulat negatif dalam masalah sehari-hari, Bilangan bulat negatif dan positif, menuliskan bilangan bulat dalam kata-kata dan angka, mengurutkan bilangan bulat, menentukan letak bilangan bulat pada garis bilangan, menentukan lawan suatu bilangan, membandingkan 2 bilangan bulat, penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat menggunakan garis bilangan, dan menuliskan kalimat atau pernyataan pengurangan ke bentuk penjumlahan atau sebaliknya. Sementara itu, sifat-sifat operasi hitung  bilangan bulat, operasi penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat, serta perkalian  dan pembagian bilangan bulat diperkenalkan dan dibahas di kelas 5 semester 1.
Sementara itu, ketika KTSP (kurikulum tingkat satuan pendidikan) tahun 2006 digulirkan terjadi perubahan kebijakkan kembali. Walaupun pengenalan bilangan bulat tetap diterapkan di kelas 4 dan kelas 5, namun dari sisi materi terjadi perubahan kembali. Pada kelas 4, yang dibahas adalah: Bilangan bulat positif dan negatif, menunjukkan penerapan bilangan negatif dalam masalah sehari-hari, membilang lambang bilangan bulat, membandingkan 2 bilangan bulat, mengurutkan  bilangan bulat, menentukan letak bilangan bulat pada garis bilangan, lawan suatu bilangan, serta operasi penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat yang melibatkan bilangan positif dan negatif, sedangkan operasi hitung perkalian dan pembagian bilangan bulat yang melibatkan bilangan bulat positif dan negatif, hitung campuran, serta sifat-sifat operasi hitung bilangan bulat diperkenalkan di kelas 5 semester 1.
Komentar penulis terhadap kebijakan yang menempatkan pengenalan materi tersebut bergeser dari kelas 5 (kurikulum 1994) dimajukan ke kelas 4 (kurikulum 2004 dan KTSP 2006) merupakan kebijakan yang tidak memperhatikan taraf atau tingkat perkembangan proses berpikir anak SD yang masih dalam taraf berpikir belum formal (relative masih kongkret). Mengapa demikian? Bilangan bulat untuk ukuran siswa SD kelas 4 dan kelas 5 dikategorikan sebagai materi yang sangat abstrak. Sulit bagi siswa untuk dapat mencerna atau memahami pengertian dari bilangan yang negatif, karena di sekitar kehidupan sehari-hari anak tidak ada bentuk benda konkret yang langsung dapat menggambarkan arti bilangan negatif. Hal ini menjadikan pembelajaran bilangan bulat secara keseluruhan relatif tidak mudah, bagi guru untuk mengkonkretkan sifat abstraknya, dan bagi siswa yang relatif belum mampu berpikir abstrak.
Sementara itu, memperkenalkan operasi hitung perkalian dan pembagian beserta sifat-sifatnya kepada siswa SD kelas 5 juga merupakan kebijakan yang kurang tepat dan cenderung hanya memikirkan kemampuan si pengembang kurikulum. Tidak dapat dipungkiri bahwa ketika materi tersebut disampaikan di SMP kelas 1 yang taraf berpikirnya sudah lebih tinggi masih banyak masalah yang dihadapi siswa pada jenjang tersebut. Sebaiknya pemerintah mengkaji ulang terhadap kebijakan yang menempatkan operasi hitung perkalian dan pembagian bilangan bulat beserta sifat-sifatnya pada kurikulum sekolah dasar.

C.  Membelajarkan Bilangan Bulat
Bilangan bulat merupakan salah satu dari jenis bilangan yang ada, dan bilangan ini sendiri ada agar operasi hitung yang melibatkan operasi seperti  2 – 6; 6 + . . . = 4; . . . + 8 = 7; dan sebagainya mempunyai hasil.
Selanjutnya, untuk menanamkan konsep-konsep yang ada pada bilangan bulat (mulai dari pengertian bilangan bulat itu sendiri sampai pada operasi hitung yang diperkenankan) kepada siswa SD, prinsipnya sama dengan membelajarkan matematika secara umum, yaitu menggunakan sarana alat bantu pembelajaran (alat peraga matematika). Namun demikian, untuk menanamkan pengertian bilangan bulat (terutama yang negatif), karena tidak ada benda konkret yang langsung dapat menggambarkan arti bilangan negatif, maka dapat digunakan pernyataan-pernyataan atau aktivitas kehidupan sehari-hari yang dikenal anak, yang merupakan bentuk aplikasi bilangan bulat negatif, seperti: enam derajat di bawah nol (yang menyatakan bilangan negatif 6), mengalami kerugian sebesar 50 rupiah (yang menyatakan bilangan negatif 50), 10 meter di bawah permukaaan laut (yang menyatakan bilangan negatif 10), dan sebagainya.

D.  Alat Peraga Manipulatif untuk Keperluan Bilangan Bulat dan Prinsip Kerjanya
normal;">
Terdapat beberapa alat peraga yang dapat digunakan untuk menanamkan atau menjelaskan operasi hitung pada sistem bilangan bulat dalam tahap pengenalan konsep secara konkret, yaitu menggunakan alat peraga yang berdasarkan pendekatan konsep kekekalan panjang (seperti pita garis bilangan, tangga garis bilangan, balok garis bilangan) dan menggunakan alat peraga yang pendekatannya menggunakan konsep himpunan.
Alat peraga balok, pita, ataupun tangga garis bilangan proses kerjanya berpedoman pada prinsip bahwa panjang keseluruhan sama dengan panjang masing-masing bagian-bagiannya. Prinsip kerja yang harus diperhatikan  dalam melakukan operasi penjumlahan maupun pengurangan dengan menggunakan alat ini sesuai kesepakatan adalah sebagai berikut :
1.     Posisi awal benda yang menjadi model harus berada pada skala nol.
2.    Jika bilangan pertama bertanda positif, maka bagian muka model menghadap ke bilangan positif dan kemudian melangkahkan model tersebut ke skala yang sesuai dengan besarnya bilangan pertama tersebut. Proses yang sama juga dilakukan apabila bilangan pertamanya bertanda negatif.
3.    Jika model dilangkahkan maju, dalam prinsip operasi hitung istilah maju diartikan sebagai tambah (+), sedangkan jika model dilangkahkan mundur,  istilah mundur diartikan sebagai kurang (-).
4.    Gerakan maju atau mundurnya model tergantung dari bilangan penambah dan pengurangnya. Untuk gerakan maju, jika bilangan penambahnya merupakan bilangan positif maka model bergerak maju ke arah bilangan positif, dan sebaliknya jika bilangan penambahnya merupakan bilangan negatif, maka model bergerak maju ke arah bilangan negatif. Untuk gerakan mundur, apabila bilangan pengurangnya merupakan bilangan positif maka model bergerak mundur dengan sisi muka model menghadap ke bilangan positif, dan sebaliknya apabila bilangan pengurangnya merupakan bilangan negatif, maka model bergerak mundur dengan sisi muka menghadap ke bilangan negatif.
Namun demikian, ada pula kesepakatan lain yang secara prinsip sebenarnya tidak berbenturan dengan prinsip di atas, yaitu sebagai berikut: Bilangan “positif” diberi arti “maju”, bilangan “negatif” diberi arti “mundur”, “ditambah” diberi arti “jalan terus”, sedangkan “dikurang” berarti “balik kanan”.

Sementara itu, alat peraga manik-manik seperti yang telah dikemukakan di atas, pendekatannya menggunakan konsep himpunan. Pada himpunan terdapat proses penggabungan dan pemisahan dua himpunan yang dalam hal ini anggotanya berbentuk manik-manik. Alat ini berbentuk bulatan-bulatan setengah lingkaran yang apabila sisi diameternya digabungkan akan membentuk lingkaran penuh. Alat ini biasanya terdiri dari dua warna, satu warna untuk menandakan bilangan positif (misal biru), sedangkan warna lainnya untuk menandakan bilangan negatif (misal kuning). Dalam alat ini, bilangan nol (netral) diwakili oleh dua buah manik-manik dengan warna berbeda yang dihimpitkan pada sisi diameternya, sehingga membentuk lingkaran penuh dalam dua warna. Bentuk netral ini dipergunakan pada saat melakukan operasi pengurangan a – b dengan b > a atau b < 0. Penggunaan alat peraga manik-manik untuk melakukan operasi hitung penjumlahan dan pengurangan juga harus memperhatikan beberapa prinsip kerjanya, yaitu :
Dalam konsep himpunan, proses penggabungan dapat diartikan sebagai penjumlahan, sedangkan proses pemisahan dapat diartikan sebagai pengurangan. Berarti, kalau melakukan aktivitas penggabungan sejumlah manik-manik ke dalam kelompok manik-manik lain sama halnya dengan melakukan penjumlahan. Namun demikian, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan proses penjumlahan, yaitu :
1.     Jika a > 0 dan b > 0 atau a < 0 dan b < 0,  maka gabungkanlah sejumlah manik-manik ke dalam kelompok manik-manik lain yang warnanya sama.
2.    Jika a > 0 dan b < 0 atau sebaliknya, maka gabungkanlah sejumlah manik-manik yang mewakili bilangan positif ke dalam kelompok manik-manik yang mewakili bilangan negatif. Selanjutnya, lakukan proses penghimpitan di antara kedua kelompok manik-manik tersebut agar ada yang menjadi lingkaran penuh. Tujuannya untuk mencari sebanyak-banyaknya kelompok manik-manik yang bernilai nol. Melalui proses ini akan menyisakan manik-manik dengan warna tertentu yang merupakan hasil penjumlahannya.
Selanjutnya, kalau melakukan proses pemisahan sejumlah manik-manik keluar dari kelompok manik-manik, maka sama halnya dengan melakukan pengurangan. Namun demikian, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan proses pengurangan, yaitu :
1.     Jika a > 0 dan b > 0 tetapi a > b, maka pisahkanlah secara langsung sejumlah b manik-manik keluar dari kelompok manik-manik yang berjumlah a.
2.    Jika a > 0 dan b > 0 tetapi a < b, maka sebelum memisahkan sejumlah b manik-manik yang bilangannya lebih besar dari a, terlebih dahulu gabungkanlah sejumlah manik-manik yang bersifat netral ke dalam kelompok manik-manik a, dan banyaknya tergantung pada seberapa kurangnya manik-manik yang akan dipisahkan.
3.    Jika a > 0 dan b < 0, maka sebelum memisahkan sejumlah b manik-manik yang bernilai negatif, terlebih dahulu harus menggabungkan sejumlah manik-manik yang bersifat netral dan banyaknya tergantung dari besarnya bilangan b.
4.    Jika a < 0 dan b > 0, maka sebelum melakukan proses pemisahkan sejumlah b manik-manik yang bernilai positif dari kumpulan manik-manik yang bernilai negatif, terlebih dahulu harus menggabungkan sejumlah manik-manik yang bersifat netral ke dalam kumpulan yang banyaknya tergantung pada seberapa besarnya bilangan b.
5.    Jika a < 0 dan b < 0 tetapi a > b, maka sebelum melakukan proses pemisahan sejumlah b manik-manik yang bilangannya lebih kecil dari a, terlebih dahulu harus melakukan proses penggabungan sejumlah manik-manik yang bersifat netral ke dalam kumpulan manik-manik a, dan banyaknya tergantung dari seberapa kurangnya manik-manik yang akan dipisahkan.
6.    Jika a < 0 dan b < 0 tetapi a < b, maka pisahkanlah secara langsung sejumlah b manik-manik keluar dari kelompok manik-manik yang berjumlah a.

E. Kesimpulan 

1.     Bilangan bulat merupakan salah satu konsep dalam matematika yang dikeluhkan oleh para guru SD sebagai konsep yang sulit untuk disampaikan kepada siswa terutama tentang bilangan negatif dan operasi pengurangan bilangan bulat.
2.    Untuk menjembatani proses berpikir anak pada taraf operasi kongkrit, diperlukan secara mutlak penggunaan alat peraga untuk memudahkan anak menyerap dan mengenal konsep-konsep abstrak dari pelajaran matematika.
3.    Alat peraga yang sesuai dengan kebutuhan bilangan bulat dan operasinya adalah balok garis bilangan dan dan manik-manik yang proses kerjanya mengacu pada pendekatan konsep kekekalan panjang dan himpunan.
4.    Penggunaan alat peraga balok garis bilangan dan manik-manik secara realistik dapat digunakan untuk memvisualisasi seluruh bentuk operasi hitung pada sistem bilangan bulat, juga sebagai upaya untuk mengatasi kebuntuan guru dalam pembelajaran bilangan bulat.
5.    Alat peraga balok garis bilangan dan manik-manik merupakan alat peraga yang menggunakan aturan dalam menggunakannya. Berbeda dengan alat peraga yang biasa digunakan guru bahwa prinsip kerja kedua alat peraga tersebut selalu konsisten. Kedua alat peraga ini mudah dibuatnya dan dengan biaya yang murah serta tahan lama.
6.    Penggunaan alat peraga balok garis bilangan dan manik-manik dapat pula dimanfaatkan untuk memperlihatkan secara realistik keberlakuan konsep-konsep operasi hitung dalam sistem bilangan bulat.


Related Posts :

0 Response to "ANALISIS TERHADAP KURIKULUM, PROBLEMATIKA, DAN KASUS PEMBELAJARAN PADA TOPIK BILANGAN BULAT DI SEKOLAH DASAR"

Posting Komentar